Bos KPU Diperiksa Polisi, Komisi III DPR Desak Jokowi Turun Tangan
10Berita , Nasir meminta Presiden Jokowi turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Menurutnya, sengketa yang terjadi saat ini telah berubah menjadi polemik.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan terkait polemik komisioner KPU yang sedang berurusan dengan polisi.
JawaPos.com - Ancaman pidana terhadap sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan sekadar melahirkan kegaduhan di ruang publik. Namun dinilai bisa membuka ruang ketidakpastian hukum dalam pergantian kepemimpinan nasional pada Oktober mendatang.
Karena itu, Komisi Hukum DPR mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan terkait persoalan hukum yang menjerat Ketua Komisioner KPU Arief Budiman dan wakilnya.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai, persoalan pidana yang ‘mengancam’ komisioner KPU di Polda Metro Jaya tak bisa dianggap remeh. Menurutnya, sengkarut persoalan itu harus segera diselesaikan. Sebab, berkaitan dengan kredibilitas penyelenggaraan pemilu hingga proses pergantian kepemimpinan nasional Oktober nanti.
“Proses hukum terhadap komisioner KPU harus diantisipasi. Ini masalah serius. Peningkatan status terhadap komisioner KPU tak sekadar menggagu jalannya tahapan pemilu, tapi kredibilitas penyelenggaran dan hasil pemilu,” ujar Nasir saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, KPU dilaporkan tim kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO) ke Polda Metro Jaya, Rabu (16/1), dengan tuduhan tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Atas laporan itu, komisioner KPU disangkakan Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1).
Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/1). Keduanya diperiksa selama 7 jam, dicecar sebanyak 20 pertanyaan terkait alasan KPU mengambil keputusan tidak memasukkan OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019.
Melanjutkan keterangannya, Nasir mengatakan, persoalan hukum antara KPU dengan Polda Metro Jaya bukan hanya masalah pidana, ketidakpatuhan KPU pada putusan peradilan. Menurutnya, ketidakpastian hukum yang terjadi saat ini harus dihentikan agar pelantikan presiden terpilih oleh MPR pada Oktober nanti tak menuai persoalan hukum.
“PTUN telah mencabut DCT anggota DPD Pemilu 2019. Kekosongan hukum ini harus diselesaikan. Jangan sampai jalannya pelantikan presiden oleh MPR dipermasalahkan karena anggota DPD terpilih tak memiliki dasar hukum,” tegas politikus PKS itu.
Karenanya, Nasir meminta Presiden Jokowi turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Menurutnya, sengketa yang terjadi saat ini telah berubah menjadi polemik antar lembaga negara dan peradilan, bukan cuma hilangnya hak politik OSO dalam Pemilu DPD 2019.
“Harus ada jalan keluar. Presiden harus mengundang MA, MK, KPU, Bawaslu, dan kepolisian, duduk bareng untuk menyelesaikan persoalan ini. Sebelum api ini besar, harus segera dipadamkan. Bila perlu, presiden mengeluarkan Perppu agar tidak terjadi kekosongan hukum,” jelas dia.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan, upaya penegakan hukum yang dilakukan kepolisian harus dihormati semua pihak. Menurutnya, pemanggilan sejumlah komisioner KPU oleh Polda Metro Jaya bukanlah kriminalisasi terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
“Polisi bekerja sesuai aturan hukum. Semua pihak harus arif dalam melihat persoalan ini, memisahkan upaya penegakan hukum dengan persoalan politik. Jangan menyebut penegakan hukum sebagai kriminalisasi,” tegas Masinton.
Sumber: