Mengenal Satria, Satelit Rp 21 Triliun Milik Indonesia dan Jadi yang Terbesar di Asia
10Berita, Indonesia jadi negara ke-4 gunakan teknologi VHTS, kapasitas satelit internet yang mencapai 150 Gbps
Mimpi Indonesia untuk merasakan kecepatan akses internet yang stabil mungkin tak lama lagi akan segera terwujud. Menurut mantan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Rudiantara mengatakan, dibutuhkan satelit dengan spesifikasi kecepatan tinggi yang didesain fokus untuk Internet untuk mencapai hal tersebut.
Dilansir dari CNCB Indonesia, Hal ini akan terealisasi melalui satelit multifungsi Indonesia bernama Satelit Republik Indonesia (Satria). Menggunakan teknologi bernama VHTS (very high throughput satellite) dengan kapasitas 150 Gbps, satelit ini diandalkan sebagai tulang punggung akses internet di Indonesia. Seperti apa bentuknya?
Satelit terbesar di Asia yang akan memakan biaya Rp 20,68 triliun
Ilustrasi satelit internet Satria [sumber gambar]
Dengan adanya SATRIA (Satelit Indonesia Raya), teknologi VHTS (very high throughput satellite) berkapasitas 150 Gbps miliknya bisa mengcover jaringan khusus untuk akses internet
. Menurut Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Rudiantara mengatakan, proyek Satria akan memakan biaya Rp 20,68 triliun dengan masa konsesi 15 tahun. Tak hanya itu satelit ini juga dianggap sebagai yang terbesar di Asia.
Teknologi canggih yang baru digunakan oleh tiga negara di dunia
Ilustrasi penerapan teknologi VHTS (very high throughput satellite) [sumber gambar]
Uniknya, satelit berteknologi VHTS (very high throughput satellite) seperti Satria ternyata baru digunakan oleh tiga negara saja, yakni Yaitu Luksemburg, Kanada dan AS (Amerika Serikat). “Negara pengguna teknologi dengan satelit ini antara lain Luksemburg (Intelsat SA), Kanada (Telesat), dan AS (Amerika Serikat). Ini yang gunakan teknologi Very High Throughput Satellite,” ujar Rudiantara yang dikutip dari CNBC Indonesia.
Satelit khusus internet yang bisa meningkatkan kinerja pelayanan publik
Perjanjian Kerjasama, Perjanjian Penjaminan, dan Perjanjian Regres Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pada Proyek Satelit Satria [sumber gambar]
Dengan menggunakan teknologi VHTS yang diusung oleh satelit Satria, hal ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan kinerja publik lewat jaringan komunikasi di berbagai bidang. Terlebih, Indonesia memiliki 150.000 titik yang tidak mendapat akses internet lantaran tak terjangkau oleh kabel serat optik. Titik tersebut terdiri dari 93.900 sekolah, 47.900 kantor pemerintahan daerah, 3.700 puskesmas, dan 3.900 markas polisi dan TNI.
Dibangun pada akhir 2019 dan beroperasi pada 2023 mendatang
Roket pendorong milik SpaceX, Falcon 9 [sumber gambar]
Jika berjalan sesuai rencana, satelit Satria akan akan memulai konstruksi pada akhir 2019. Pengerjaannya sendiri dilakukan oleh manufaktur asal Prancis, Thales Alenia Space. Selama proses berjalan, proyek satelit Satria akan memakan waktu hingga 2022 dan akan beroperasi pada 2023. Sementara itu, Pemerintah juga telah melakukan MoU dengan SpaceX untuk meluncurkan satelit tersebut dari Cape Canaveral di Florida.
Rencana akan ditempatkan di atas Papua
Ilustrasi satelit Satria ditempatkan di atas wilayah Papua [sumber gambar]
Setelah mengorbit di ruang angkasa, satelit Satria rencananya akan ditempatkan pada ketinggian 35.786 meter dpl di atas wilayah Papua. Provinsi di wilayah Timur Indonesia itu, dipilih karena PT Pasifik Satelit Nusantara sebagai operator memiliki slot orbit di sana. “Lokasi yang dipilih di atas Papua tapi jangkauannya mencakup seluruh wilayah Indonesia,” Direktur utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (Bakti) Anang Latif yang dikutip dari Bisnis Tempo.
Jika benar-benar terealisasi, Indonesia akan menjadi negara ke-4 setelah Luksemburg, Kanada dan AS (Amerika Serikat) yang akan menggunakan teknologi VHTS dengan kapasitas 150 Gbps. Jelas, hal ini akan menjadi lompatan besar bagi perkembangan teknologi internet di Indonesia.
Sumber: Boombastis
10Berita, Indonesia jadi negara ke-4 gunakan teknologi VHTS, kapasitas satelit internet yang mencapai 150 Gbps
Mimpi Indonesia untuk merasakan kecepatan akses internet yang stabil mungkin tak lama lagi akan segera terwujud. Menurut mantan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Rudiantara mengatakan, dibutuhkan satelit dengan spesifikasi kecepatan tinggi yang didesain fokus untuk Internet untuk mencapai hal tersebut.
Dilansir dari CNCB Indonesia, Hal ini akan terealisasi melalui satelit multifungsi Indonesia bernama Satelit Republik Indonesia (Satria). Menggunakan teknologi bernama VHTS (very high throughput satellite) dengan kapasitas 150 Gbps, satelit ini diandalkan sebagai tulang punggung akses internet di Indonesia. Seperti apa bentuknya?
Satelit terbesar di Asia yang akan memakan biaya Rp 20,68 triliun
Ilustrasi satelit internet Satria [sumber gambar]
Dengan adanya SATRIA (Satelit Indonesia Raya), teknologi VHTS (very high throughput satellite) berkapasitas 150 Gbps miliknya bisa mengcover jaringan khusus untuk akses internet
. Menurut Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Rudiantara mengatakan, proyek Satria akan memakan biaya Rp 20,68 triliun dengan masa konsesi 15 tahun. Tak hanya itu satelit ini juga dianggap sebagai yang terbesar di Asia.
Teknologi canggih yang baru digunakan oleh tiga negara di dunia
Ilustrasi penerapan teknologi VHTS (very high throughput satellite) [sumber gambar]
Uniknya, satelit berteknologi VHTS (very high throughput satellite) seperti Satria ternyata baru digunakan oleh tiga negara saja, yakni Yaitu Luksemburg, Kanada dan AS (Amerika Serikat). “Negara pengguna teknologi dengan satelit ini antara lain Luksemburg (Intelsat SA), Kanada (Telesat), dan AS (Amerika Serikat). Ini yang gunakan teknologi Very High Throughput Satellite,” ujar Rudiantara yang dikutip dari CNBC Indonesia.
Satelit khusus internet yang bisa meningkatkan kinerja pelayanan publik
Perjanjian Kerjasama, Perjanjian Penjaminan, dan Perjanjian Regres Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pada Proyek Satelit Satria [sumber gambar]
Dengan menggunakan teknologi VHTS yang diusung oleh satelit Satria, hal ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan kinerja publik lewat jaringan komunikasi di berbagai bidang. Terlebih, Indonesia memiliki 150.000 titik yang tidak mendapat akses internet lantaran tak terjangkau oleh kabel serat optik. Titik tersebut terdiri dari 93.900 sekolah, 47.900 kantor pemerintahan daerah, 3.700 puskesmas, dan 3.900 markas polisi dan TNI.
Dibangun pada akhir 2019 dan beroperasi pada 2023 mendatang
Roket pendorong milik SpaceX, Falcon 9 [sumber gambar]
Jika berjalan sesuai rencana, satelit Satria akan akan memulai konstruksi pada akhir 2019. Pengerjaannya sendiri dilakukan oleh manufaktur asal Prancis, Thales Alenia Space. Selama proses berjalan, proyek satelit Satria akan memakan waktu hingga 2022 dan akan beroperasi pada 2023. Sementara itu, Pemerintah juga telah melakukan MoU dengan SpaceX untuk meluncurkan satelit tersebut dari Cape Canaveral di Florida.
Rencana akan ditempatkan di atas Papua
Ilustrasi satelit Satria ditempatkan di atas wilayah Papua [sumber gambar]
Setelah mengorbit di ruang angkasa, satelit Satria rencananya akan ditempatkan pada ketinggian 35.786 meter dpl di atas wilayah Papua. Provinsi di wilayah Timur Indonesia itu, dipilih karena PT Pasifik Satelit Nusantara sebagai operator memiliki slot orbit di sana. “Lokasi yang dipilih di atas Papua tapi jangkauannya mencakup seluruh wilayah Indonesia,” Direktur utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (Bakti) Anang Latif yang dikutip dari Bisnis Tempo.
Jika benar-benar terealisasi, Indonesia akan menjadi negara ke-4 setelah Luksemburg, Kanada dan AS (Amerika Serikat) yang akan menggunakan teknologi VHTS dengan kapasitas 150 Gbps. Jelas, hal ini akan menjadi lompatan besar bagi perkembangan teknologi internet di Indonesia.
Sumber: Boombastis