Tak Sejalan dengan Jokowi, PKS Tolak Revisi UU KPK
NASIONAL
ILUSTRASI. Surpres revisi UU KPK (Kokoh Praba/JPC)
10Berita – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat dengan adanya Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menerbitkan surat presiden (Surpres) guna pembahasan revisi tersebut.
Mananggapi hal tersebut, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera tegas menolak adanya Revisi UU KPK tersebut. Alasannya, revisi yang saat ini digulirkan ini telah melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
“Saya pribadi melihat jika revisi maka mesti revisi yang memperkuat KPK. Revisi yang melemahkan peran dan fungsi KPK mesti ditolak,” ujar Mardani kepada wartawan, Jumat (13/9).
Revisi UU KPK yang kini bergulir di Senayan adalah inisiatif DPR. Anggota DPR ini menilai revisi UU KPK itu tidak bersifat menguatkan KPK, maka perlu ditolak. Ada sejumlah poin yang dia soroti. Sepertinya KPK harus meminta izin apabila melakukan penyadapan.
Baginya hal ini sangat terlihat jelas ada upaya memperlemah lembaga yang lahir di era reformasi ini. Baginya KPK diperkuat akan didukung. Namun tidak sebaliknya jika diperlemah, Mardani menolaknya.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera
“Jika melihat pembatasan pengangkatan penyidik independen hingga kewajiban mendapat izin Dewan Pengawas untuk menyadap, plus waktu penyadapan maksimal tiga bulan, itu cenderung melemahkan KPK,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pandangannya mengenai Revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantaan Korupsi. Jokowi mengatakan setuju adanya revisi tersebut karena telah 17 tahun tidak diubah.
Jokowi berpandangan, KPK memerlukan Dewan Pengawas. Karena semua lembaga negara, presiden, Mahkamah Agung (MA), DPR bekerja dalam prinsip check and balances, dan saling mengawasi. Sehingga hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunakan kewenangan.
“Seperti presiden kan diawasi, diperiksa BPK dan diawasi DPR. Dewan Pengawas saya kira wajar dalam proses tata kelola yang baik,” ujar Jokowi
Selain itu, Jokowi berpandangan mengenai penyadapan KPK juga perlu mendapatkan izin dari dewan pengawas. Tidak perlu adanya izin dari kejaksaan.
Kemudian mengenai adanya surat penghentian penyidikan (SP3) bagi Presiden Jokowi sangat diperlukan dimiliki oleh KPK. Sebab penegakan hukum harus juga mengedepankan prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM). Termasuk juga untuk memberikan kepastian hukum.
Menurut Jokowi, kalau Revisi UU KPK yang dinisiasi DPR memberikan maksimal 1 tahun untuk KPK mengeluarkan SP3. Maka pemerintah meminta menjadi 2 tahun.
“Supaya memberikan waktu memadai KPK yang penting ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau pun tidak digunakan,” ungkapnya.
Sumber: Jawapos
NASIONAL
ILUSTRASI. Surpres revisi UU KPK (Kokoh Praba/JPC)
10Berita – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat dengan adanya Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menerbitkan surat presiden (Surpres) guna pembahasan revisi tersebut.
Mananggapi hal tersebut, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera tegas menolak adanya Revisi UU KPK tersebut. Alasannya, revisi yang saat ini digulirkan ini telah melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
“Saya pribadi melihat jika revisi maka mesti revisi yang memperkuat KPK. Revisi yang melemahkan peran dan fungsi KPK mesti ditolak,” ujar Mardani kepada wartawan, Jumat (13/9).
Revisi UU KPK yang kini bergulir di Senayan adalah inisiatif DPR. Anggota DPR ini menilai revisi UU KPK itu tidak bersifat menguatkan KPK, maka perlu ditolak. Ada sejumlah poin yang dia soroti. Sepertinya KPK harus meminta izin apabila melakukan penyadapan.
Baginya hal ini sangat terlihat jelas ada upaya memperlemah lembaga yang lahir di era reformasi ini. Baginya KPK diperkuat akan didukung. Namun tidak sebaliknya jika diperlemah, Mardani menolaknya.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera
“Jika melihat pembatasan pengangkatan penyidik independen hingga kewajiban mendapat izin Dewan Pengawas untuk menyadap, plus waktu penyadapan maksimal tiga bulan, itu cenderung melemahkan KPK,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pandangannya mengenai Revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantaan Korupsi. Jokowi mengatakan setuju adanya revisi tersebut karena telah 17 tahun tidak diubah.
Jokowi berpandangan, KPK memerlukan Dewan Pengawas. Karena semua lembaga negara, presiden, Mahkamah Agung (MA), DPR bekerja dalam prinsip check and balances, dan saling mengawasi. Sehingga hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunakan kewenangan.
“Seperti presiden kan diawasi, diperiksa BPK dan diawasi DPR. Dewan Pengawas saya kira wajar dalam proses tata kelola yang baik,” ujar Jokowi
Selain itu, Jokowi berpandangan mengenai penyadapan KPK juga perlu mendapatkan izin dari dewan pengawas. Tidak perlu adanya izin dari kejaksaan.
Kemudian mengenai adanya surat penghentian penyidikan (SP3) bagi Presiden Jokowi sangat diperlukan dimiliki oleh KPK. Sebab penegakan hukum harus juga mengedepankan prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM). Termasuk juga untuk memberikan kepastian hukum.
Menurut Jokowi, kalau Revisi UU KPK yang dinisiasi DPR memberikan maksimal 1 tahun untuk KPK mengeluarkan SP3. Maka pemerintah meminta menjadi 2 tahun.
“Supaya memberikan waktu memadai KPK yang penting ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau pun tidak digunakan,” ungkapnya.
Sumber: Jawapos