Begini Ancaman Nyata dari RRC (2) Sebuah Opini Asyari Usman
Kata Pengantar: Tulisan ini cukup panjang, tapi memang perlu. Agar kita bisa memahami ancaman RRC secara komprehensif. Disajikan dalam dua bagian
Oleh: Asyari Usman
RRC memerlukan pasar yang sangat besar karena produksi mereka sangat besar. Pasar besar itu sudah ada. Tapi masih perlu diamankan supaya betul-betul menjadi milik mereka. Dalam rangka mengamankan pasar itulah, RRC mengajak sekitar 70 negara untuk ikut proyek One Belt One Road (OBOR) yang kemudian dinamakan Belt and Road Initiative (BRI). Tak salah disebut ‘jalur sutra gaya baru’ (JSGB). Indonesia sekarang resmi menyerahkan lehernya kepada RRC lewat OBOR.
China tidak hanya membawa dagangannya ke mancanegara, tetapi juga menawarkan pembangunan infrastruktur untuk ekspor dan distribusi produk mereka. Infrastruktur itu dibiayai dengan uang pinjaman dari mereka. Mereka yang mengerjakannya. Termasuk pembangunan pelabuhan, jalan tol, bandara, dan pusat-pusat industri untuk pabrik-pabrik milik China.
Semua negara tergiur. Sekaligus terkicuh. Tergiur, karena janji-janji China tentang manfaat proyek infrastruktur itu. Terkicuh, karena sejumlah negara lemah terjerembab ke dalam perangkap utang RRC. Ini memang tujuan mereka. Begitu terjebak, negara-negara itu tak sanggup membayar cicilan. Dibuatlah ‘deal’: proyek-proyek itu diserahkan kepada RRC selama sekian puluh tahun.
Dari sinilah bermula hegemoni langsung China di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Mereka akan punya banyak pusat industri di negara kita. Ribuan jenis produk dibuat. Fasilitas distribusi mereka bangun dan itu adalah utang negara kita. Sejalan dengan perkembangan ini, RRC sangat mungkin akan mengatakan mereka perlu membawa orang-orang China untuk bekerja di pabrik-pabrik mereka. Ingat, di RRC ada 90 juta penganguran.
Setelah sekian tahun, dimunculkanlah keperluan untuk menjaga sendiri proyek-proyek vital RRC. Sekitar setahun yang lalu (Juli 2018) pernah terungkap ke publik kerjasama Polres Ketapang di Kalbar dengan kepolisian RRC. Sampai-sampai dibuat kantor polisi bersama yang menggunakan papan nama beraksara China. Walaupun Kapolres dicopot, tetapi kita telah menyaksikan betapa mudahnya RRC “mengukur” mentalitas pejabat Indonesia.
Ada contoh kerawanan lain. Masih ingat beberapa warga China bisa bertani cabai di kawasan Kabupaten Bogor? Entah bagaimana, mereka bisa mendapatkan lahan empat hektar untuk bertanam cabai. Hanya karena ada bakteri yang terkandung di cabai itu, baru kemudian ada tindakan dari beberapa instansi terkait.
Lalu, coba juga ingat kasus seorang WNA China yang bisa mendapatkan e-KTP meskipun ada kolom yang menjelaskan dia warganegara RRC. Tapi, bukan tidak mungkin orang ini (namanya Guohui Chen) bisa melakukan lobi-lobi agar status kewarganegaraannya diubah atau dihapus. Inilah antara lain kerawanan di pihak instansi dan para pejabat Indonesia.
Kita lanjutkan lagi. Kalau kehadiran ekonomi RRC sangat besar di negara ini, sangat mungkin mereka merasa perlu membawa pasukan pengamanan sendiri. Yang paling siap dan bisa cepat dikirim adalah militer. Ingat angka militer RRC? Ada 2.7 juta tentara yang sebagian besar ‘menganggur’.
Apa salahnya dikirim beberapa belas ribu personel untuk menjaga proyek-proyek vital RRC di Indonesia? Di sini kita bicara jangka panjang. Mungkin 20-25 tahun yang akan datang. Ketika orang seusia saya hari ini, juga para pejabat eksekutif dan legislatif yang ada sekarang ini, sudah berada di alam kubur semua.
Kalau sudah ribuan atau belasan ribu yang bertugas di negara kita ini, tentulah ada keperluan khusus. Perlu fasilitas sendiri yang ‘dikuasai’ sendiri. Mula-mula nantinya diusulkan pangkalan militer kecil saja dulu di sebuah pulau. Bisa diperbesar sesuai keperluan.
Ada ribuan pulau yang masih kosong. Apa beratnya menyerahkan satu-dua pulau? Bukankah kita punya 17,000 pulau? Apalagi nanti yang mengendalikan negara ini adalah anak-anak milenial hari ini, yang pikirannya sudah ‘terbuka’ dan sudah ‘tunduk’.
Sekarang, coba ingat angka konsumsi gas dan batubara RRC. Diprediksikan, mereka harus mengimpor 150 miliar meter kubik gas dari kebutuhan 300 miliar kubik per tahun. Indonesia adalah eksporter gas kedua terbesar di Asia. Masuk 10 besar dunia.
Cadangan gas kita ada sekitar 4 triliun meter kubik. China sudah tahu ini. Tidak perlu ragu mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan muslihat untuk mengkooptasi cadangan gas yang sangat besar ini. Proyek OBOR, kekuatan uang, dan kekuatan militer RRC bisa menggiring Indonesia untuk “menjual” simpanan gas kepada Beijing.
Begitu juga batubara. RRC perlu mengimpor 1 miliar ton per tahun. Cadangan batubara (cadangan itu artinya siap untuk ditambang) di bumi Indonesia ini ada 37 miliar ton. Sedangkan sumberdaya batubara (yang bisa berubah menjadi cadangan) sangat besar, yaitu 166 miliar ton. Total persediaan menjadi 200 miliar ton lebih. Sangat menjanjikan, bukan?
Nah, ada cadangan gas dan batubara yang sangat besar di perut bumi Indonesia. Sangat menggiurkan bagi RRC. Pasti. Dan, kalau rezim yang ada ini terus berkuasa, semakin mudahlah China mendapatkan kedua cadangan energi ini. Paling tidak melalui “debt repayment scheme” (skema cicil utang, DRS). Yakni, untuk membayar utang proyek OBOR yang telah ditandatangani.
Tidak pun dengan cara DRS, tetap saja China akan mempelototi cadangan energi kita yang gurih itu. Tak tertutup kemungkinan RRC akan menggunakan “last resort” (cara terakhir) mereka. Yaitu, kekuatan militer. Apakah ini hanya mitos? Sama sekali tidak.
Di masa depan, RRC bisa saja cari gara-gara untuk mengklaim pulau Natuna yang sejauh ini telah menyuplai keperluan gas Singapura. “Ah, si penulis ini terlalu jauh,” kata Anda kepada saya. Itu pertanda Anda sangat percaya kepada China.
Anda lupa bagaimana RRC menduduki Tibet dan Turkistan Timur yang kemudian mereka beri nama Xinjiang. Wilayah yang semula berpenduduk mayoritas suku Uigur itu, sekarang menjadi daerah pendudukan (occupied territory) yang mayoritas dihuni oleh etnis Han. Suku Han dipindahkan besar-besaran oleh China antara 1950-1970. Hari ini Uigur menjadi minoritas.
Begitulah cara RRC mencaplok. Tibet mereka ambil paksa pada 1951. Tentara Rakyat Cina melancarkan penyerbuan atas perintah Mao Tse Tung dengan doktrin komunisme.Mungkinkah RRC berani menyerbu Indonesia? Saya sendiri berharap itu tidak terjadi. Tetapi, China tidak bisa dipercaya. Dalam situasi sulit, khususnya dalam hal energi, semua opsi akan terbuka. Tidak ada yang bisa dipastikan tak akan terjadi.
Inilah bentuk potensi ancaman RRC terhadap Indonesia. Potensi itu sangat nyata. Cuma, tidak akan segera menjadi kenyataan sebagai mana dulu China menyerbu Tibet dan Tukistan Timur (Xinjiang).
Untuk sementara ini, RRC akan menaklukkan Indonesia melalui perangkap utang atau diplomasi utang. Proyek-proyek OBOR di Indonesia adalah pintu masuk yang sangat menyenangkan bagi China.
(Penulis adalah wartawan senior) (jft/SuaraMerdeka)
China tidak hanya membawa dagangannya ke mancanegara, tetapi juga menawarkan pembangunan infrastruktur untuk ekspor dan distribusi produk mereka. Infrastruktur itu dibiayai dengan uang pinjaman dari mereka. Mereka yang mengerjakannya. Termasuk pembangunan pelabuhan, jalan tol, bandara, dan pusat-pusat industri untuk pabrik-pabrik milik China.
Semua negara tergiur. Sekaligus terkicuh. Tergiur, karena janji-janji China tentang manfaat proyek infrastruktur itu. Terkicuh, karena sejumlah negara lemah terjerembab ke dalam perangkap utang RRC. Ini memang tujuan mereka. Begitu terjebak, negara-negara itu tak sanggup membayar cicilan. Dibuatlah ‘deal’: proyek-proyek itu diserahkan kepada RRC selama sekian puluh tahun.
Dari sinilah bermula hegemoni langsung China di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Mereka akan punya banyak pusat industri di negara kita. Ribuan jenis produk dibuat. Fasilitas distribusi mereka bangun dan itu adalah utang negara kita. Sejalan dengan perkembangan ini, RRC sangat mungkin akan mengatakan mereka perlu membawa orang-orang China untuk bekerja di pabrik-pabrik mereka. Ingat, di RRC ada 90 juta penganguran.
Setelah sekian tahun, dimunculkanlah keperluan untuk menjaga sendiri proyek-proyek vital RRC. Sekitar setahun yang lalu (Juli 2018) pernah terungkap ke publik kerjasama Polres Ketapang di Kalbar dengan kepolisian RRC. Sampai-sampai dibuat kantor polisi bersama yang menggunakan papan nama beraksara China. Walaupun Kapolres dicopot, tetapi kita telah menyaksikan betapa mudahnya RRC “mengukur” mentalitas pejabat Indonesia.
Ada contoh kerawanan lain. Masih ingat beberapa warga China bisa bertani cabai di kawasan Kabupaten Bogor? Entah bagaimana, mereka bisa mendapatkan lahan empat hektar untuk bertanam cabai. Hanya karena ada bakteri yang terkandung di cabai itu, baru kemudian ada tindakan dari beberapa instansi terkait.
Lalu, coba juga ingat kasus seorang WNA China yang bisa mendapatkan e-KTP meskipun ada kolom yang menjelaskan dia warganegara RRC. Tapi, bukan tidak mungkin orang ini (namanya Guohui Chen) bisa melakukan lobi-lobi agar status kewarganegaraannya diubah atau dihapus. Inilah antara lain kerawanan di pihak instansi dan para pejabat Indonesia.
Kita lanjutkan lagi. Kalau kehadiran ekonomi RRC sangat besar di negara ini, sangat mungkin mereka merasa perlu membawa pasukan pengamanan sendiri. Yang paling siap dan bisa cepat dikirim adalah militer. Ingat angka militer RRC? Ada 2.7 juta tentara yang sebagian besar ‘menganggur’.
Apa salahnya dikirim beberapa belas ribu personel untuk menjaga proyek-proyek vital RRC di Indonesia? Di sini kita bicara jangka panjang. Mungkin 20-25 tahun yang akan datang. Ketika orang seusia saya hari ini, juga para pejabat eksekutif dan legislatif yang ada sekarang ini, sudah berada di alam kubur semua.
Kalau sudah ribuan atau belasan ribu yang bertugas di negara kita ini, tentulah ada keperluan khusus. Perlu fasilitas sendiri yang ‘dikuasai’ sendiri. Mula-mula nantinya diusulkan pangkalan militer kecil saja dulu di sebuah pulau. Bisa diperbesar sesuai keperluan.
Ada ribuan pulau yang masih kosong. Apa beratnya menyerahkan satu-dua pulau? Bukankah kita punya 17,000 pulau? Apalagi nanti yang mengendalikan negara ini adalah anak-anak milenial hari ini, yang pikirannya sudah ‘terbuka’ dan sudah ‘tunduk’.
Sekarang, coba ingat angka konsumsi gas dan batubara RRC. Diprediksikan, mereka harus mengimpor 150 miliar meter kubik gas dari kebutuhan 300 miliar kubik per tahun. Indonesia adalah eksporter gas kedua terbesar di Asia. Masuk 10 besar dunia.
Cadangan gas kita ada sekitar 4 triliun meter kubik. China sudah tahu ini. Tidak perlu ragu mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan muslihat untuk mengkooptasi cadangan gas yang sangat besar ini. Proyek OBOR, kekuatan uang, dan kekuatan militer RRC bisa menggiring Indonesia untuk “menjual” simpanan gas kepada Beijing.
Begitu juga batubara. RRC perlu mengimpor 1 miliar ton per tahun. Cadangan batubara (cadangan itu artinya siap untuk ditambang) di bumi Indonesia ini ada 37 miliar ton. Sedangkan sumberdaya batubara (yang bisa berubah menjadi cadangan) sangat besar, yaitu 166 miliar ton. Total persediaan menjadi 200 miliar ton lebih. Sangat menjanjikan, bukan?
Nah, ada cadangan gas dan batubara yang sangat besar di perut bumi Indonesia. Sangat menggiurkan bagi RRC. Pasti. Dan, kalau rezim yang ada ini terus berkuasa, semakin mudahlah China mendapatkan kedua cadangan energi ini. Paling tidak melalui “debt repayment scheme” (skema cicil utang, DRS). Yakni, untuk membayar utang proyek OBOR yang telah ditandatangani.
Tidak pun dengan cara DRS, tetap saja China akan mempelototi cadangan energi kita yang gurih itu. Tak tertutup kemungkinan RRC akan menggunakan “last resort” (cara terakhir) mereka. Yaitu, kekuatan militer. Apakah ini hanya mitos? Sama sekali tidak.
Di masa depan, RRC bisa saja cari gara-gara untuk mengklaim pulau Natuna yang sejauh ini telah menyuplai keperluan gas Singapura. “Ah, si penulis ini terlalu jauh,” kata Anda kepada saya. Itu pertanda Anda sangat percaya kepada China.
Anda lupa bagaimana RRC menduduki Tibet dan Turkistan Timur yang kemudian mereka beri nama Xinjiang. Wilayah yang semula berpenduduk mayoritas suku Uigur itu, sekarang menjadi daerah pendudukan (occupied territory) yang mayoritas dihuni oleh etnis Han. Suku Han dipindahkan besar-besaran oleh China antara 1950-1970. Hari ini Uigur menjadi minoritas.
Begitulah cara RRC mencaplok. Tibet mereka ambil paksa pada 1951. Tentara Rakyat Cina melancarkan penyerbuan atas perintah Mao Tse Tung dengan doktrin komunisme.Mungkinkah RRC berani menyerbu Indonesia? Saya sendiri berharap itu tidak terjadi. Tetapi, China tidak bisa dipercaya. Dalam situasi sulit, khususnya dalam hal energi, semua opsi akan terbuka. Tidak ada yang bisa dipastikan tak akan terjadi.
Inilah bentuk potensi ancaman RRC terhadap Indonesia. Potensi itu sangat nyata. Cuma, tidak akan segera menjadi kenyataan sebagai mana dulu China menyerbu Tibet dan Tukistan Timur (Xinjiang).
Untuk sementara ini, RRC akan menaklukkan Indonesia melalui perangkap utang atau diplomasi utang. Proyek-proyek OBOR di Indonesia adalah pintu masuk yang sangat menyenangkan bagi China.
(Penulis adalah wartawan senior) (jft/SuaraMerdeka)