Perpecahan Katolik dan Protestant memicu perang berdarah Eropa
10Berita,S agama adalah sejarah umat manusia, begitu pernyataan joachim Wach dalam bukunya The comparative of study Religion. Dalam sejarah panjang ini gejolak konflik, perang, damai keretakan dalam agama lahir bermacam sekte-sekte dan seterunya. Perjalanan agama Kristen dari periode klasik hingga modern penuh dinamika.
Di daratan Eropa sejak abad ke-5 Gereja Katolik roma merupakan basis politik dan kebudayaan kekristenan yang amat dominan. Namun pada abad 15, gereja harus menerima kemajuan peradaban yang begitu pesat.
Selama periode abad pertengahan sampai era Renaissance dominasi gereja harus pupus di telan zaman. Banyak karya-karya ilmiah kaum intelektual yang merubah padangan hidup masyarakat benua biru tersebut. Dulu laut dianggap monster pemangsa di tepi dunia-kini pelayaran dan perdagangan di samudera sudah lazim bagi masyarakat.
Menjelang akhir abad pertengahan tragedi black death atau wabah pes menghantui penduduk eropa. Sekitar tahun 1347-1351,jumlah korban mencapai 75 juta jiwa. Sementara itu, aliansi politik tradisional antara pemimpin tertinggi gereja paus dengan raja-raja eropa mulai retak.
Runtuh peradaban abad pertengahan lahirlah era Renaissance diawali di italia. Pada periode ini otoritas gereja mulai goyang akibat ulah luther menentang praktik penjualan indulengsi yang dilakukan Paus dengan dewan kardinalnya.
Luther dengan nama asli Martin Luther dia seorang kristolog asal jerman berbekalan pendidikan magister hukum di universitas Erfurt, sejak usia 21 memutuskan hijrah menjadi biarawan ia berperilaku asketik rajin berdoa, puasa, bertapa menahan diri dari dingin tanpa selimut dan ritual sakramen lainnya.
Praktik indulengsi sendiri muncul ketika perang salib berkobar abad ke 11 dan 12. Gereja menjelaskan prinsip Indulengsi sebagai “ proses penghapusan siksa-siksa temporal di depan tuhan untuk dosa-dosa yang sudah diampuni”. Aturan ini, sudah tercantum dalam Katekismus gereja katolik 1471.
Seiring perjalanan waktu, para pemimpin Gereja memutuskan bahwa membayar sejumlah uang untuk proses indulgensi bisa dilakukan setiap orang, tidak hanya mereka yang terjun ke Perang Salib.
Selama beberapa abad berikutnya, penjualan indulgensi menyebar luas dan mencakup pengampunan dosa atas orang-orang yang sudah meninggal. Hal ini terutama diserukan dalam khotbah-khotbah biarawan Ordo Dominikan, John Tetzel.
Praktik jual beli indulgensi pun jadi jamak. Di bawah kepemimpinan Paus Leo X, Gereja meraup pemasukan besar dari umat yang kemudian dialokasikan untuk membangun kembali Basilika Santo Petrus di Roma. Luther memandang praktik tersebut sebagai perilaku korup. Dari sanalah 95 dalil Luther bermula.
Dalam sebuah debat publik di Leipzig pada 1519, Luther menyatakan bahwa “orang awam yang dipersenjatai kitab suci lebih unggul dari Paus beserta dewan kardinalnya.” Akibatnya, Luther langsung mendapat ancaman ekskomunikasi; tak boleh ikut sakramen.
Pada 1520, Luther menjawab ancaman tersebut dengan menerbitkan tiga risalah terpentingnya, yaitu "Seruan kepada Bangsawan Kristen" yang berpendapat bahwa semua orang Kristen adalah imam dan mendesak para penguasa untuk mengambil jalan Reformasi gereja. Kedua, "Tawanan Babilonia Gereja", yang mengurangi tujuh sakramen menjadi hanya dua berupa pembaptisan dan Perjamuan Kudus. Ketiga, "Tentang Kebebasan Seorang Kristen" yang mengatakan kepada orang-orang Kristen bahwa mereka sudah terbebas dari hukum Taurat yang kini telah digantikan ikatan cinta pada hukum tersebut.
Dewan Gereja pun terus memanggil Martin Luther, yang segera terlibat perdebatan sengit dengan para pemuka Gereja Katolik hingga dicap bidah dan sesat. Luther sempat melarikan diri ke Kastil Wartburg dan bersembunyi selama sepuluh bulan.
Gerakan Reformasi Luther menuntut menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke bahasa Jerman. Dampaknya luas, karena orang tidak lagi perlu bergantung pada seorang imam untuk membaca dan menafsirkan Alkitab. Walhasil, legitimasi para padri Katolik pun terancam tergerus.
Selain itu, Luther mengkampanyekan pendidikan universal untuk anak perempuan dan laki-laki di zaman ketika pendidikan hanya bisa diakses oleh orang kaya. Ia juga banyak menulis nyanyian rohani, traktat, berkhotbah tentang pandangan Reformasi dan melakukan serangkaian perjalanan hingga kematiannya pada 1546.
Namun, gerakan Reformasi yang melahirkan pecahan Kristen Protestan ternyata harus dibayar mahal. Serangkaian perang antara kubu Katolik Roma dan Reformis Protestan meletus pada 1524-1648.
Puncak dari konflik berdarah tersebut adalah Perang Tiga Puluh Tahun di Jerman antara 1618- 1648 yang menewaskan sekitar 7,5 juta jiwa. Konflik kedua kubu berakhir dengan perjanjian damai Westfalen. Tiga aliran Kristen akhirnya diakui: Katolik Roma, Lutheran, dan Calvinis.
Sumber : tirto.id/500-tahun-setelah-martin-luther-mengkritik-gereja-czj9