Pengamat Siber dan pakar IT Kalsel Andi Riza.

10Berita, BANJARBARU - Mulai 22 Mei pemerintah memberlakukan pembatasan akses ke beberapa media sosial di Indonesia, diantaranya adalah Facebook, Whatsapp, dan Instagram. Tujuannya mencegah penyebaran hoax yang masif di masyarakat.
Pengguna media sosial tersebut kesulitan untuk mengunggah foto, video, dan voice, dalam jangka waktu pembatasan yang belum ditentukan tapi dijanjikan oleh Menkominfo hanya berlaku sementara.
Pengamat Siber dan pakar IT Kalsel Andi Riza mengatakan, hal ini banyak Kerugiannya, sekilas hal ini bertujuan baik, tapi imbasnya merugikan masyarakat. "Ibarat membakar lumbung untuk membunuh tikus.
Dengan di dibatasi akses ke media sosial, maka masyarakat yang memanfaatkannya untuk berjualan secara online pasti menjadi pihak yang kena dampak negatifnya.
Mereka kesulitan memasarkan produknya, apalagi biasanya mereka berjualan secara live di media sosial atau memajang foto dan video produk-produknya," katanya.
Masih menurut dia, Pihak lainnya yang dirugikan adalah yang biasa menggunakan media sosial sebagai komunikasi pekerjaan. "Salah satu teman di Rumah Sakit di Berabai kesulitan berkoordinasi dengan Dokter-dokternya karena biasanya hasil analisa seperti rontgen dikirim fotonya via Whatsapp. Pun dengan bidang-bidang pekerjaan yang lain, misalnya untuk komunikasi dan koordinasi di Perusahaan. Imbas lainnya masyarakat akan kesulitan mencari sumber lain sebagai pembanding fakta kejadian yang ada," katanya.
Dengan di blokirnya media sosial, maka sumber yang ada otomatis hanya dari Pemerintah. Ini jadi semacam menutup informasi publik padahal UUD pasal 28 F mengatakan : "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Dikatakannya lebih lanjut, Dampak Negatif --- Dengan ditutupnya akses ke media sosial, masyarakat otomatis mencari jalan untuk menembus pemblokiran tersebut. Cara yang paling umum adalah menggunakan VPN (Virtual Private Network).
VPN adalah membuat jalur lain didalam jalur internet yang ada. Misalnya, jika selama ini Anda akses internet melalui Provider di Indonesia, maka ketika jalur ini di blokir dan Anda menggunakan VPN, maka akan dibuka 'terowongan' baru didalam jalur internet yang ada yang menghubungkan Anda dengan server di luar negeri, dari situ baru lanjut ke akses internet.
"Jadi dengan VPN, seolah-olah Anda melakukan akses dari server di Luar Negeri, itu sebabnya pembatasan yang ada di Indonesia menjadi tidak berlaku. Hal ini menjadi solusi mudah untuk menembus pembatasan Pemerintah, tapi tentu ada dampak negatifnya," katanya.
Dengan melewati terowongan VPN maka akses Anda lebih rentan di sadap dan diretas oleh pihak lain, terutama jika pembuatan VPN adalah pihak yang kurang bisa dipercaya.
Mereka sengaja menyediakan jalur VPN secara gratis untuk mengumpulkan informasi dan data-data penggunanya. Selain penyadapan, pengguna VPN yang tidak terpercaya juga rentan untuk disusupi Malware.
Solusinya, carilah informasi penyedia VPN yang aman dan terpercaya, atau biasanya penyedia VPN berbayar. Dampak lainnya berkaitan dengan Program Anti Pornografi yang sudah digencarkan oleh Pemerintah sendiri dan Aktivis Internet Sehat.
Dengan semakin banyaknya masyarakat awam yang akhirnya tahu cara menggunakan VPN, maka pemblokiran akses ke situs-situs pornografi menjadi tidak berguna.
Jika sebelumnya hanya orang-orang tertentu saja yang bermain-main VPN untuk akses ke situs-situs itu, sekarang orang awam pun bisa melakukan hal yang sama, menjebol blokir dan mendapat akses tanpa batas ke situs-situs terlarang, baik pornografi, perjudian, bahkan situs Teroris sekalipun. Sebaiknya Pemerintah melakukan pemblokiran secara selektif, bukan dipukul rata seperti sekarang ini.
(banjarmasinpost.co.id/niakurniawan)