OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 17 Desember 2019

POROS JAKARTA-PEKING

POROS JAKARTA-PEKING


10BeritaKalau bicara fakta sejarah, sebetulnya sejak jaman kemerdekaan tak pernah ada kenangan hubungan baik antara Indonesia-RRC.

 Hubungan baik pertama kali antara Indonesia-RRC, pertama kali dicoba dijalin justru oleh kader PKI Nyoto yang berlari tunggang langgang ke RRC, dikejar Divisi Siliwangi pasca pemberontakan PKI Madiun yang gagal, kemudian disambung kembali oleh DN Aidit dalam persiapan pemberontakan G 30 S/PKI yang kembali gagal.

 Sukarno dan Suharto sendiri tak pernah menganggap Peking istimewa.

 Sukarno bahkan pernah terpaksa mengusir ribuan etnis Tionghoa karena RRC menolak meralat asas kewarganegaraan ius sanguinis bahwa semua keturunan etnis RRC adalah warga negaranya.

 Itu pula dasar mengapa Suharto lagi-lagi dengan sangat terpaksa meminta etnis Tionghoa membuat surat keterangan kewarganegaraan, memilih menjadi WNI atau tidak, bukan karena sikap rasialis.

 Pasca proklamasi 1945, tak seperti masyarakat di wilayah lainnya yang sibuk mendirikan laskar atau milisi perlawanan dan mengibarkan bendera merah putih, beberapa wilayah pecinan seperti di Pekan Baru, Bagan Si Api-Api, Selat Panjang, Tangerang dan beberapa daerah lainnya, etnis Tionghoa justru mengibarkan bendera Kuomintang di kedai-kedai, rumah-rumah penduduk, warung, tongkang ataupun kapal mereka.

 Warga Tionghoa saat itu banyak yang merasa bahwa RRC termasuk negara sekutu yang memenangkan perang dunia II di Asia Pasifik dan mengalahkan Jepang, sehingga dalam keadaan kekosongan kekuasaan pasca proklamasi, mereka merasa lebih berhak mengisi kekuasaan. Bahkan di Bagan Siapi-api, mereka menolak permintaan pemuda mengibarkan bendera Kuomintang bersebelahan dengan bendera merah putih.

 Pemuda yang saat itu masih dalam euphoria kemerdekaan, kemudian bereaksi atas aksi pengibaran bendera Kuomintang tsb.

 Para pemuda di "Masa Bersiap" ini, yang menyerang siapa saja yang dianggap tidak pro kemerdekaan, termasuk menyerang istana para sultan, membunuh bahkan membakar sultan dan keluarga sultan yang dianggap mereka tak pro republik, mencincang sadis para turunan indo belanda yang ibunya tak sengaja berjodoh dengan belanda, kemudian mengalihkan buruannya ke penduduk Tionghoa.

 Bayangkan saja reaksi para pemuda kalap yang sedang mabuk kemerdekaan tsb, terhadap pengibaran bendera Kuomintang?

 Suku Tionghoa kemudian menghadapi konsekwensi mengerikan atas aksi keberaniannya tidak memihak republik secara terbuka. Terjadilah peristiwa pembantaian, perampokan, pemerkosaan dan penjarahan.

 Etnis Tionghoa yang terdesak atas sikapnya sendiri, kemudian mencari perlindungan ke pihak Sekutu dan merapatkan barisan ke pihak Belanda.

 Maret 1946, etnis Tionghoa mulai direkrut Belanda dan membentuk laskar Poh An Tui yang diberikan persenjataan memadai dan pasokan dana yang cukup dari para toke.

 Permusuhan antara pejuang kemerdekaan dan etnis Tionghoa kembali semakin melebar, karena di setiap palagan tempur laskar Poh An Tui ini bersikap tengil mirip sekali ah*k..

 Di Medan dengan jeep tempurnya, tak jarang mereka melakukan razia sampai ke dusun-dusun mencari pejuang karena mereka memang memahami daerah tsb, bahkan saat pejuang menyerang tangsi Belanda, Poh An Tui membantu Belanda menembaki para pejuang dari atas toko-toko mereka..

 Di Tangerang Poh An Tui yang berpatroli secara demonstratif mencopoti bendera merah putih dirumah penduduk dan dengan sengaja membakarnya didepan penduduk..

 Di Sukabumi mereka menjadi penjaga gerbang utama pabrik2 milik Belanda yang ditargetkan pejuang untuk direbut atas perintah Bung Karno melakukan nasionalisasi aset Belanda..

 Di pasar-pasar perkotaan dengan alasan menjaga etnis Tionghoa, mereka petantang petenteng berpatroli rutin memakai senjata lengkap.

 Kebencian rakyat tak terbendung, Juni 1946 sekitar 600 orang Tionghoa di sungai Cisadane Tangerang yang dianggap bekerjasama dengan Belanda dibunuh dan desanya dibakar. Aksi perampokan, pembunuhan terhadap etnis Tionghoa kemudian menjalar dari Mauk, Serpong sampai ke Karawang.

 Etnis Tionghoa di negeri ini memang banyak yang bersikap unik..

 Disaat Taiwan dan Hongkong, benci sekali dan tak sudi dianggap bagian dari RRC, bahkan siap berperang tapi disini malah ada yang masih cinta mati dengan RRC.

 Disaat konsul China di Batavia menolak pembentukan Poh An Tui dan mengatakan untuk menjaga sikap, mulut dan perbuatan, mereka tak perduli dan tetap merapat ke sekutu..

 Mereka bisa menulis panjang penuh kesedihan mendayu-dayu tentang kehidupan etnis Tionghoa di masa Suharto, yang dilarang melakukan ibadah dan dilarang menggelar Baronsai, tapi untuk Uighur yang faktanya dipaksa masuk dalam kamp-kamp konsentrasi, dipaksa makan babi, dipaksa tak berpuasa, ditekan secara ekonomi, mereka berkelit itu fitnah, doktrinasi barat, sambil tak lupa mengatakan hal biasa dalam negara komunis dilarang ibadah, seolah cinta mati dengan komunis.

 Jarang ada yang bisa bersikap seperti Soe Hok Gie yang terheran-heran mengapa asimilasi Tionghoa dengan pribumi harus dilakukan dengan pergantian nama, pernikahan antar suku, karena Soe Hok Gie sendiri tak pernah merasa dirinya ada hubungan darah dengan RRC...Atau komodor Lie "Hantu Laut" yang bahkan siap berperang dengan Belanda merebut Papua.

 Mereka terkadang ada yang merasa lebih china dari china itu sendiri, tak ada rasa takut menyinggung mengangkat isu sensitif agama atas sikapnya terhadap muslim uighur, tak takut sikapnya dan namanya yang identik dengan partai bisa merusak nama partainya, hanya karena mimpi basahnya atas poros Jakarta-Peking yang bahkan jaman Sukarno dan Suharto hanyalah mimpi basah Nyoto dan DN Aidit.

 Dan saat ummat terpancing, mereka akan bersikap seperti Ah*k, merasa didhalimi sambil tak lupa menuding rasis, intoleran, primitif, radikal, Ki Lafah, Mak Odah, padahal otaknya yang d*ngu.

 Tapi lucunya mereka yang chauvinis tanpa kumis seperti Hitler ini, merasa paling pintar, padahal perbedaan delik aduan dan delik umum aja mereka tak faham sampai menyamakan dengan syarat materiil..Upaya melindungi warung dari serangan alfa dan indo saja mereka tuduh rasis padahal itu wujud dalam teori ekonomi.

 Aku berlindung dari gangguan buzzer yang goblok dan menutupi kegoblokannya dengan goggle ya Rabb..

 (Sumber: fb)

Sumber: