OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 27 Oktober 2019

Pernyataan Jokowi Bukti Parpol, Relawan dan Ormas Selama Ini Omong Kosong Saja

Pernyataan Jokowi Bukti Parpol, Relawan dan Ormas Selama Ini Omong Kosong Saja



Said Salahudin. Foto: dokumen JPNN.Com

10Berita, JAKARTA - Pemerhati politik dan kenegaraan Said Salahudin menilai, kejujuran Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap fakta ada 300 nama yang diajukan sebagai calon menteri oleh partai politik, relawan, serta ormas pendukung, merupakan sebuah kabar yang berharga.

Paling tidak publik mendapatkan konfirmasi bahwa jargon 'dukungan tanpa syarat' yang sering didengungkan elite parpol, relawan, serta ormas selama ini omong kosong belaka. 

"Kalau dukungan politik yang pernah mereka berikan itu murni tanpa syarat, mengapa harus aktif mengajukan 300 nama calon menteri kepada presiden? Mestinya kan mereka pasif saja. Kalau presiden minta baru mengajukan nama. Logikanya begitu," ujar Said di Jakarta, Minggu (27/10).

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) ini juga menilai, pengakuan presiden di acara Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila, Sabtu (26/10) kemarin, secara tidak langsung membuka kedok politik dari para pemburu jabatan. Ibarat ‘kotak pandora’ dalam mitologi Yunani, perilaku dari sebagian elite kini telah tersingkap dengan jelas. 

Tetapi terlepas praktik politik yang semacam itu dinilai kurang etis oleh sebagian masyarakat, Said berpandangan hal tersebut sebuah keniscayaan politik. Menurutnya, wajar para pendukung capres-cawapres yang menang pemilu meminta jatah menteri kepada presiden terpilih. Natur politik memang demikian.


"Cuma yang saya tidak suka sejak dulu, mereka selalu berbohong kepada publik dengan mengatakan memberi dukungan tanpa syarat, tetapi diam-diam aktif meminta jatah menteri kepada presiden. Di sini tidak fairnya," kata Said.

Lebih lanjut Konsultan senior political and constitutional law consulting (Postulat) ini mengatakan, fakta yang dikemukakan presiden juga membuka peluang dari 300 nama yang disodorkan, ada 266 orang yang kecewa. Karena tidak kebagian jatah menteri.

"Idealnya, mereka harus legawa. Itulah konsekuensi dari dukungan tanpa syarat. Tetapi kalau mereka tetap mengharapkan jabatan, presiden sebetulnya punya banyak cara untuk mengobati rasa kecewa para pendukungnya," kata Said.

Salah satunya, ucap Said lebih lanjut, dengan memberikan jatah kursi wakil menteri (wamen). Menurutnya, tidak ada peraturan perundang-undangan yang membatasi jumlah wamen. Karena itu, sepanjang presiden siap menerima kritik dari masyarakat, jabatan wakil menteri bisa saja kembali dibentuk bahkan di seluruh kementerian.

Presiden bisa berdalih bahwa 34 kementerian yang ada dalam kabinetnya dinilai memiliki 'beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus'. Presiden berwenang membuat penilaian itu dan hanya itulah satu-satunya syarat pengangkatan wamen yang ditentukan dalam Undang-Undang Kementerian Negara.

"Untuk menghindari tudingan sedang mengobral jabatan sebagai hadiah politik, presiden bisa berkamuflase dengan membuat ‘job analysis’ dan ‘job spesification’ posisi wamen menggunakan ilmu ‘cocoklogi’. Pokoknya gimana caranya 266 orang pendukung yang merasa kecewa itu seolah-olah cocok menduduki posisi wakil menteri di semua kementerian," katanya. (gir/jpnn)

Sumber: JPNN