Kok Bisa Rekaman CCTV Pengrusakan Buku Merah KPK Beredar? Apa Tujuannya?
10Berita - Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaen mempertanyakan beredarnya video hasil rekaman cctv yang disebut-sebut berasal dari Ruang Kolaborasi lantai 9 gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sejumlah orang yang ada dalam video itu disebutkan merupakan penyidik KPK yang sedang melakukan aktivitas pengrusakan sebuah buku merah yang disebut-sebut berisi catatan transaksi keuangan perusahaan Basuki Hariman.
Basuki merupakan pengusaha impor daging yang sudah divonis 7 tahun penjara karena terbukti melakukan suap kepada Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Suap itu terkait uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam buku merah yang diklaim ditemukan oleh petugas KPK di salah satu kantor milik Basuki saat dilakukan penggeledahan, diduga tercatat nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebagai salah satu pihak yang pernah menerima aliran dana dari Basuki.
Namun kemudian, buku merah tersebut disebut-sebut telah dirusak oleh penyidik KPK yang berasal dari Kepolisian atas nama Harun dan Roland Ronaldy. Aktivitas Harun dan Roland saat melakukan pengrusakan buku merah itu terekam kamera pengintai yang ada di Ruang Kolaborasi lantai 9 gedung KPK.
Hasil rekaman cctv itulah yang kini tengah beredar di media sosial. Namun, dalam video tersebut, yang di dalam ruangan bukan hanya Harun dan Roland. Tapi juga ada penyidik KPK lainnya, yakni Ardian Rahayudi, Hendry Susanto Sianipar, dan Rufriyanto Maulana Yusuf.
Ferdinand mempertanyakan tujuan beredarnya video tersebut.
"Saya heran, koq bisa rekaman CCTV dari ruang @KPK_RI di lt 9 bisa beredar atau diedarkan oleh KPK. Apa tujuannya? Pembunuhan karakter? Membuka rahasia KPK?," tutur Ferdinand di twitter.
Menurut Ferdinand, jika apa yang ada dalam video tersebut benar adanya, justru hal itu akan semakin menegaskan bahwa di dalam KPK ada yang tidak beres dan semakin menguatkan argumen bahwa lembaga anti rasuah itu perlu pengawasan.
"Justru terjadinya peristiwa perusakan bukti itu (bila benar terjadi) adalah fakta sah di dalam KPK memang tidak beres. Perlu pengawasan," ujarnya. [demokrasi]