OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 31 Januari 2020

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jadi Bumerang

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jadi Bumerang



10Berita, Situbondo: Kebijakan BPJS Kesehatan menaikkan tarif iuran serta kewajiban membayar tunggakan tanpa adanya potongan, menjadi bumerang bagi BPJS sendiri. Terbukti, dari beberapa peserta memilih mengundurkan diri.

Banyak warga yang menunggak pembayaran, bahkan, salah seorang pedagang jamu harus mengorbankan masa depan anaknya karena memilih membayar iuran BPJS Kesehatan dibandingkan melanjutkan sekolah anaknya ke perguruan tinggi.

"Iurannya kan naik mbak. Biasanya kelas III Rp25.500 naik menjadi Rp42.500 per peserta setiap bulan. Harus saya bayar dengan terpaksa, karena saya dan keluarga butuh pelayanan kesehatan," ujar pedagang jamu keliling, Samsul Arifin (52) kepada RRI, Senin (13/1/2020).

Warga Kelurahan Ardirejo Kecamatan Panji, Situbondo ini mengaku, penghasilannya setiap hari berkisar Rp30 ribu sampai Rp40 ribu. Ditambah lagi harga sejumlah bahan pokok ikut naik. Sementara anggota keluarganya yang harus dibayarkan sebanyak empat orang.

"Tinggal mengalikan saja, empat orang dikalikan Rp42.500. Saya sampai mengurungkan niat saya untuk melanjutkan sekolah anak saya ke perguruan tinggi. Padahal anak saya sangat ingin melanjutkan sekolahnya," ungkap Samsul Arifin.


Lain halnya dengan Arsida (46). Warga Kelurahan Mimbaan, Situbondo ini mengaku kaget, saat akan membayar iuran BPJS Kesehatan. Yang ia tahu, kelas III tidak jadi naik, namun saat hendak membayar, ternyata iurannya naik menjadi Rp42.500 per bulan.

"Saya kemarin ke kantor BPJS Kesehatan mau bayar tunggakan. Sudah lima bulan saya menunggak. Saya pikir gak jadi naik, ternyata naik, akhirnya saya gak jadi bayar," bebernya kepada RRI.

Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan itu menjadi alasan kuat Arsida, mengurungkan niatnya membayar tunggakan, bahkan berniat untuk berhenti dari kepesertaan. Sebab ia tak kuat jika harus membayar enam orang anggota keluarganya.

"Saya nunggak selama lima bulan, sementara yang harus dibayar enam orang. Saya memilih berhenti saja dari kepesertaan. Kalau misalnya ada yang sakit, mau bayar umum saja," beber Arsida.

Arsida mengungkapkan, penghasilan suaminya tak mampu untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. Karena kebutuhan lainnya seperti kebutuhan dapur, pendidikan anak-anaknya, dan kebutuhan lain yang mendesak harus menjadi prioritas.

"Ketiga anak saya sekolah semua. Yang bungsu masih umur empat tahun. Banyak kebutuhan penting lainnya yang harus saya dahulukan," ujarnya.

Diinformasikan sebelumnya, akhir tahun 2019, pemerintah resmi menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Tarif iuran kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Untuk kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp 42 ribu per peserta setiap bulannya.

Sementara itu, ketika hendak dikonfirmasi jumlah peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Situbondo, pihak BPJS Kesehatan tidak bersedia dikonfirmasi.

Sumber: KBRN