Sempat Sejajar, Kini Ekonomi Indonesia Tertinggal Jauh dari China dan Korsel
Indonesia bisa menjadi negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) ataupun China
Foto: Kongres Teknologi Nasional
10Berita, JAKARTA - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza menyebut bisa menjadi negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) ataupun China. Sebab di masa lampau, posisi Indonesia dengan kedua negara tersebut sejajar.
Pada tahun 1960-an, pendapatan per kapita Indonesia, Korea Selatan dan China sama. Saat itu ketiganya masih menjadi negara dengan penghasilan menengah.
"Membandingkan Korea dan Tiongkok pada 1960-an keduanya sama sama dengan Indonesia GDP-nya," ujarnya dalam acara Kongres Teknologi Nasional, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Namun hanya berselang beberapa tahun, Korea Selatan langsung meninggalkan Indonesia dan Tiongkok. Pada 1995, GDP Korea Selatan tembus USD12.000 miliar dan menjadikan Negeri Gingseng sebagai negara maju.
"Korsel 1973 mulai meninggalkan GDP Indonesia. Dan terus melesat menembus USD12.000," ucapnya.
Sementara itu, Indonesia saat itu perekonomiannya mulai tumbuh. Meskipun tak secepat Korea Selatan, Indonesia langsung meninggalkan China.
Ketika itu, Indonesia mengandalkan kekayaan alamnya dengan fokus pada ekspor minyak dan gas Bumi (Migas) hingga batu baranya. Sementara China belum semaju sekarang mengingat tidak memiliki SDA yang memadai.
"Sementara itu sejak 1978 selalu sedikit lebih tinggi dibandingkan Tiongkok," katanya.
Namun 1998 tepatnya saat krisis moneter, ekonomi Indonesia langsung anjlok. Di sisi lain, Tiongkok justru terus berbenah dan mulai fokus membangun industrinya. Sebab Negeri Tirai Bambu itu sadar jika mereka tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia.
"Namun sejak 1998 GDP Indonesia turun drastis bahkan tertinggal (dari Tiongkok)," kata Hammam.
Karena kerja keras itulah saat ini GDP per kapita China sudah mencapai USD8.000 miliar. Bahkan kini China sedang menyongsong GDP per kapitanya mencapai USD12.000 miliar.
Sementara Indonesia, jangankan untuk mengejar negara maju, untuk mengejar GDP China pun masih sangat jauh. Sebab GDP per kapita Indonesia masih di bawah USD4.000 miliar.
"Saat ini Tiongkok mencapai USD8.000 miliar menuju threshold USD12.000. Saat GDP Indonesia di bawah Tiongkok pada tahun 1998 dengan transformasi industri berawal di akhir dan akhir di awal mulai dijalankan di Indonesia. Namun ini dihentikan oleh IMF dan GDP Indonesia tidak pernah mengejar GDP per kapita Tiongkok," jelasnya.
Melihat kunci keberhasilan kedua negara tersebut, Dia mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus membangun kembali industrinya. Sehingga ekspor Indonesia tidak lagi bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA) dan produk-produk mentah.
"Melihat kunci keberhasilan Korsel dan Tiongkok dengan membangun kemampuan industrinya dengan teknologinya sendiri," kata Hammam.
Sumber:
Indonesia bisa menjadi negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) ataupun China
Foto: Kongres Teknologi Nasional
10Berita, JAKARTA - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza menyebut bisa menjadi negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) ataupun China. Sebab di masa lampau, posisi Indonesia dengan kedua negara tersebut sejajar.
Pada tahun 1960-an, pendapatan per kapita Indonesia, Korea Selatan dan China sama. Saat itu ketiganya masih menjadi negara dengan penghasilan menengah.
"Membandingkan Korea dan Tiongkok pada 1960-an keduanya sama sama dengan Indonesia GDP-nya," ujarnya dalam acara Kongres Teknologi Nasional, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Namun hanya berselang beberapa tahun, Korea Selatan langsung meninggalkan Indonesia dan Tiongkok. Pada 1995, GDP Korea Selatan tembus USD12.000 miliar dan menjadikan Negeri Gingseng sebagai negara maju.
"Korsel 1973 mulai meninggalkan GDP Indonesia. Dan terus melesat menembus USD12.000," ucapnya.
Sementara itu, Indonesia saat itu perekonomiannya mulai tumbuh. Meskipun tak secepat Korea Selatan, Indonesia langsung meninggalkan China.
Ketika itu, Indonesia mengandalkan kekayaan alamnya dengan fokus pada ekspor minyak dan gas Bumi (Migas) hingga batu baranya. Sementara China belum semaju sekarang mengingat tidak memiliki SDA yang memadai.
"Sementara itu sejak 1978 selalu sedikit lebih tinggi dibandingkan Tiongkok," katanya.
Namun 1998 tepatnya saat krisis moneter, ekonomi Indonesia langsung anjlok. Di sisi lain, Tiongkok justru terus berbenah dan mulai fokus membangun industrinya. Sebab Negeri Tirai Bambu itu sadar jika mereka tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia.
"Namun sejak 1998 GDP Indonesia turun drastis bahkan tertinggal (dari Tiongkok)," kata Hammam.
Karena kerja keras itulah saat ini GDP per kapita China sudah mencapai USD8.000 miliar. Bahkan kini China sedang menyongsong GDP per kapitanya mencapai USD12.000 miliar.
Sementara Indonesia, jangankan untuk mengejar negara maju, untuk mengejar GDP China pun masih sangat jauh. Sebab GDP per kapita Indonesia masih di bawah USD4.000 miliar.
"Saat ini Tiongkok mencapai USD8.000 miliar menuju threshold USD12.000. Saat GDP Indonesia di bawah Tiongkok pada tahun 1998 dengan transformasi industri berawal di akhir dan akhir di awal mulai dijalankan di Indonesia. Namun ini dihentikan oleh IMF dan GDP Indonesia tidak pernah mengejar GDP per kapita Tiongkok," jelasnya.
Melihat kunci keberhasilan kedua negara tersebut, Dia mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus membangun kembali industrinya. Sehingga ekspor Indonesia tidak lagi bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA) dan produk-produk mentah.
"Melihat kunci keberhasilan Korsel dan Tiongkok dengan membangun kemampuan industrinya dengan teknologinya sendiri," kata Hammam.
Sumber: