Skema Penagihan BPJS Kesehatan Mencemaskan
10Berita,JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, Januari tahun depan, menimbulkan efek ganda. Selain potensi turunnya minat masyarakat mengikuti program kesehatan, kekhawatiran lain juga terkait penagihan tunggakan.
BPJS Kesehatan sedang merumuskan skema antisipasi jika terjadi penunggakan dalam skala besar. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, akan ada dua pendekatan yang ditempuh, regulatif dan nonregulatif.
Dalam pendekatan regulatif, tersendatnya pembayaran premi akan memengaruhi pelayanan publik lain, seperti surat izin mengemudi (SIM) atau paspor. Untuk nonregulatif, BPJS Kesehatan berencana melakukan penagihan langsung kepada penunggak.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf memastikan, penagihan langsung tak melibatkan penagih utang (debt collector). BPJS, sambungnya, akan melibatkan kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sesuai fungsinya, kader JKN bertugas melakukan sosialisasi, menerima keluhan dan pendaftaran peserta, termasuk mengingatkan dan pengumpulan iuran. Setiap kader, Iqbal memastikan, dilengkapi tanda pengenal dan surat resmi dari BPJS Kesehatan.
"Kami h 3.264 kader JKN di seluruh Indonesia. Kader JKN bukan debt collector," kata Iqbal kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Minggu (3/11).
Terkait perekrutan kader, Iqbal menyatakan ada persyaratan pokok yang harus dipenuhi, seperti terdaftar dalam layanan pembayaran tagihan payment point online bank (PPOB), berpendidikan minimal SMA, berusia 18-60 tahun, termasuk bersedia melakukan kunjungan.
Kriteria ini berlaku di setiap wilayah. "Kader harus penduduk setempat dan siap berkunjung ke rumah untuk sosialisasi dan menagih iuran," ujarnya.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Angger Yuwono mengatakan, skema antisipasi penunggakan masih dibahas di level kementerian dan lembaga terkait, termasuk melibatkan DJSN. Namun, Angger belum bisa memastikan kapan pembahasan rampung.
Ihwal kenaikan iuran BPJS Kesehatan, ada beberapa dampak yang ditangkap DJSN. "Bisa iuran yang menunggak, kemungkinan turun kelas, juga mengalami pembatalan peserta," kata Angger.
Terkait skema antisipasi, Angger sepakat jika sosialisasi harus digencarkan, kendati pembahasan masih berlangsung. Upaya ini demi memberikan pemahaman kepada masyarakat.
"Saat ini hingga Januari itu sosialisasi. Harus jujur dijelaskan kenapa iuran naik dan kenapa naiknya tajam. Setelah itu seharusnya peserta sadar, lalu mengukur diri, memutuskan naik atau turun kelas," ujarnya.
Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar mengatakan, skema penagihan membuat masyarakat cemas. Kendati akan dilakukan kader JKN, sambungnya, harus ada kepastian ihwal kerja para penagih. "Yang beredar di masyarakat itu, (menunggak premi) tidak bisa urus KTP, memperpanjang SIM dan STNK. Ini menakuti masyarakat."
Sumber:
10Berita,JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, Januari tahun depan, menimbulkan efek ganda. Selain potensi turunnya minat masyarakat mengikuti program kesehatan, kekhawatiran lain juga terkait penagihan tunggakan.
BPJS Kesehatan sedang merumuskan skema antisipasi jika terjadi penunggakan dalam skala besar. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, akan ada dua pendekatan yang ditempuh, regulatif dan nonregulatif.
Dalam pendekatan regulatif, tersendatnya pembayaran premi akan memengaruhi pelayanan publik lain, seperti surat izin mengemudi (SIM) atau paspor. Untuk nonregulatif, BPJS Kesehatan berencana melakukan penagihan langsung kepada penunggak.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf memastikan, penagihan langsung tak melibatkan penagih utang (debt collector). BPJS, sambungnya, akan melibatkan kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sesuai fungsinya, kader JKN bertugas melakukan sosialisasi, menerima keluhan dan pendaftaran peserta, termasuk mengingatkan dan pengumpulan iuran. Setiap kader, Iqbal memastikan, dilengkapi tanda pengenal dan surat resmi dari BPJS Kesehatan.
"Kami h 3.264 kader JKN di seluruh Indonesia. Kader JKN bukan debt collector," kata Iqbal kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Minggu (3/11).
Terkait perekrutan kader, Iqbal menyatakan ada persyaratan pokok yang harus dipenuhi, seperti terdaftar dalam layanan pembayaran tagihan payment point online bank (PPOB), berpendidikan minimal SMA, berusia 18-60 tahun, termasuk bersedia melakukan kunjungan.
Kriteria ini berlaku di setiap wilayah. "Kader harus penduduk setempat dan siap berkunjung ke rumah untuk sosialisasi dan menagih iuran," ujarnya.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Angger Yuwono mengatakan, skema antisipasi penunggakan masih dibahas di level kementerian dan lembaga terkait, termasuk melibatkan DJSN. Namun, Angger belum bisa memastikan kapan pembahasan rampung.
Ihwal kenaikan iuran BPJS Kesehatan, ada beberapa dampak yang ditangkap DJSN. "Bisa iuran yang menunggak, kemungkinan turun kelas, juga mengalami pembatalan peserta," kata Angger.
Terkait skema antisipasi, Angger sepakat jika sosialisasi harus digencarkan, kendati pembahasan masih berlangsung. Upaya ini demi memberikan pemahaman kepada masyarakat.
"Saat ini hingga Januari itu sosialisasi. Harus jujur dijelaskan kenapa iuran naik dan kenapa naiknya tajam. Setelah itu seharusnya peserta sadar, lalu mengukur diri, memutuskan naik atau turun kelas," ujarnya.
Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar mengatakan, skema penagihan membuat masyarakat cemas. Kendati akan dilakukan kader JKN, sambungnya, harus ada kepastian ihwal kerja para penagih. "Yang beredar di masyarakat itu, (menunggak premi) tidak bisa urus KTP, memperpanjang SIM dan STNK. Ini menakuti masyarakat."
Sumber: