WOW, UMAT ISLAM DIKEPUNG HABIS
10Berita - Tidak ada keraguan bahwa terminologi “radikalisme” itu 99.99% ditujukan kepada umat Islam. Sulit untuk berkilah atau memoles penjelasan bahwa label negatif itu bukan untuk orang Islam saja. Hanya ada ruang 0.1% untuk mengatakan bahwa sebutan itu ditujukan ke semua orang.
Kenapa? Karena kejadian empirisnya seperti itu. Sosialisasi istilah radikalisme, sejak awal, diasosiasikan dengan umat Islam. Ini fakta historis. Sama dengan Orde Baru, Golkar, Repelita, dlsb. Semua ini secara otomatis tersambung ke Presiden Suharto. Anda sebut Orde Baru, maka asosiasi yang muncul adalah Suharto. Begitu juga Golkar.
Kata “radikalisme” mengalami proses yang sama. Para petinggi keamanan, politisi, pengamat, media massa, dan komponen-komponen lainnya menyematkan kata itu ke setiap peristiwa buruk yang melibatkan orang Islam. Setelah berulang-ulang dikaitkan dengan umat Islam, labelisasi itu menjadi solid. Sehingga, akan terasa aneh kalau “radikalisme” Anda katakan tidak terkait dengan umat Islam. Sama anehnya dengan argumentasi bahwa Orde Baru atau Golkar tidak terkait dengan Suharto.
Mudah-mudahan cukup jelas mengapa “radikalisme” menjadi identik dengan umat Islam.
Hari ini, umat Islam sedang dikepung habis. Atas nama pencegahan radikalisme. Sekarang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah meluncurkan situs (website) khusus untuk melaporkan ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Tak tanggung-tanggung. Instansi yang dipimpin oleh Menteri Johnny G Plate itu bekerja sama dengan 10 kementerian lain. Tujuannya jelas. Untuk menjaring para pegawai negeri yang menunjukkan ciri-ciri dan perilaku radikal.
Siapakah yang akan disasar lewat situs pelaporan itu? Ya, itu tadi. ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Seperti dijelaskan di atas, radikalisme itu identik dengan orang Islam. Artinya, yang hendak dikejar situs pelaporan itu hampir pasti ASN muslim.
Barangkali Anda akan bertanya: mengapa diyakini situs pelaporan radikalisme itu ditujukan kepada ASN muslim?
Jawabannya, apakah Anda yakin situs pelaporan radikalisme itu ditujukan juga kepada para ASN yang bukan muslim? Atau, lebih spesifik lagi: apakah cadar, celana cingkrang, jilbab, janggut, dll, adalah isu-isu yang terkait dengan orang non-muslim?
Jadi, sangat repot menolak kesimpulan bahwa semua kebijakan dan tindakan antiradikalisme pasti diarahkan kepada kaum muslimin. Memang, pihak yang berkuasa akan berusaha sekuat tenaga menjelaskan bahwa penangkalan atau pembasmian radikalisme bukan bersubjekkan orang Islam saja. Tetapi, nalar sehat tak bisa dikelabui. Semua pengalaman menunjukkan bahwa apa saja tentang radikalisme, pasti dikaitkan dengan orang Islam..
Kita lanjutkan. Tidak hanya situs pelaporan ASN radikal yang diciptakan oleh para penguasa. Proses rekrutmen CPNS (calon pegawai negeri sipil) akan dibuat esktra-ketat. Para calon akan ditelusuri secara digital. Untuk mencari akun-akun media sosial milik mereka. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah mereka pernah mengunggah bahan-bahan yang mereka anggap radikalisme atau tidak.
Apakah pelaporan ASN radikal dan pemantauan akun-akun medsos CPNS saja yang dilakukan penguasa? Tidak.
Ada sejumlah tindakan lain yang diarahkan ke umat Islam. Misalnya, Kementerian Agama akan menghapus materi tentang perang jihad dari buku sejarah Islam. Kemudian, masjid-masjid yang ada di lingkungan berbagai kantor pemerintahan dan BUMN diawasi oleh lembaga-lembaga keamanan. Seperti diketahui, Badan Intelijen Negara (BIN) menyimpulkan ada 41 dari 100 masjid di Jakarta yang terpapar radikalisme. Sebanyak 11 masjid di kantor pemerintahan, 11 di komplek lembaga, dan 21 di kantor-kantor BUMN.
Seterusnya, ketika Nadiem Makarim diangkat menjadi Mendikbud, seorang netizen meminta kepada menteri milenial ini agar masjid yang ada di sekolah-sekolah segera dibongkar. Ada pula rencana penguasa untuk merombak konten ratusan buku. Kementerian Agama akan mengubah isi 155 buku pelajaran agama. Yaitu, yang dipakai mulai dari kelas 1 SD sampai kelas 12 SMA. Materi tentang khilafah akan ditinjau. Bisa dibaca sasarannya: yaitu memutus semua hubungan umat Islam dengan terminologi “khilafah”. Boleh jadi penelitian akademis dan tinjauan ilmiah pun akan dilarang.
Nah, bagaimana Anda menafsirkan langkah-langkah yang tertata rapi (coordinated) dan serentak (concerted) ini?
Bagi saya, semua itu menunjukkan betapa banyaknya orang yang ingin melihat umat Islam dikepung. Didemonisasikan. Dilabel dengan aneka sebutan negatif. Dan ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Tentu tak perlu bersedih. Apalagi marah-marah. Umat sudah terbiasa ditindas dan dipojokkan. Sudah sangat lumrah menjadi tertuduh. Dari presiden ke presiden, umat Islam sudah lumrah dengan posisi “under-sieged”. Dikepung habis.
Cuma, mereka salah kalkulasi. Dengan segala upaya pengepungan itu, umat tidak akan menjadi “besieged mentality”. Tidak akan pernah bermental terkepung. Sebaliknya, umat semakin bergairah dan lincah. Dalam dakwah dan perjuangan politik.
18 November 2019
By Asyari Usman
(Wartawan senior)
Sumber:KONTENISLAM.COM