OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 19 Oktober 2019

Tidak Ada Parpol yang Jadi Oposisi, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Berpotensi Menjadi Oligarki

Tidak Ada Parpol yang Jadi Oposisi, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Berpotensi Menjadi Oligarki


10Berita, Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)- Ma'ruf Amin di periode kedua berpotensi oligarki, karena tidak ada partai politik yang menjadi oposisi, baik di legislatif maupun di eksekutif.     

Menurut dia, nantinya yang akan menjadi oposisi adalah rakyat sendiri melawan partai politik (parpol) di parlemen atau legislatif.

"Oligarki ini akan berpotensi besar muncul. Yang akan berhadap-hadapan langsung adalah rakyat dengan parlemen dan juga pemerintah," kata Pangi dalam sebuah diskusi di Kedai Tempo, Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).

Ia melanjutkan, akan sangat berbahaya apabila terjadi oligarki bagi kelangsungan bangsa dan negara, karena tidak ada lagi anggota legislatif di DPR yang menjadi kepanjangan tangan dari rakyat.

"Saya ingin katakan bahwa yang akan dengan cepat muncul adalah perpindahan oposisi dari partai politik menjadi masyarakat langsung. Artinya tidak ada lagi kepanjangan rakyat yang melihat para wakil-wakil rakyat mereka sudah satu komando atau oligarki," ujarnya.

Hal tersebut sudah bisa terlihat dalam parlemen. Apalagi nanti jika di level eksekutif itu tidak ada parpol yang menjadi oposisi.

Menurut Pangi, semuanya dapat dilihat dari komposisi jabatan  parlemen periode 2019-2024 dan bayang-bayang koalisi pemerintah. Apalagi jika Partai Gerindra, Demokrat, dan PAN betul-betul bergabung.

Oligarki dalam sistem perpolitikan akan menciptakan orang atau presiden yang berkuasa. Semuanya menjadi satu komando, baik di parlemen maupun pemerintah eksekutif.

Orang-orang di parlemen akan berubah fungsinya, bukan sebagai wakil rskyat, melainkan 'hanya tukang stempel' atau kepanjangan tangan partai politik.

"(Keadaan) negatif itu, amat bahaya. Bisa kres itu kalau nanti terjadi huru-hara atau chaos. Ini karena parlemen sendiri pelan-pelan dimatikan dia, akhirnya hanya menjadi stempel pemerintah," ujar Pangi.

Keadaan itu, dikatakan dia, akan berdampak kepada hubungan masyarakat dan parlemen sebagai satu konstituen yang tidak lagi bersinergi. Hal itu akan juga berpotensi melahirkan oposisi baru, yakni masyarakat sendiri.

"Ya sekarang sudah gitu, DPR tidak mewakili rakyat. Minimal selama ini kan pimpinan yang trush menyampaikan aspirasi rakyat. Sekarang sudah tidak bisa karena oligarki, dia garis komando. Kalau ketua umum perintah, maka yang lain diam," tuturnya.

"Gelombang gerakan masyarakat juga sudah mulai terlihat," sambungnya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu  menyarankan agar sebaiknya Jokowi dan parpol koalisi untuk tegas menolak partai yang bukan pengusungnya di pemilu 2019 lalu untuk masuk ke pemerintah atau kabinet.

"Oligarki ini segelintir elite. Elite-elite itulah tokoh-tokoh sentral, ketua umum, lingkaran-lingkaran DPP. Itu yang menjadi penentu," tegasnya.

Ia melihat ketegasan Jokowi itu amat diperlukan, terlebih khusus urusan kabinet merupakan hak prerogatif presiden.

"Ini kan terkesan di sisi lain memberi angin segar, tapi masih kurang tegas. Apalagi ada peran Megawati. Ini berarti bisa dibaca, bukan hak prerogatif namanya," tandasnya. []
Sumber: Akurat