Pengamat: Hubungan Internasional Jokowi Tak Berpihak pada Kepentingan Nasional
Joko Widodo
10Berita, KOMISI Pemilihan Umum (KPU) kembali mempertemukan kedua calon presiden yang akan bertanding di Pemilu 17 April 2019 dalam debat keempat yang dilaksanakan Sabtu (30/3/2019) malam. Kali ini, capres petahana, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto beradu gagasan di topik ideologi, pemerintahan, pertahanan dan hubungan luar negeri.
Pengamat ekonomi politik, Kusfiardi mengkritisi kubu petahana. Menurutnya, selama pemerintahan Jokowi, aspek idiologi, keamanan dan hubungan internasional tak menunjukkan kinerja yang berpihak pada kepentingan nasional.
Ia menyontohkan soal kebijakan jaminan sosial maupun bantuan sosial yang berjalan. Menurutnya, semua itu semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila. "Bahkan mengabaikan amanat konstitusi UUD 1945," kata Kusfiardi, Minggu (31/3/2019).
Dalam hal keamanan, Co Founder FINE Institute itu menilai pemerintah masih jauh dari keharusan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Kusfiardi menyebut kebijakan keamanan hanya dilihat sebatas keamanan dari bentuk kriminalitas.
"Padahal ancaman keamanan datang dari banyak penjuru. Salah satu contoh, pemerintah gagal memastikan keamanan produksi pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri," paparnya.
Dengan kondisi itu, pemerintah akhirnya memilih jalur impor sebagai solusi instan. Padahal disaat bersamaan, lanjut Kusfiardi, kebijakan impor justru menjadi ancaman bagi petani pangan nasional.
Tak hanya itu, dalam hal hubungan internasional, Kusfiardi mencatat pemerintah cenderung membiarkan ratifikasi perjanjian internasional yang mengabaikan aspek penting yaknni azas resiprokal. Contohnya ialah ratifikasi AFAS, yang membuka sektor keuangan nasional menjadi sejalan dengan liberalisasi keuangan global.
"Ratifikasi ini memperluas perusahaan keuangan global untuk beroperasi di Indonesia," kata Kusfiardi dalam keterangan tertulisnya.
Ratifikasi tersebut, tambah dia, mempengaruhi peran sektor keuangan dalam konteks kepentingan memajukan ekonomi bangsa. Kegagalan tersebut yang kemudian membuat neraca keuangan negara tekor.
"Mulai dari neraca pembayaran sampai neraca perdagangan. Rentetan kegagalan petahana ini seharusnya bisa dijawab oleh pasangan capres dan cawapres penantang," ujarnya.
Editor: Brilliant Awal
Sumber: Galamedia online
Joko Widodo
10Berita, KOMISI Pemilihan Umum (KPU) kembali mempertemukan kedua calon presiden yang akan bertanding di Pemilu 17 April 2019 dalam debat keempat yang dilaksanakan Sabtu (30/3/2019) malam. Kali ini, capres petahana, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto beradu gagasan di topik ideologi, pemerintahan, pertahanan dan hubungan luar negeri.
Pengamat ekonomi politik, Kusfiardi mengkritisi kubu petahana. Menurutnya, selama pemerintahan Jokowi, aspek idiologi, keamanan dan hubungan internasional tak menunjukkan kinerja yang berpihak pada kepentingan nasional.
Ia menyontohkan soal kebijakan jaminan sosial maupun bantuan sosial yang berjalan. Menurutnya, semua itu semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila. "Bahkan mengabaikan amanat konstitusi UUD 1945," kata Kusfiardi, Minggu (31/3/2019).
Dalam hal keamanan, Co Founder FINE Institute itu menilai pemerintah masih jauh dari keharusan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Kusfiardi menyebut kebijakan keamanan hanya dilihat sebatas keamanan dari bentuk kriminalitas.
"Padahal ancaman keamanan datang dari banyak penjuru. Salah satu contoh, pemerintah gagal memastikan keamanan produksi pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri," paparnya.
Dengan kondisi itu, pemerintah akhirnya memilih jalur impor sebagai solusi instan. Padahal disaat bersamaan, lanjut Kusfiardi, kebijakan impor justru menjadi ancaman bagi petani pangan nasional.
Tak hanya itu, dalam hal hubungan internasional, Kusfiardi mencatat pemerintah cenderung membiarkan ratifikasi perjanjian internasional yang mengabaikan aspek penting yaknni azas resiprokal. Contohnya ialah ratifikasi AFAS, yang membuka sektor keuangan nasional menjadi sejalan dengan liberalisasi keuangan global.
"Ratifikasi ini memperluas perusahaan keuangan global untuk beroperasi di Indonesia," kata Kusfiardi dalam keterangan tertulisnya.
Ratifikasi tersebut, tambah dia, mempengaruhi peran sektor keuangan dalam konteks kepentingan memajukan ekonomi bangsa. Kegagalan tersebut yang kemudian membuat neraca keuangan negara tekor.
"Mulai dari neraca pembayaran sampai neraca perdagangan. Rentetan kegagalan petahana ini seharusnya bisa dijawab oleh pasangan capres dan cawapres penantang," ujarnya.
Editor: Brilliant Awal
Sumber: Galamedia online