OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 16 Oktober 2019

Penunggak Iuran BPJS Diancam Sanksi, Begini Reaksi Warga

Penunggak Iuran BPJS Diancam Sanksi, Begini Reaksi Warga



Tunggakan BPJS Kesehatan RSUD Ulin Banjarmasin hingga pertengahan Oktober 2019 sekitar Rp 82 miliar.
10Berita - Rencana pemberlakuan sanksi kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menunggak dan rencana kenaikan iuran membuat warga Desa Durian Gantang Kecamatan Labuan Amas Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Taufik, berpikir ulang.

Saat ini dia adalah peserta mandiri. Jika rencana tersebut benar-benar diterapkan pemerintah, dia akan berusaha menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Dengan adanya kenaikan itu, saya khawatir menunggak iuran. Kalau menunggak bisa panjang urusan. Katanya bikin SIM, mengurus pajak bakal dipersulit. Dari pada runyam, mending masuk peserta BPJS yang dibayari pemerintah,” ujarnya, kemarin.

Selain bakal membebani keuangan, Taufik mengatakan kenaikan iuran itu tak menjamin pelayanan lebih baik.

“Selama ini layanan perawatan yang saya dapat sebagai peserta mandiri sama dengan peserta yang dibayari pemerintah,” ujarnya.

Taufik mengaku pernah turun kelas saat ada kenaikan pada 2016.

“Saat mendaftar kelas II. Saat iuran naik, saya turun kelas. Kalau nanti naik lagi, tidak mungkin ada penurunan kelas lagi. Satu-satunya kemungkinan minta ditanggung pemerintah,” ujarnya.

Kepala BPJS Cabang Barabai, Chohari, menjelaskan aturan mengenai sanksi bagi penunggak ada sejak beberapa tahun lalu. Sanksi tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2019 mengatur hal itu.


“Sanski itu yang melakukan pemerintah, bukan BPJS,” ujarnya.

Menurut Chohari, ada beberapa solusi bagi peserta yang tidak mampu membayar iuran. Pertama adalah turun kelas.

“Kedua, bagi masyarakat tergolong miskin, bisa mengusulkan masuk Universal health Coverage (UHC),” kata Chohari yang tugasnya membawahi Banua Anam.

Pengusulan UHC, terang Chohari, harus ada rekomendasi dari kepala desa, camat dan instansi yang menangani. “Tidak bisa langsung datang ke BPJS. Karena yang bayar UHC pemerintah,” ujarnya.

Chohari berharap masyarakat memahami fungsi BPJS. “Di Hulu Sungai Selatan ada penderita hemofilia dengan klaim tagihan mencapai Rp 1 miliar. Melalui BPJS, biaya itu dapat diminimalisasi,” jelasnya.

Sementara itu, tunggakan peserta BPJS Kesehatan HSU sekitar Rp 2,7 miliar dengan jumlah peserta 235.968 orang. Tabalong Rp 7,4 miliar dengan jumlah peserta 196.326.

Di Balangan, Rp 725 juta dengan jumlah peserta 135.194. Tapin Rp 4,9 miliar dan jumlah peserta 123.439 peserta. HSS sebesar Rp 1,8 miliar dengan 241.968 peserta. HST tunggakannya sebesar Rp 2, miliar dengan 258.196 peserta.

Dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Budi Suryadi mengatakan BPJS Kesehatan tidak bisa seenaknya mengusulkan sanksi untuk mengatasi tunggakan peserta.

Sanksi seperti dipersulit memperpanjang SIM dan tidak bisa mengurus IMB dinilainya terlalu berat dan terkesan memaksa.

“Akan lebih elegan sebenarnya bila BPJS melakukan sistem koneksi online. Maksudnya jika seseorang menunggak maka langsung terdata di setiap rumah sakit atau sejenisnya sehingga kartu BPJS-nya langsung terblokir atau tidak bisa digunakan untuk berobat sampai nanti peserta BPJS itu melakukan pembayaran tunggakannya,” kata Budi. (wie/gha)
Sumber: BANJARMASINPOST.CO.ID