Petani Lulusan ITB Raup Rp500 Juta dengan Hidroponik
Pekerja tengah mengurusi tanaman di Farmhill yang ditanam dengan metode hidroponik di Semarang, Medcom.id - Budi Arista
Penghasilan sedikit, harus memiliki lahan, dan fisik juga kuat. Ungkapan-ungkapan itu kerap didengar Kabul mengenai profesi itu.
Tapi, anggapan itu dimentahkan warga Semarang, Jawa Tengah itu. Dengan memanfaatkan ilmu teknologi, ia menyulap 'sawahnya' yang berukuran 80 meter persegi menjadi 1,4 Hektare.
(Kabul Pamudji, lulusan ITB, yang sukses bercocok tanam dengan hidroponik di Semarang, Medcom.id - Budi Arista)
"Dulu, penghasilan saya hanya Rp4 juta per bulan, sekarang jadi Rp500 juta," kata Kabul memulai perbincangannya dengan Medcom.id, Kamis, 10 Januari 2019.
Bercocok tanam adalah hobinya. Namun, ia tak menempuh pendidikan di jurusan pertanian. Pria kelahiran 49 tahun lalu itu justru menempuh jurusan Politeknik Mekanik Swiss-ITB.
Semarang: Profesi petani masih tidak populer dikalangan masyarakat. Penghasilannya yang sedikit, dan mempunyai konotasi masyarakat berpenghasilan rendah menjadi alasan utama.
Selain itu, masyarakat juga masih beranggapan, bertani harus memiliki lahan yang besar dan fisik yang kuat.
Berbeda dengan Kabul Pamudji, Warga Kota Semarang, bertani merupakan hobinya. Ia memanfaatkan teknologi hidroponik untuk bertani, dan hasilnya bisa ratusan juta rupiah perbulannya.
Pria kelahiran 6 Januari 1970 itu merupakan Lulusan Politeknik Mekanik Swiss-ITB, atau yang sekarang nama kampusnya berubah menjadi Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (POLMAN Bandung). Jadi dasar pendidikannya berkutat dengan mesin.
Setelah lulus, Kabul bekerja sama dengan perusahaan otomotif Indonesia. Tugasnya berkaitan dengan otomatisasi, yaitu mengoperasikan mesin dan proses produksi lain.
Pada 2015, Kabul kembali asyik dengan hobinya yaitu bercocok tanam. Ia memulainya dengan menanam selada di pekarangan rumah yang luasnya hanya 80 meter persegi.
(Tomat di Farmhill, yang ditanam dengan metode hidroponik, Medcom.id - Budi Arista)
Ia menggunakan media tanam berupa modul atau talang air yang disulap menjadi pot tanam. Lalu ia mengaplikasikan kecanggihan teknologi pada sawah mininya.
"Saya suka menanam. Kemampuan saya di teknologi. Jadi saya padukan," ungkap pria yang bertempat tinggal di Jalan Nangka Raya Nomor 10, Lamper Kidul, Kota Semarang.
Ia mengajak sopirnya untuk mengerjakan pertanian hidroponik itu. Awalnya tanaman hanya untuk menghias rumah. Sang sopir pun mengerjakannya di waktu luang.
Tiga tahun berlalu, jatuh bangun berusaha tani dirasakan Kabul. Kejadian paling buruk yaitu tanaman membusuk, karena tidak ada yang mengurus.
Tapi, Kabul tak gentar. Ia tetap mengerjakan hal yang disenanginya itu.
Saat ini, Kabul mempekerjakan 15 karyawan. Tanaman pun beragam mulai dari sayuran, tomat ceri, melon, hingga paprika. Area tanam pun bertambah luas.
Hidroponik digunakan dalam sistem bercocok tanam. Metodenya dengan mengutamakan penggunaan air, nutrisi, dan oksigen.
Media tanam tak memerlukan tanah. Tapi, medianya diganti dengan rockwool, sejenis busa. Pupuknya pun dalam bentuk cairan. Agar, nutrisi mudah larut dan mudah diserap akar.
Pengusaha pemilik The Farmhill itu memasarkan hasil panennya ke pasar-pasar modern dan supermarket. Lantaran itu, ia mengutamakan kualitas.
Menurut Kabul, kualitas produk dapat dijaga dengan teknologi hidroponik. Masa tanam pun lebih cepat.
Lantaran itu Kabul meminta petani untuk terbuka menerima teknologi. Tujuannya yaitu penanaman lebih efisien dan hasil panen berkualitas tinggi.
"Bukan menanam saja, petani juga harus memasarkan dengan bagus. Petani harus paham produk apa yang dibutuhkan. Ini petani modern, kalau hanya ditanam terus pulang, ya tidak ada hasilnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kabul mengaku baru menekuni hidroponik tiga tahun terakhir. Kedepan, ia akan membangun desa wisata, untuk meningkatkan ekonomi Masyarakat sekitar.
"Pengembangan saya akan membuat desa wisata hidroponik, nantinya akan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Karena tanaman hidroponik itu simpel, yang penting ada sinar matahari. Itu modal utama," tutupnya.
Sumber :
Medcom.id