Salinan putusan Mahkamah Agung


10Berita - Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto yakin menang di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu senjatanya adalah putusan Mahkamah Agung (MA).
Bambang membeberkan senjata itu dalam bincang santai bersama Juru Bicara BPN, Vasco Ruseimy. Dialog itu diunggah Vasco di Instagram dan channel YouTube, Mancan Idealis.
Dalam video itu, Vasco bertanya, "Ada satu hal yang kuncian-kuncian yang kira-kira mereka ini ga bisa gerak lagi nih Pak misalnya?"
Bambang lalu menjawab bahwa salah satu pelanggaran kubu 01 adalah calon wakil presiden tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang pada Pasal 227 huruf p Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Alasannya, KH Ma'ruf Amin masih menjabat di BUMN saat mencalonkan diri. Ma'ruf diketahui menjadi ketua dewan pengawas di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.
Persoalannya, kedua bank syariah itu merupakan anak dari BUMN, yakni BNI dan Bank Mandiri. Terjadi perdebatan status anak perusahaan tersebut. Kubu 01 menyebut kedua bank syariah itu tidak termasuk BUMN karena sahamnya tidak disuntik langsung pemerintah.
"Ternyata, ada putusan Mahkamah Agung Nomor 21 Tahun 2017 ini hasil dari judicial review yang menyatakan bahwa anak perusahaan itu juga disebut sebagai BUMN," tegas Bambang Widjojanto.
"Clear itu Pak putusannya?" tanya Vasco Ruseimy.
"Itu clear. Kalau mau lebih jelasnya itu ada di dalam halaman 41 dari 43 halaman di putusan nomor 21 P/HUM/2017," ucap Bambang Widjojanto.
"Pak bacain dong pak. Apa isinya pak?" tanya Vasco lagi.
"Kalau ditafsir secara bebas begini, bentuk BUMN yang menjadi anak usaha BUMN tidak berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) biasa, namun tetap menjadi BUMN," kata Bambang.
Menurut mantan wakil ketua KPK itu, Ma'ruf Amin pejabat pengawas di anak cabang itu mewakili kepentingan BUMN. Dia dianggap representasi kepentingan BUMN. Apalagi, kedua bank itu juga masih tergolong BUMN.
Berdasarkan penelusuran Rakyatku.com, putusan yang dimaksud Bambang Widjojanto itu bernomor 21 P/HUM/2017.
Putusan itu terkait permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan
Perseroan Terbatas.
Permohonan itu diajukan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Yayasan Re-Ide Indonesia, Ahmad Redi, Suparji, dan Alfan Alfian.
Dalam putusannya, MA menolak permohonan tersebut. Kasus ini disidangkan Dr H Supandi (ketua), serta anggota Is Sudaryono SH MH dan Dr HM Hary Djatmiko. Kasus ini diputus pada 8 Juni 2017.
Dalam pertimbangan MA, ada beberapa yang relevan dengan gugatan Prabowo-Sandi ke MK, sebagai berikut:
- Bahwa PMN saham BUMN ke BUMN lainnya yang mengakibatkan BUMN menjadi anak perusahaan dari BUMN induk (Holding) dimungkinkan karena tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa terhadap BUMN yang menjadi anak perusahaan dari BUMN induk berubah menjadi Perseroan Terbatas, karena kepemilikan negara melalui perusahaan induk tetap diakui dengan memberikan hak istimewa sehingga kontrol (pengawasan) atas BUMN anak tetap dapat dilakukan oleh negara melalui BUMN induk dan tidak mereduksi maksud dari penguasaan negara dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana makna penguasaan negara yang ditunjuk dalam Putusan MK
Nomor 002/PUU-I/2003 yang merinci bentuk penguasaan negara dalam hal (1) mengadakan kebijakan (beleid), (2) melakukan pengurusan (bestuursdaad), (3) melakukan pengaturan (regelendaad), (4) melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan (5) melakukan pengawasan
(toezichthoudensdaad);
- Bahwa holdingisasi tidaklah sama dengan privatisasi karena privatisasi bertujuan salah satunya adalah memperluas kepemilikan masyarakat, namun dalam holdingisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2A ayat (2) kepemilikan saham mayoritas masih di tangan negara melalui BUMN induk dan dalam prakteknya holdingisasi beberapa BUMN pernah dilakukan pemerintah terhadap beberapa BUMN yang sejenis;
- Bahwa dengan demikian pasal 2A ayat (2) tidak bertentangan dengan pasal
1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN;
- Bahwa dalam Permohonan Para Pemohon mendalilkan Pasal 2A ayat (6) dan (7) bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;
- Bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan tersebut di atas, bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) saham negara di BUMN kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan bentuk BUMN yang menjadi anak usaha BUMN tidak berubah menjadi Perseroan Terbatas biasa, namun tetap menjadi BUMN maka ketentuan pasal 2A ayat (6) dan ayat (7) objek HUM a quo tidak bertentangan dengan Undang-Undang
sumber: RAKYATKU.COM