Mahfud MD Bicara Soal Deradikalisasi, Haikal Hasan: Jangan Fokus di Situ, yang Berantakan Ekonomi
Haikal Hasan dan Mahfud MD - Youtube/Indonesia Lawyers Club
10Berita -- Ketua II PA 212 Haikal Hasan merespon pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD soal deradikalisasi.
Menurut Haikal Hasan, yang sedang darurat di Indonesia saat ini bukanlah radikal, tapi ekonomi dan keadilan.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Indonesia Lawyers Club Rabu (30/10/2019), Haikal Hasan tampak protes dengan pernyataan Mahfud MD.
"Saya mengawali dengan merespon apa yang disampaikan Pak Mahfud, kata-katanya dari awal sampai akhir bahwa kita menangkap betul seolah-olah ada darurat radikal, padahal kalau kita mau jujur, yang darurat itu darurat ekonomi, bukan darurat radikal," jelas Haikal Hasan.
Menurut Haikal Hasan, kita sama-sama tahu bahwa kata yang paling populer dalam pemerintahan Jokowi salah satunya adalah radikalisme.
"Dan kita tahu siapa sasarannya (radikalisme). Dari tadi beliau berkata sasarannya bukan umat islam, terus yang ditangkepin itu siapa?," kata dia.
Kemudian menurut Haikal Hasan, framing radikalnya baru diangkat berapa hari, dan langsung berkata akan mengawasi masjid-masjid yang terpapar radikal.
"Dan menteri agama juga menguatkan, gitu loh. Akan melihat dan mengawasi ustaz-ustaz yang terpapar radikal," jelasnya.
Haikal Hasan kemudian menjelaskan, pertama kali isu radikalisme muncul yaitu akibat dari daftar 200 mubaligh yang dikeluarkan Kementerian Agama.
"Pak Lumkan pada waktu itu (Menteri Agamanya), akhirnya keluar itu berita 20 daftar ulama penyebar hoax terpapar radikalisme. Lalu kemudian dicopy paste oleh satu situs Facebook yang dimiliki oleh generasi muda NU. Di situs itu ditulis 20 ustaz penebar paham islam radikalisme/wahbisme, nomor satu Abdul Somad, nomor 12 Haikal Hasan. Inilah penebar benih teror di Indonesia," bebernya.
Menurut Haikal Hasan, artikel itu kini sudah dihapus, setelah selama setahun lebih tidak dihapus.
Ia juga menambahkan, ternyata generasi muda NU itu mengutip sumber dari Duta Islam.com, dan ternyata dutaislam.com menulis 20 ustaz ngetop tidak masuk rekomendasi kemenag.
"Aan bahasanya itu semuanya baik. Dan menteri agama merespon baik, tapi akhirnya dikutip oleh situs lainnya. Dikutip dengan tambahan judul serem. Dan itu ditelan mentah-mentah oleh kementerian. Dan hari ini saya dicekal, sebabnya kasus itu. Label ustaz radikal menempel terus sampai sekarang, dan ini merugikan pekerjaan," ungkapnya.
Kemudian hal itu pun buru-buru di potong oleh Karni Ilyas agar tidak melebar.
"Kita balik ke tema lah," ujar Karni Ilyas.
Kemudian Haikal Hasan mengatakan kalau penyebabnya yakni karena kemiskinan dan ketimpangan.
Untuk itu, menurutnya ia tidak akan pernah memuji Presiden Jokowi.
"Kata Pak Ali ini presiden luar biasa, di luar dipuji di dalam nggak. Pak Ali Ngabalin, saya tidak akan pernah bisa memuji Pak Jokowi, karena beliau janjinya waktu kampanye 7 persen, tapi kenyataannya 5 persen pertumbuhan ekonomi, mau mujinya di mana? Jadi mohon maaf kita tidak akan bisa memuji keterbelakangan soal itu," kata dia.
Kemudian ia kembali menegaskan agar pemerintah tidak terlalu fokus ke radikalisme.
"Saya setuju yang dikatakan Pak Mahfud, kita perangi yang mengatakan takfiri, tapi jangan lupa, jangan fokus di situ, fokuslah pada ekonomi, sekarang ini yang berantakan itu ekonomi dan ketidakadilan. Itu yang kita rasakan sekarang," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan hubungan antara deradikalisasi dengan persoalan agama, sehingga menuai komentar Fadli Zon.
Sebelumnya Mahfud menyampaikan visi negara tentang deradikalisasi yang akan dioperasionalkan pemerintah 5 tahun ke depan.
Hal ini bertujuan untuk menjamin jalannya pemerintahan secara baik dalam rangka menuju kemakmuran sesuai dengan tujuan negara.
Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVONE, Selasa (29/10/2019) itu, Mahfud juga mengklarifikasi kabar miring akan dirinya yang melarang menyebut kata 'kafir'.
Ia menginformasikan hal tersebut adalah hoaks dan pelintiran media.
"Saya tidak pernah melarang orang mengatakan 'kafir'. Saya bilang jangan 'takfiri'. 'Takfiri' itu suka mengafirkan orang yang berbeda," ungkapnya.
Mahfud menjelaskan dengan mengambil beberapa ayat Quran (dalil) dan analogi.
Menurutnya, hubungan deradikalisasi dengan persoalan agama sering disalahfahami masyarakat.
Mahfud juga melarang orang yang suka mengafirkan orang lain, sehingga akan menimbulkan permusuhan.
Hal tersebut merupakan bagian dari visi pemerintahan tentang hubungan agama, negara, dan Alquran.
"Sekarang muncul kaum-kaum takfiri yang selalu ingin mengafirkan orang. Itulah yang disebut radikal. Tapi jangan salah faham, kalau katakan radikal seakan-akan kita menuduh orang Islam radikal. Tidak, orang Islam justru tidak radikal di Indoensia," ungkap Menko Polhukam.
Pihaknya juga menambahkan, pemerintah tidak pernah mengatakan orang Islam radikal.
Namun, menurutnya pasti terdapat orang Islam yang melakukan gerakan radikal.
Kegiatan tersebut sudah banyak melalui lembaga pendidikan.
Dirinya memberikan permisalan, "Kalau ada orang membawa patung burung Garuda 'Hey, itu kafir karena yang ditumpas oleh nabi itu berhala', 'Hey, kamu jalan nggak boleh lewat jalan sini. Harusnya itu perempuan dan sana laki-laki, itu kafir'. Itu kaum takfiri dan itu yang radikal. Menyalah-nyalahkan orang, cara agama, sehingga dibenturkan dengan orang beragama lain, dibenturkan dengan tradisi yang sudah ada," pungkasnya.
Iya juga sepintas menegaskan khilafah di dalam agama Islam itu ada.
Namun, tidak ada di dalam Islam mengenai ajaran sistem khilafah.
"Saya mau ikut kalau ada sistem khilafah. Tapi percayalah tidak ada sistem itu. Sistem itu bebas, tidak ada yang dicontohkan oleh Alquran, tidak ada yang dicontohkan oleh nabi," tegasnya. (*)
Sumber: TRIBUNNEWSBOGOR.COM
Haikal Hasan dan Mahfud MD - Youtube/Indonesia Lawyers Club
10Berita -- Ketua II PA 212 Haikal Hasan merespon pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD soal deradikalisasi.
Menurut Haikal Hasan, yang sedang darurat di Indonesia saat ini bukanlah radikal, tapi ekonomi dan keadilan.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Indonesia Lawyers Club Rabu (30/10/2019), Haikal Hasan tampak protes dengan pernyataan Mahfud MD.
"Saya mengawali dengan merespon apa yang disampaikan Pak Mahfud, kata-katanya dari awal sampai akhir bahwa kita menangkap betul seolah-olah ada darurat radikal, padahal kalau kita mau jujur, yang darurat itu darurat ekonomi, bukan darurat radikal," jelas Haikal Hasan.
Menurut Haikal Hasan, kita sama-sama tahu bahwa kata yang paling populer dalam pemerintahan Jokowi salah satunya adalah radikalisme.
"Dan kita tahu siapa sasarannya (radikalisme). Dari tadi beliau berkata sasarannya bukan umat islam, terus yang ditangkepin itu siapa?," kata dia.
Kemudian menurut Haikal Hasan, framing radikalnya baru diangkat berapa hari, dan langsung berkata akan mengawasi masjid-masjid yang terpapar radikal.
"Dan menteri agama juga menguatkan, gitu loh. Akan melihat dan mengawasi ustaz-ustaz yang terpapar radikal," jelasnya.
Haikal Hasan kemudian menjelaskan, pertama kali isu radikalisme muncul yaitu akibat dari daftar 200 mubaligh yang dikeluarkan Kementerian Agama.
"Pak Lumkan pada waktu itu (Menteri Agamanya), akhirnya keluar itu berita 20 daftar ulama penyebar hoax terpapar radikalisme. Lalu kemudian dicopy paste oleh satu situs Facebook yang dimiliki oleh generasi muda NU. Di situs itu ditulis 20 ustaz penebar paham islam radikalisme/wahbisme, nomor satu Abdul Somad, nomor 12 Haikal Hasan. Inilah penebar benih teror di Indonesia," bebernya.
Menurut Haikal Hasan, artikel itu kini sudah dihapus, setelah selama setahun lebih tidak dihapus.
Ia juga menambahkan, ternyata generasi muda NU itu mengutip sumber dari Duta Islam.com, dan ternyata dutaislam.com menulis 20 ustaz ngetop tidak masuk rekomendasi kemenag.
"Aan bahasanya itu semuanya baik. Dan menteri agama merespon baik, tapi akhirnya dikutip oleh situs lainnya. Dikutip dengan tambahan judul serem. Dan itu ditelan mentah-mentah oleh kementerian. Dan hari ini saya dicekal, sebabnya kasus itu. Label ustaz radikal menempel terus sampai sekarang, dan ini merugikan pekerjaan," ungkapnya.
Kemudian hal itu pun buru-buru di potong oleh Karni Ilyas agar tidak melebar.
"Kita balik ke tema lah," ujar Karni Ilyas.
Kemudian Haikal Hasan mengatakan kalau penyebabnya yakni karena kemiskinan dan ketimpangan.
Untuk itu, menurutnya ia tidak akan pernah memuji Presiden Jokowi.
"Kata Pak Ali ini presiden luar biasa, di luar dipuji di dalam nggak. Pak Ali Ngabalin, saya tidak akan pernah bisa memuji Pak Jokowi, karena beliau janjinya waktu kampanye 7 persen, tapi kenyataannya 5 persen pertumbuhan ekonomi, mau mujinya di mana? Jadi mohon maaf kita tidak akan bisa memuji keterbelakangan soal itu," kata dia.
Kemudian ia kembali menegaskan agar pemerintah tidak terlalu fokus ke radikalisme.
"Saya setuju yang dikatakan Pak Mahfud, kita perangi yang mengatakan takfiri, tapi jangan lupa, jangan fokus di situ, fokuslah pada ekonomi, sekarang ini yang berantakan itu ekonomi dan ketidakadilan. Itu yang kita rasakan sekarang," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan hubungan antara deradikalisasi dengan persoalan agama, sehingga menuai komentar Fadli Zon.
Sebelumnya Mahfud menyampaikan visi negara tentang deradikalisasi yang akan dioperasionalkan pemerintah 5 tahun ke depan.
Hal ini bertujuan untuk menjamin jalannya pemerintahan secara baik dalam rangka menuju kemakmuran sesuai dengan tujuan negara.
Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVONE, Selasa (29/10/2019) itu, Mahfud juga mengklarifikasi kabar miring akan dirinya yang melarang menyebut kata 'kafir'.
Ia menginformasikan hal tersebut adalah hoaks dan pelintiran media.
"Saya tidak pernah melarang orang mengatakan 'kafir'. Saya bilang jangan 'takfiri'. 'Takfiri' itu suka mengafirkan orang yang berbeda," ungkapnya.
Mahfud menjelaskan dengan mengambil beberapa ayat Quran (dalil) dan analogi.
Menurutnya, hubungan deradikalisasi dengan persoalan agama sering disalahfahami masyarakat.
Mahfud juga melarang orang yang suka mengafirkan orang lain, sehingga akan menimbulkan permusuhan.
Hal tersebut merupakan bagian dari visi pemerintahan tentang hubungan agama, negara, dan Alquran.
"Sekarang muncul kaum-kaum takfiri yang selalu ingin mengafirkan orang. Itulah yang disebut radikal. Tapi jangan salah faham, kalau katakan radikal seakan-akan kita menuduh orang Islam radikal. Tidak, orang Islam justru tidak radikal di Indoensia," ungkap Menko Polhukam.
Pihaknya juga menambahkan, pemerintah tidak pernah mengatakan orang Islam radikal.
Namun, menurutnya pasti terdapat orang Islam yang melakukan gerakan radikal.
Kegiatan tersebut sudah banyak melalui lembaga pendidikan.
Dirinya memberikan permisalan, "Kalau ada orang membawa patung burung Garuda 'Hey, itu kafir karena yang ditumpas oleh nabi itu berhala', 'Hey, kamu jalan nggak boleh lewat jalan sini. Harusnya itu perempuan dan sana laki-laki, itu kafir'. Itu kaum takfiri dan itu yang radikal. Menyalah-nyalahkan orang, cara agama, sehingga dibenturkan dengan orang beragama lain, dibenturkan dengan tradisi yang sudah ada," pungkasnya.
Iya juga sepintas menegaskan khilafah di dalam agama Islam itu ada.
Namun, tidak ada di dalam Islam mengenai ajaran sistem khilafah.
"Saya mau ikut kalau ada sistem khilafah. Tapi percayalah tidak ada sistem itu. Sistem itu bebas, tidak ada yang dicontohkan oleh Alquran, tidak ada yang dicontohkan oleh nabi," tegasnya. (*)
Sumber: TRIBUNNEWSBOGOR.COM