Asa Prabowo Salip Jokowi di Tikungan Akhir Pilpres 2019
10Berita - Bagi Prabowo Subianto, pemilihan presiden (Pilpres) 2019 merupakan pertarungan ketiga merebut pucuk pimpinan negara. Calon presiden (capres) nomor urut 02 itu pertama kali menjajal peruntungan pada Pilpres 2009. Saat itu Prabowo menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Megawati Soekarnoputri. Duet Mega-Prabowo dikalahkan petahana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono.
Prabowo kemudian menjadi capres pada Pilpres 2014 didampingi Hatta Rajasa. Namun kembali kalah atas Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jokowi saat itu tampil sebagai new comer, mantan wali kota Solo dan setengah jalan di kursi gubernur DKI Jakarta. Menjual karakter sederhana dan konsep blusukan, pengusaha mebel dinilai punya efek kejut.
Di Pilpres 2019 lagi-lagi Prabowo mencoba peruntungan. Ia mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 10 Maret 2018. Prabowo menggandeng Sandiaga Uno yang saat itu baru beberapa bulan menjadi wakil gubernur DKI Jakarta. Pasangan ini diusung oleh empat partai, yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS dan PAN.
Selain didukung empat partai, Prabowo-Sandi juga diiringi riuh dukungan para ulama yang dimaklumatkan Ijtimak Ulama. Kelompok 212 kental dengan kampanye Prabowo Subianto dan jadi tulang punggung.
Belakangan, tokoh agama Abdul Somad diklaim telah memberikan dukungan, meski tidak secara tegas. Abdul Somad merupakan ulama nomor satu berpengaruh versi LSI Denny JA. Abdullah Gymnastiar juga menyatakan mendukung Prabowo Sandi.
Mayoritas lembaga survei, sejak 2018 menyatakan bahwa elektabilitas Prabowo selalu di bawah Jokowi selaku capres petahana. Misalnya, hasil survei Indikator Politik: Jokowi akan menang dengan perolehan suara 55,4 persen. Indo Barometer dan Saiful Mujani Research Center (SMRC) juga menghasilkan survei tak jauh berbeda.
Prabowo hanya diunggulkan oleh Puskaptis yang menyebut elektabilitas Prabowo-Sandi 47,59 persen mengalahkan Jokowi Ma'ruf yang punya elektabilitas 45,37 persen.
Ada pula lembaga survei yang menyebut selisih elektabilitas dua pasangan calon ini tipis yakni Voxpol Center Research & Consulting yang menyebut selisih elektabilitas hanya 5,5 persen.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai tidak penting memperdebatkan hasil survei yang berbeda-beda. Menurutnya, perbedaan sangat mungkin terjadi sebagai implikasi dari pemilihan responden yang tak sama saat survei dilakukan.
"Belum lagi jika ada ketidakjujuran responden," kata Pangi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/4).
Pangi mengamini bahwa Prabowo memang masih di bawah Jokowi dari segi elektabilitas. Survei Voxpol menyebut elektabilitas terbuka Jokowi berada di angka 46,8 persen. Sementara Prabowo berkisar pada 39,7 persen . Undecided voters 13,5 persen.
Menurut Pangi, jauh lebih menarik jika memprediksi ke mana arah pilihan para undecided voters yang lumayan besar jumlahnya.
"Menurut Voxpol, dua duanya berpotensi menang, tapi juga berpotensi kalah," ujar Pangi.
Mayoritas undecided voters, kata dia, akan memilih Prabowo-Sandi. Asumsinya rasional. Pangi menjelaskan Jokowi sudah bekerja dalam 4,5 tahun terakhir. Petahana telah gencar mempublikasikan apa yang sudah dicapai. Namun undecided voters masih banyak.
"Kalau sudah mantap dengan hasil kerja Jokowi, kenapa masih menunggu kampanye, debat dan lain-lain?" ucap Pangi.
Pangi menilai para undecided voters bukan ragu untuk memilih Jokowi, tetapi ragu memilih Prabowo. Dengan demikian, pilihan hanya tinggal dua. Memilih Prabowo atau golput. Pangi tidak menyebut seluruh undecided voters akan lari ke Prabowo. Dia hanya mengatakan sebagian besar. Sisanya, golput.
"Mayoritas mungkin akan ke Prabowo dan sisanya akan golput," kata Pangi.
Prabowo Cermat Pilih Narasi Kampanye
Pangi menilai narasi yang dimainkan Prabowo selama ini lebih menarik perhatian. Prabowo berangkat dari rencana yang sifatnya mendasar. Misalnya, bertekad menurunkan harga listrik 100 hari setelah menjadi presiden. Menurut Pangi, narasi seperti itu yang dapat menggugah masyarakat untuk memilih. Semacam ada keyakinan dan kepastian dari narasi tersebut.
"Itu yang diinginkan publik hari ini," kata Pangi.
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan Prabowo memang masih memiliki kans menang. Begitu pula Jokowi. Dia menilai siapa pun yang memenangkan pilpres, pasti memiliki selisih suara yang tipis dengan lawannya.
Mengenai Prabowo, Adi mengamini bahwa elektabilitas selalu di bawah Jokowi menurut mayoritas lembaga survei. Meski demikian, Prabowo masih bisa menang jika terjadi tiga hal berikut.
Pertama, apabila pemilih Prabowo yang berkisar antar 35-37 persen, benar-benar loyal. Dengan kata lain, tidak akan memilih calon lain atau golput.
Kedua, jika undecided atau swing voters beralih memilih Prabowo. Menurut Adi, migrasi swing voters sangat menentukan karena elektabilitas Prabowo saat ini tidak berarti apa - apa tanpa swing voters tersebut.
Ketiga, apabila pendukung Jokowi tidak loyal. Sejauh ini, kata Adi merujuk dari hasil survei, elektabilitas Jokowi berkisar di angka 53-55 persen. Andai tidak semuanya loyal, maka elektabilitas Jokowi menurun.
"Akan ada yang golput atau migrasi dukung Prabowo. Kalau itu terjadi, maka teori kemenangan Prabowo bisa terwujud," kata Adi.
sumber: cnnindonesia