OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 27 Mei 2019

Kerusuhan 22 Mei, Mereka Tak Ada Kabar Setelah Ditangkap Polisi

Kerusuhan 22 Mei, Mereka Tak Ada Kabar Setelah Ditangkap Polisi

 


10Berita, Beberapa warga Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, mendatangi Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mencari kerabat mereka yang hilang sejak kerusuhan 22 Mei hingga ke 23 Mei lalu.

Mereka mendatangi kantor polisi karena mendapat kabar anggota keluarganya itu ditangkap.

Salah satunya adalah keluarga Arya alias Iyo, pengojek online asal Kampung Bali. “Tak ada satu pun yang mengetahui. Saya seperti dilempar-lempar. Saya datangi Dirkrimum (Direktorat Kriminal Umum), lalu dilempar ke Tahti (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti), tapi terus dilempar dan katanya tidak ada,” kata kerabat Iyo, Sabtu lalu.

 Sebelumnya, puluhan anggota Brigade Mobil menyisir Kampung Bali dan Kebon Kacang untuk mencari para provokator dan pelaku kerusuhan di depan kantor Bawaslu. Sejumlah penduduk menyebutkan, salah satu warga yang dibawa polisi adalah Iyo. Ia ditangkap saat tengah beristirahat di sebuah gubuk di Jalan Kampung Bali XVII.

Ketua Rukun Tetangga 02/Rukun Warga 09, Kelurahan Kampung Bali, Winda Devianti, membenarkan sejumlah warganya ditangkap oleh polisi. Bahkan ia melihat langsung penangkapan dan pemukulan terhadap Iyo. “Saat dibawa polisi, wajah Iyo sudah berlumuran darah,” kata Winda.

Dia berusaha meyakinkan polisi bahwa Iyo tidak terlibat. Tapi upayanya itu tidak digubris. “Yang saya tahu, dia ditangkap karena di dalam handphone-nya ada foto-foto kerusuhan yang di-upload,” ujar Winda. “Padahal anak-anak di sini justru berjaga untuk menghalau massa masuk wilayah sini.”

 Seorang warga, usia 40 tahun, juga menyebutkan korban kekerasan polisi saat penyisiran Kampung Bali. Korban pertama adalah penjaga warung makan bernama Amat yang wajahnya luka akibat dipukuli polisi yang mengejar massa ke Kampung Bali.

Seorang pemuda bernama Ando juga ditangkap polisi saat berada di Jalan Kebon Kacang XXVI. “Mereka diminta menunjukkan arah massa kabur,” kata dia.

Kepolisian telah merilis 10 nama yang dituduh menjadi provokator dan pelaku kerusuhan asal Kampung Bali. Empat orang di antaranya ditangkap, dan dihajar, digebuki dengan pentungan atau senjata, hingga ditendang, di depan Masjid Al Huda, yaitu Andre alias Andri Bibir, Markus, Lubis, dan Jurianto. Kepolisian mengklaim memiliki bukti kuat untuk menangkap para tersangka.

Kepolisian juga mengklaim telah memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan untuk memeriksa prosedur operasional standar penanganan kerusuhan dan penangkapan para tersangka. Mereka berdalih akan memberikan hukuman kepada anggotanya yang melanggar aturan. Bahkan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengklaim akan membentuk tim independen bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Setara Institute.

Anggota Komnas HAM, Chairul Anam, menilai lembaganya tak berniat untuk bergabung dengan kepolisian.

Dia mengklaim Komnas HAM memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan investigasi independen. “Pengawasan independen lebih baik. Khususnya dalam konteks peristiwa terbuka dan melibatkan kepolisian sendiri," kata Anam.

Sejumlah lembaga juga menilai adanya pelanggaran yang dilakukan kepolisian dalam penanganan buntut kerusuhan 22 Mei di depan kantor Bawaslu dan sekitarnya. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengklaim akan melakukan investigasi independen dengan membuka kesempatan kepada keluarga yang anggotanya mengalami kekerasan oleh anggota TNI atau Polri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyoroti banyaknya korban anak-anak dalam peristiwa 21-23 Mei lalu.

sumber: tempo