OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 31 Januari 2020

Hajar Aswad Pernah Hilang 22 Tahun

Hajar Aswad Pernah Hilang 22 Tahun

Dalam sejumlah hadits disebutkan bahwa Hajar Aswad adalah batu yang berasal dari surga. Saat pertama kali diturunkan ke bumi, batu ini berwarna putih seperti susu. Namun, karena dosa-dosa manusia, warnanya pun berubah menjadi hitam.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga. Ia lebih putih dari pada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.” (HR. At-Tirmidzi).
Namun, perbedaan pendapat mengenai asal mula diturunkan. Ada yang menyebutkan, Hajar Aswad diturunkan oleh Allah melalui perantara Malaikat Jibril. Sebagian lagi berpendapat, ia dibawa oleh Nabi Adam Alaihissalam ketika diturunkan dari surga. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam “Qashash Al-Anbiya”.


Sebagian kaum Muslimin belum mengetahui bahwa batu hitam yang tertempel di dinding Ka’bah itu dahulu pernah dicopot dari tempatnya, dan baru kembali setelah lebih dari dua puluh tahun. Pelakunya adalah orang-orang kelompok Qaramithah, salah satu sekte Syiah radikal.
Pengkhianatan orang-orang Qaramithah ini  pertama kali muncul di Bahrain pada masa Khalifah Al-Mu’tadhid Al-Abbasi. Pemimpinnya adalah Abu Sa’id Al-Qirmithi. Kekuatan kelompok ini semakin besar ketika anaknya, Abu Thahir menggantikannya. Qaramithah di bawah pimpinan Abu Thahir meningkat wibawanya dan semakin kuat pasukannya.
Mereka selalu bertempur melawan tentara khalifah yang berpusat di Baghdad. Kadang mereka menang, kadang tentara khalifah yang menang. Pada tahun 317 Hijriyah, orang-orang Qaramithah berangkat ke Makkah pada hari Tarwiyah. Di perbatasan kota Makkah, mereka memerangi para jamaah haji. Setelah itu, mereka masuk ke kota dan menerobos hingga ke Masjidil Haram, di sana mereka membunuh banyak orang.
Pemimpin mereka Abu Thahir, duduk di depan pintu Ka’bah, sedangkan pasukannya berdiri mengelilinginya. Mereka membunuh para jamaah haji di Tanah Haram, di bulan haram, di hari Tarwiyah, hari paling mulia. Para jamaah haji melarikan diri, ada yang bergelantungan di tirai Ka’bah. Namun, mereka juga tidak dapat lolos dari pembantaian.
Setelah selesai membantai para jamaah haji, Abu Thahir memerintahkan anak buahnya menutup sumur zam-zam dengan melemparkan para korban yang meninggal ke dalamnya, mereka juga menghancurkan kubahnya. Lalu ia memerintahkan pasukannya untuk mencopot pintu Ka’bah dan melepaskan kain penutupnya lalu merobeknya dan dibagi-bagikan kepada setiap pasukannya.
Setelah itu, ia memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk mencabut Hajar Aswad. Dia juga menghantam Hajar Aswad dengan palu baja hingga pecah. Ia berkata, “Di manakah burung ababil? Di manakah batu yang berasal dari tanah yang terbakar itu?” Mereka mengharapkan Allah menurunkan burung-burung yang membawa batu panas sebagaimana yang pernah Allah turunkan pada Abrahah dan pasukan gajahnya.
Abu Thahir tinggal selama sebelas hari di Makkah, setelah itu ia kembali ke negerinya dengan membawa Hajar Aswad. Hajar Aswad tetap berada bersama mereka selama 22 tahun. Batu itu baru dikembalikan pada tahun 339 Hijriyah, pada masa Khalifah Al-Muthi’.
Pada akhir hayatnya, Abu Thahir mendapatkan adzab Allah. Disebutkan bahwa ia mati dengan tubuh dipenuchi cacar. Bersamaan dengan kematiannya, maka berakhir pula kekuatan Syiah Qaramithah.
Sekilas Gerakan Qaramithah
Gerakan Qaramithah merupan gerakan yang berpaham atau beraliran Syiah radikal. Pendiri gerakan ini adalah seorang tokoh sekte Syiah Ismailiyah di Kufah, yakni Hamdan bin Al-Asy’ats. Ia bergelar Qarmath. Gerakan ini bertujuan untuk menopang Dinasti Fathimiyah yang didirikan Ubaidullah bin Hasan Al-Mahdi.
Untuk merealisasikan cita-cita kemasyarakatan yang mereka cita-citakan mereka mendirikan satu pemukiman yang diberi nama Darul Hijrah. Dalam masa jayanya, kelompok ini mampu mendirikan sebuah negara di Al-Hasa’, Bahrain, di bawah pimpinan Abu Said Al-Hasan bin Bahram Al-Jannabi yang bebas dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Sementara itu, di Khurasan, Suriah, dan Yaman mereka mempunyai pengaruh yang memusingkan pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Gerakan ini masih bertahan sampai 442 Hijriyah (1030 M), meskipun sudah tidak lagi memiliki kekuasaan militer dan politik. Bahkan, secara lokal mereka masih ada sampai abad ke-18 M. Kemudian mereka menjelma dalam tubuh kelompok Makramiyah yang berpusat di Hajar dan diberi nama baru kelompok Mu’miniyyah, terletak di Hufuf, Arab Saudi.
Oleh: Mahardy Purnama
Sumber: Wahdah Islamiyah.