OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 27 Agustus 2019

Tolak Pindah Ibukota

Tolak Pindah Ibukota




10Berita -  PEMERINTAH yang "nekad" jalan sendiri untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan masih gonjang ganjing dan tidak meyakinkan rakyat. Presiden Jokowi seperti mengentengkan masalah. Memindahkan ibukota seperti memindahkan gudang.

Sebelum semua menjadi jelas baik urgensi dan kesiapannya, maka rakyat mesti menolak kepindahan ibukota tersebut.

Ada beberapa alasan yang wajar jika rakyat menolak, yakni:

Pertama, biaya besar Rp 400 triliun tidak mendapat penjelasan sumber. Hanya wacana ada dari APBN dan ada dari penjualan aset di Jakarta. Masalah penjualan aset tidak bisa begitu saja. Di samping persetujuan, siapa pembeli dan peruntukkan juga pertimbangan harga dan nilai strategis aset.

Kedua, hingga kini tidak ada pelibatan rakyat untuk pembahasan, dukungan dan persetujuan. DPR RI belum melangkah serius atau opsi referendum dengan meminta pandangan rakyat secara langsung.

Ketiga, kecurigaan publik belum terklarifikasi mengenai kepentingan asing dalam pemindahan ke Kalimantan. Program OBOR China melibatkan Kalimantan. Kini mengemuka sejarah keberadaan "Negara China" di Kalimantan.

Keempat, lokasi yang tidak jelas Kaltim atau Kalteng. Antar pejabat berbeda beda pernyataan. Ini artinya memang tidak ada penelitian yang seksama tentang kelayakan ibukota yang dimaksud. Mengambang.

Kelima, kesan politis lebih kuat ketimbang kebutuhan riel pemindahan. Pencitraan khas Jokowi lebih dominan. Kegagalan sekelas Esemka bisa terulang dari program yang awalnya seperti bagus. Jika memang dominan pencitraan.

Keenam, kesibukan rencana pemindahan Ibukota justru menimbulkan masalah pada kewilayahan lain yang tak serius difokuskan seperti kerusuhan Papua dan perjuangan pemisahan negara.

Ketujuh, ditinggalkan ibukota dari Jawa ke Kalimantan menimbulkan konfigurasi kewilayahan yang justru menjadi masalah baru seperti Bekasi Depok yang ingin bergabung dengan DKI Jakarta atau Referendum Jawa Barat dan Banten.

Kedelapan, alasan pemerataan kesejahteraan ekonomi dipertanyakan akurasinya. Pilihan ke Kalimantan justru tidak memeratakan Sumatera, Sulawesi, Maluku atau lainnya.

Jika dicari dasar penolakan tentu bisa lebih banyak lagi, karena janji-janji Presiden dahulu saja juga banyak yang tidak dijalankan dengan konsisten. Artinya tingkat kepercayaan publik tidak kuat. Presiden tidak berwibawa. Pemindahan ibukota membutuhkan kewibawaan dan kepercayaan prima seorang Kepala Negara oleh rakyatnya.

Oleh karena itu sebelum semua jelas, matang dan pasti tentang rencana pemindahan ini, maka sangat wajar jika rakyat menolak pemindahan tersebut. Khawatir justru agenda pemindahan tersebut justru lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya. 

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik

Sumber: RMOL