OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 26 Februari 2019

PEMERINTAH JOKOWI TIDAK BERANI BUKA DATA HGU PENGUSAHA

PEMERINTAH JOKOWI TIDAK BERANI BUKA DATA HGU PENGUSAHA


PEMERINTAH JOKOWI TIDAK BERANI BUKA DATA HGU PENGUSAHA

Berkoar jagoan, ternyata...

Awalnya, adalah Forest Watch Indonesia (FWI) sebuah LSM yang mengawasi masalah lingkungan hidup meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) membuka informasi kepada masyarakat tentang dokumen para pemegang HGU lahan kelapa sawit di Kalimantan. Permintaan itu ditolak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

FWI tak tinggal diam dan membawanya ke meja hijau. Gayung bersambut. Permohonan FWI dikabulkan Komisi Informasi Pusat (KPI) pada 22 Juli 2016, yang memerintahkan pemerintah membuka perincian:

1. Nama pemegang izin HGU.
2. Lokasi.
3. Luas HGU yang diberikan.
4. Jenis komiditas.
5. Peta area HGU.

Atas vonis itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN mengajukan keberatan. Namun keberatan itu ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 14 Desember 2016.

Masih tidak mau membuka daftar HGU hutan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN mengajukan kasasi. Apa kata MA?

"Menolak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN)," demikian lansir panitera MA dalam website-nya, Kamis (6/4/2017).

FINALNYA..

Pemerintah melalui BPN harus mengumumkan ke publik tentang HGU yang di kuasai oleh para pengusaha. Terhitung sejak April 2017, putusan itu harus di laksanakan oleh pemerintah!!!

NAMUN..

Setelah hampir dua tahun lamanya, putusan MA tersebut belum dijalankan oleh pemerintah. Entah apa alasannya mereka terkesan mengabaikan perintah lembaga tertinggi hukum di negara ini. Sampai-sampai WALHI mempertegas perintah MA agar pemerintah segera membuka daftar pemilik HGU. Tapi apa jawab pemerintah? Terkesan mengelak.

[20 Feb 2019] WALHI Tantang Pemerintah Ungkap HGU, Kubu Jokowi: Untuk Apa?
http://mobile.rilis.id/walhi-tantang-pemerintah-ungkap-hgu-kubu-jokowi-untuk-apa

Padahal, banyak keuntungan andai pemerintah membuka daftar pemilik HGU. Minimal konflik antar pemilik lahan dan warga yang merasa tanahnya diserobot bisa jelas mana batas dan mana cakupannya. Karena seringkali, konflik kepemilikan tanah saling tumpang tindih yang akhirnya rakyat selalu kalah ketika berurusan hukum dengan pemilik lahan.

Banyak warga yang teraniaya, bahkan meninggal dunia ketika konflik terjadi. Banyak dari mereka harus tertahan karena dipidana terkait aksi protes pada pemilik lahan. Hal ini menjadi sorotan WALHI dan LSM lingkungan hidup di ranah air.

Sikap pemerintah melalui Kementerian Agraria yang enggan melaksanakan putusan MA merupakan kemunduran kepatuhan. Ada kecurigaan bahwa pemerintah yang selama ini dituding melindungi pengusaha menjadi terang benderang ketika mereka malah menutupi kepemilikan lahan yang mereka kuasai.

Publik berhak tau bagaimana proses perizinan HGU mereka diperoleh, kapan habis masa waktunya dan mana HGU yang baru diterbitkan pemerintah berdasarkan tanggal keluar perizinannya.

Selama ini pemerintahan Widodo selalu klaim, bahwa tidak ada dalam masa pemerintahannya memberikan konsesi lahan pada penguasa dalam jumlah besar. Bagaimana kita bisa membuktikan omongan pemerintah jika datanya saja tidak diungkap ke publik? Mengaku tapi tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Jika jantan, maka beberkan DATA HGU. Biarkan publik melakukan penilaian atas apa yang diucapkan.

Penilaian saya, karena ada yang salah dari apa yang telah mereka lakukan saat berkuasa, membuat mereka enggan beberkan kepemilikan lahan HGU pengusaha. Membongkar kejahatan mereka sama saja bunuh diri. Maka itu perintah MA mereka abaikan.

Belum lagi kedekatan para pengusaha dengan istana membuat Widodo seperti menurut pada kemauan pengusaha.

Di sana ada capres menguasai lahan.
Tapi disini, ada capres dikuasai pemilik lahan.

Pilih mana?

Hai Widodo...mana nyalimu saat ini? Mana koarmu ketika berpidato meminta lahan kembali? Jika data saja kau sembunyikan, nyali apa yang ingin kau perlihatkan pada kami?

26-2-2019

(SETIAWAN BUDI)

*Sumber: fb penulis