Ilustrasi perang dagang AS-China. (Shutterstock)

10Berita, Perang dagang antara dua negara adidaya Amerika Serikat dan China masih berlanjut hingga saat ini. Ketegangan tersebut seolah tidak ada habis-habisnya dan justru malah semakin memanas.
Ketegangan berdampak pada berbagai sektor bisnis dan perdagangan. Bahkan, gak cuma berdampak pada kedua negara, tapi juga ke negara-negara lainnya. Penjualan produk-produk ternama hingga saham perusahaan raksasa perlahan tergerus.
Kondisi yang semakin parah tak membuat kedua pemimpin negara, Donald Trump dan Xi Jinping berdamai. Keduanya malah saling meningkatkan kekuatan dan menunjukkan kedigdayaannya di mata dunia.
Lantas bagaimana awal terjadinya perang dagang tersebut? Lalu, bisnis apa yang terdampak?

Awal mula perang dagang

Ilustrasi perang dagang AS-China. (Shutterstock)
Dikutip dari berbagai sumber, genderang perang dagang dimulai lebih dulu oleh Presiden Donald Trump pada Juli 2018 lalu. Ia melancarkan serangan pertamanya dengan meningkatkan bea produk China yang masuk ke Amerika Serikat. Produk-produk tersebut di antaranya seperti baja, besi dan alumunium yang kemudian dikenakan kenaikan tarif oleh Trump sebesar 25 persen.
Latar belakangnya adalah karena banyak perusahaan yang dirugikan akibat kebijakan Beijing. Salah satunya adalah dalam hal pelanggaran hak cipta dan kekayaan intelektual. China dinilai telah terlalu banyak membuat barang imitasi yang jelas-jelas menggerus pendapatan perusahaan-perusahaan AS.
Trump merasa memiliki landasan hukum yang kuat dalam melancarkan serangan ini, yaitu UU Perdagangan Tahun 1974 bagian 301. Dalam Undang-Undang itu dijelaskan kalau ada suatu negara yang melakukan aksi yang dapat merugikan perekonomian, maka AS berhak mempertahankan diri dengan memberlakukan tarif secara sepihak.
China pun tak tinggal diam, mereka akhirnya juga menerapkan tarif bea masuk tambahan senilai US$ 34 miliar untuk produk-produk AS seperti otomotif, kedelai, dan chip komputer.

Industri-industri yang terdampak perang dagang

Ilustrasi perang dagang AS-China. (Shutterstock)

1. Otomotif

Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China memberikan dampak pada industri otomotif. Sebab, kebijakan impor masing-masing negara telah diperbaharui dan disesuaikan dengan sentimen masing-masing. Sebut saja China, sebelumnya mereka telah meningkatkan tarif produk otomotif Amerika Serikat yang masuk ke negaranya sebesar 40 persen. Gak cuma itu saja, China juga memberlakukan tarif sebesar 25 persen untuk suku cadang buatan AS yang masuk ke negaranya.
Di satu sisi, sebagian besar produk otomotif di AS juga menggunakan suku cadang yang berasal dari China. Untuk mendatangkan barang-barang tersebut, perusahaan AS harus membayar tarifnya dalam jumlah besar.
Perusahaan yang terkena dampak salah satunya adalah Tesla. Perusahaan mobil listrik ini harus merasakan pahitnya beban perang tarif antar dua negara adidaya itu. Karena beberapa komponen mobil bentukan Elon Musk itu diimpor dari China, maka otomatis biaya produksi satu buah mobil listrik akan melonjak. Tesla pun akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga jual untuk Model S dan X sebesar US$ 20.000 atau Rp 287 jutaan per unitnya.

2. Teknologi komputer

Sama halnya dengan otomotif, produsen komputer maupun elektronik di AS juga banyak tergantung dengan China. Banyak perusahaan yang secara bisnis rentan terdampak perang dagang, sebut saja NVIDIA Corp, Intel Corp, hingga Apple.
NVIDIA dan Intel termasuk dalam asosiasi industri semikonduktor yang merupakan produsen chip. Tapi sayangnya, chip itu masih dalam keadaan mentah, dan untuk bisa menjadi sebuah produk yang mumpuni dan bisa digunakan, mayoritas mereka mengirimkannya ke China. Di China, chip tersebut akan mengalami perakitan, pengujian, dan pengemasan dalam sebuah produk jadi. Nah apesnya, Amerika juga menerapkan tarif bea masuk untuk barang-barang yang berasal dari China. Alhasil, NVIDIA dan Intel lagi-lagi harus membayar dengan tarif berlebih.
Apple adalah produk yang paling parah terdampak perang dagang. Karena, seperti yang kita ketahui, meski brand ini buatan AS, tapi pabrik perakitannya ada di China. Otomatis hal ini sangat berdampak pada penjualan mereka. Gak cuma itu saja, Apple bahkan sempat diboikot di China hingga mengakibatkan penurunan penjualan serta anjloknya harga saham.

3. Agrikultur

Dampak juga terasa pada sektor pertanian dan peternakan Amerika Serikat. China merupakan salah satu klien terbesar keempat AS dalam hal perdagangan hasil-hasil pertanian dan peternakan. Produk-produk yang paling sering dikirim ke China adalah kedelai, kacang-kacangan kasa, kulit, kapas, dan produk olahan babi.
Sebelum ketegangan muncul, produk-produk tersebut dibeli dengan jumlah besar oleh pemerintah China. Tujuannya tentu saja untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Tapi sayangnya, sejak genderang perang diumumkan, China menaikkan tarif tambahan untuk produk pertanian AS yang masuk. Alhasil kini, para petani-petani Amerika pun merasakan dampak keuntungan yang menurun.
Perdagangan lobster AS juga terkena dampaknya. Pemerintah China telah menetapkan tarif impor tambahan sebesar 25 persen untuk produk lobster. Alhasil para pemilik tambak lobster keteteran, dan terpaksa melakukan pengurangan karyawan besar-besaran demi menjaga bisnis tetap berjalan.

Perusahan-perusahaan besar yang terdampak

Logo di sebuah mobil produksi Ford. (Shutterstock)
Apa yang dimulai oleh Trump ternyata justru tidak memberikan dampak positif bagi perusahaan-perusahaan AS. Buktinya, ada lebih dari ratusan perusahaan yang mengalami beban produksi yang meningkat, penurunan penjualan, serta anjloknya harga pasar mereka. Berikut ini beberapa perusahaan besar yang terkena dampak perang dagang seperti dikutip dari reason.com,
  • Apple, alami penurunan penjualan dan saham anjlok.
  • Boeing, harga saham anjlok karena adanya kekhawatiran China akan beralih ke produsen pesawat kompetitor mereka, Airbus.
  • Coca Cola, terpaksa meningkatkan penjualan demi mengimbangi biaya produksi akibat meningkatnya harga logam, material utama pengemasan produk mereka.
  • Ford, biaya produksinya meningkat hingga US$ 300 juta akibat meningkatnya harga baja dan alumunium.
  • Harley Davidson, terpaksa menaikkan harga demi menutupi biaya produksi yang mengakibatkan penurunan penjualan.
  • Vans, terpaksa meningkatkan harga penjualan sabuk karena kenaikkan tarif logam.
  • Moog, perusahaan alat musik ini terpaksa memangkas karyawannya karena biaya produksi yang meningkat.
Nah itu tadi beberapa dampak serius yang diakibatkan oleh perang dagang antara dua negara adikuasa di bidang ekonomi ini. Dampak tersebut tidak hanya membahayakan industri kedua negara, tapi juga terhadap nilai mata uang negara lainnya, termasuk Indonesia. (Editor: Ruben Setiawan)