OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 05 Januari 2020

Reaksi Jokowi Paspor China Masukkan Natuna dalam Wilayahnya, Kini Kapal Asing Jarah Hasil Laut

Reaksi Jokowi Paspor China Masukkan Natuna dalam Wilayahnya, Kini Kapal Asing Jarah Hasil Laut


Peta Laut China Selatan dimana paspor baru China memasukkan Natuna dalam wilayahnya - Cfr.org
10Berita - Konflik teritorial antara Indonesia dengan China yang mengklaim wilayah kepulauan natuna dan menjarah hasil laut sebenarnya bukan kali ini saja.

Klaim itu diketahui melalui pengakuan sepihak pemerintah China melalui penerbitan paspor dan memasukkan wilayah natuna dalam daerah kedaulatannya sejak 2015 lalu.

Terkini Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi menegaskan Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash line (klaim atas sembilan titik imaginer) China di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

“Indonesia tidak pernah akan mengakui 9 dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982” ujar Retno usai rapat tertutup di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, seperti yang dilaporkan KompasTV Jumat (3/1/2020).

Retno mengatakan batas wilayah itu merupakan klaim sepihak tanpa dasar hukum.

Menteri Luar Negeri Retno menuturkan China merupakan salah satu bagian dari UNCLOS United Nations Convetion on the Law of the Sea 1982.

Peta di paspor baru China (washingtonpost.com)



Oleh karena itu, dia meminta China wajib menghormati implementasi dari UNCLOS 1982. Lebih lanjut, Menteri Luar Negeri Retno menyampaikan rapat koordinasi di Kemenkopolhukam untuk memperkuat posisi indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna.


Dia menyebut Indonesia menekankan kembali bahwa telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Tingkok menggambarkan peta sebagian perairan Natuna di wilayah Laut Tiongkok Selatan masuk ke peta wilayah mereka dengan “sembilan dash line atau garis terputus” dalam kawasan Laut China Selatan  (LCS).

Sebelumnya dalam paspor terbaru milik warga China juga sudah dicantumkan, seharusnya menjadi warning bagi kita mewaspadai hal ini.

Cepat atau lambat Indonesia akan masuk pusaran konflik LCS karena konflik LCS yang terjadi selama ini hakekatnya merupakan “geopolitik” Cina dalam mengamankan “Jalur Sutera”nya, hingga akhirnya kini insiden kapal nelayan China masuk wilayah Natuna menjarah hasil laut dikawal kapal Coast Guard.

Arti mengamankan di sini adalah, menguasai secara fisik baik melalui diplomasi maupun ancaman invasi, terlebih mereka mengklaim 90% LCS sebagai wilayahnya.

Mengklaim 90% LCS sebagai wilayah mereka dinilai ketamakan luar biasa China terhadap wilayah berkepentingan bagi negara lain.

Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang terletak di tengah Laut China Selatan  menjadi sumber konflik kedaulatan Republik Indonesia.

Isu tersebut muncul setelah 2015 lalu Presiden Joko Widodo mengkritik peta Republik Rakyat China yang memasukkan daerah kaya gas alam itu dalam wilayahnya.

"Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apa pun," ujar Jokowi saat diwawancarai Koran Yomiuri Shimbun.

Presiden Jokowi di Gedung Agung Yogya (TRIBUNNEWS.COM/SENO TRI SULISTIYONO)

Natuna terdiri dari tujuh pulau, dengan Ibu Kota di Ranai. Pada 1597, kepulauan Natuna sebetulnya masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia.

Namun pada abad 19, Kesultanan Riau menjadi penguasa pulau yang berada di jalur strategis pelayaran internasional tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada republik yang berpusat di Jawa.

Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB.

Sempat ada kajian dari akademisi Malaysia, bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Negeri Jiran. Namun, untuk menghindari konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada 1962-1966, maka Malaysia tidak menggugat status Natuna.

Lepas dari klaim sejarah tersebut, Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu jadi penduduk mayoritas, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen.

Jurnal the Diplomat pada 2 Oktober 2014 sudah meramalkan konflik terbuka antara China-Indonesia akan muncul cepat atau lambat.

Sumber: TRIBUN-MEDAN.com