Dr. Syahganda Nainggolan: Catur Politik Prabowo Subianto
Tentu ada friksi di sana. Ryamizar Ryacudu tidak terima. Dia mengatakan bahwa tidak ada gerakan bersenjata maupun ancaman pembunuhan pejabat politik nasional. Jokowi sendiri membiarkan silang sengketa elit kekuasaannya.
Luhut Panjaitan juga setengah membela. Dia mengatakan bahwa bukan Prabowo aktornya. Prabowo disesatkan pembisik-pembisiknya. Menurut Luhut, Prabowo adalah orang hebat dan patriot.
Di Indonesia sudah tidak ada kelompok yang tidak memihak, kecuali YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Kelompok ini beberapa saat sebelum pemilu, bersama beberapa lembaga pengurus Hak2Asasi Manusia, sudah mengatakan tidak akan mendukung Jokowi lagi, namun tidak akan memilih Prabowo.
Beberapa hari lalu YLBHI bersama beberapa lembaga HAM lainnya melakukan Konprensi pers 9 halaman PDF berisikan temuan awal investigasi mereka atas Tragedi Mei berdarah.
Dalam rilisnya mereka menyampaikan dua indikasi penting, yakni pertama terjadi indikasi pelanggaran HAM. Kedua, terjadi penyimpangan hukum.
(“Terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia. Terjadi penyimpangan dari hukum dan prosedur yang ada yaitu diantaranya KUHAP, Konvensi Anti Penyiksaan/CAT, Konvensi Hak Anak/CRC, Perkap 1/2009, Perkap 9/2008, Perkap 16/2006 tentang Penggunaan kekuatan, Perkap 8/2010, Perkap 8/2009. Sumber: ylbhi.or.id”)
Hasil investigasi YLBHI dkk ini sebuah indikator penting bergesernya posisi Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi ke arah negara otoriter. Sebenarnya indikator yang bersifat “high-politics” telah disinggung pengamat Indonesia (Indonesianis) Prof Aspinal dan Dr. Tom Power dari Australia, yang melukiskan rezim Jokowi sebagai “Neo-new Order”. Namun, keberingasan rezim Jokowi terhadap rakyatnya, dari investigasi YLBHI ini, baru nyata bulan Mei ini.
Sumber: Eramuslim