OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 19 Desember 2019

Sumbar Melarang Natalan, Benarkah?

Sumbar Melarang Natalan, Benarkah?


10BeritaChat itu mampir di WA meminta jawaban saya selaku orang Sumbar. Chat dari seorang teman yang membaca pemberitaan di media. Walau warga Sumbar, lokasi saya sangat jauh dari tempat yang dijadikan berita. Ratusan kilometer jarak saya bermukim dengan tempat kejadian perkara.

 Saya copas link berita dan membagikannya di grup alumni dan grup teman-teman lainnya. 3 jam kemudian, saya mendapatkan jawaban dari seorang teman yang kebetulan bersebelahan dengan TKP.

 Menurut sang teman, Tidak benar ada pelarangan. Dari tahun 2010 peribadatan Natal telah berjalan. Namun 2 tahun kebelakang, mulai ada keresahan ketika peribadatan itu membawa orang luar masuk ke wilayah tersebut. Bahasa mereka seperti ikut meramaikan. Padahal jumlah jemaat mereka gak sebanyak yang tergambar saat perayaan natal tersebut.

 "Bahkan ada yang dari Bungo didatangkan."

 Bungo adalah nama daerah di provinsi Jambi yang bersebelahan dengan kabupaten Dhamasraya, Sumbar. Atas hal inilah ada penolakan dari warga untuk perayaan berikutnya. Selama ini perayaan natal yang diperbolehkan memakai rumah penduduk sebagai rumah ibadahnya. Berada ditengah permukiman warga dan sangat menganggu ketika banyak orang luar datang ke kampung.

 "Tau lah orang kampung, ketika orang luar banyak datang pasti merasa ingin tau ada apa. Bertanya mengapa harus datangkan orang luar segala? Apa gak cukup warga saja yang merayakannya?".

 Di perkampungan Sumbar, keberadaan pendatang pasti akan mendapatkan perhatian lebih. Bisik-bisik mengenai keberadannya menjadi obrolan di kedai kopi dan ibu-ibu yang berkumpul. Ada rasa kecemasan bagi orang kampung yang mendapati banyak warga luar masuk ke kampungnya. Dan ini wajar adanya, walaupun alasannya untuk beribadah.

 Atas dasar itu, ada diskusi dan menghasilkan putusan untuk diberikan pada aparat pedesaan. Aparat pedesaan juga mengambil kebijakan bukan berdasarkan kemauan sendiri, melainkan berdasarkan apa yang warganya inginkan.

 Silahkan beribadah natal ditempat ibadah yang sudah ada. Jika terlalu jauh, silahkan beribadah di rumah masing-masing saja.

 Yang dihebohkan, dulu boleh kenapa sekarang gak boleh?

 Yang terlihat dan yang diekspose adalah PENOLAKAN. Padahal, penolakan itu ada dasarnya karena adanya mobilisasi orang luar untuk ikut ibadah di kampung yang kecil. Dasar penolakan ini yang dilupakan oleh pihak yang sengaja melakukan kajian atau pembelaan atas hak Nasrani disana.

 Orang Minang menjunjung Falsafah "Dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung". Selain aturan pemerintah, ada aturan adat yang harus diikuti oleh semua pihak. Aturan adat ini berasal dari mufakat warga. Jika warga sudah bermufakat dan memutuskan, seharusnya itu dihargai sebagai bentuk toleransi juga. Jangan anggap itu intoleran karena bidangnya adalah agama.

 Seharusnya, warga non muslim tidak memaksakan peribadatan di rumah warga karena sebelumnya sudah ada pelarangan. Jika warga berpegang pada aturan pemerintah, sebuah rumah tinggal gak boleh dijadikan rumah ibadah. Karena perizinannya adalah RUMAH TINGGAL. Namun selama kurun waktu 2010-2017, rumah warga non muslim disana sudah dijadikan rumah ibadah umat kristiani. Selama kurun waktu itu adalah tanda umat muslim memberikan hak Nasrani, walaupun hak itu melanggar aturan tentang peruntukan rumah ibadah dari pemerintah.

 Selama 7 tahun diberikan ruang, selama itu juga umat muslim evaluasi cara mereka merayakannya. Selalu mendatangkan warga luar untuk masuk kampung dan beribadah disana, menjadi catatan khusus dari warga kampung. Atas dasar itu mereka meminta mengkaji ulang kebijakan perayaan natal mereka di rumah salah satu warga.

 Jika umat nasrani disana menghormati dalam rasa yang sama, gak perlu memaksakan peribadatan disana. Harusnya menuliskan surat permohonan pada Pemkab Dhamasraya atau Sijunjung untuk memakai gedung pemerintahan sebagai tempat perayaan Natal bersama. Pakailah gedung pemerintahan sebagai tempat misa Natal diadakan.

 Kenapa harus memaksakan rumah warga sebagai tempat perayaan natal?

 Jika gedung pemerintahan yang dipakai, saya yakin pemerintah daerah akan berikan. Bukan itu saja, mereka akan fasilitasi dalam hal pengaturan dan juga keamanan. Dan pastinya, warga gak akan ada yang keberatan karena tempatnya bukan di rumah warga.

 Pemprov DKI menyediakan tempat untuk perayaan misa natal, hal ini bisa dicontoh pemkab Dhamasraya dan Sijunjung dalam menghentikan polemik dengan menyediakan gedung utk perayaan natal bersama.

 Kedepan, silahkan ajukan pembuatan rumah ibadah. Tentukan lokasinya dan yang utama harus mendapatkan izin dari warga yang berdekatan dengan rumah ibadah tsb.

 Saya curiganya, keberadaan pihak yang ekspose hal ini bertujuan untuk membenarkan indeks kerukunan beragama yang beberapa waktu lalu dirilis Kementrian Agama. Dimana dalam indek tersebut, Sumbar ditempatkan dalam posisi terbawah bersama Aceh.

 Padahal, di setiap kabupaten sudah berdiri rumah ibadah semua agama. Kenapa memaksakan membuat rumah tinggal menjadi rumah ibadah? Ketika ditolak, lalu teriak ada pelanggaran HAM dan Intoleransi. Meminta perhatian orang luar agar memberitakannya seolah Sumbar itu intoleran.

 Padahal hampir 90% nasrani disana adalah pendatang. Bukan warga asli Sumbar. Kenapa gak bisa menghormati adat di daerah setempat? Daerah lain bangga mengatakan kearifan budaya lokal atas sebuah adat ditempatnya, kenapa Sumbar gak bisa mengatakan yang sama untuk aturan adat yang ada?

 WHY...?

 Setiap penolakan pasti ada alasan. Hanya mendengar kata penolakan tanpa mendengar alasan, adalah bentuk intoleransi yang lain. Mengatakan HAM dengan melanggar HAM orang lain juga gak baik. Ada cara bijak dengan melibatkan pemerintah untuk ikut didalamnya memfasilitasi masalah tempat. Kenapa gak dilakukan?

 Ada apa dibalik pemberitaan ini, siapa pihak yang bermain memancing kehebohan tanpa mau mencoba alternatif lain?

 Buat penggiat toleransi yang ingin liat sumbar dan membuktikannya, saya sediain layanan gratis buat akomodasinya, tapi bensin enggak. ✌

By Setiawan Budi [fb]

 ___
 *Berita terkait:

 - Disebut Larang Perayaan Natal, Pemkab Dharmasraya dan Sijunjung Sumbar Membantah
https://regional.kompas.com/read/2019/12/18/11554781/disebut-larang-perayaan-natal-pemkab-dharmasraya-dan-sijunjung-sumbar

 - 2 Kabupaten Sumbar Melarang Perayaan Natal, Dibantah Pemkab hingga Umat Ibadah di Rumah Pribadi
https://regional.kompas.com/read/2019/12/19/06060071/2-kabupaten-sumbar-melarang-perayaan-natal-dibantah-pemkab-hingga-umat


Sumber: