OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 17 Januari 2020

Siapa yang Intoleran?

Siapa yang Intoleran?




10Berita - Siapa yang Intoleran? Tahun 2002, saya memeluk Islam, sampai 2016, saya berdakwah, baik lewat tulisan, lisan, atau di media sosial. Tak ada tuduhan radikal, intoleran, apalagi anti-pancasila dan anti-NKRI.

Bahkan umumnya di Indonesia, tak ada tuduhan radikalisme, NKRI harga mati, koar-koar seolah negeri ini darurat toleransi atau segala hal semisalnya, semua baik-baik saja.

Indonesia itu indah, keren, sehari-hari saya yang Muslim, Opa-Oma yang Buddha, Papi-Mami yang Katolik, tante yang Kristen, biasa duduk satu meja, makan dan bercanda.

Adapun prinsip masing-masing, kita tak saling campur, adapun meyakini agama yang dipeluk sebagai kebenaran, itu harus.

Andai ada sedikit singgungan, itu biasa, selesai di meja makan.

Entah dari mana, sejak 2016 hingga kini, bermunculan manusia setengah intelegensia, teriak-teriak de-radikalisasi, darurat toleransi, main tuduh anti-pancasila dan anti-NKRI.

Anehnya, yang dibidik adalah yang selama ini teguh dengan syariat, yang sudah khatam bab toleransi, yang memang sudah include dalam ajaran Islam, sudah membumi di Indonesia.

Jadi, sebenarnya mereka ini kaum anti-agama—utamanya Islam—meski gelarnya agamawan.

Mereka jadikan dirinya standar toleran, paling Indonesia, paling pancasila, paling damai. Lihat saja:

Yang berusaha Islami dibilang Arabisasi,
Yang berusaha menepati sunnah dikata budaya Arab,
Yang pro-Islam dihina kadal gurun, unta.

Tapi mereka begitu permisif pada budaya barat.

Dulu, toleransi itu dimaknai, kamu nge-teh aku ngopi, kita ngobrol, sing penting ngombe bareng.

Sekarang, bagi mereka, toleransi adalah kalau mereka nge-teh, kita harus ikut nge-teh juga.

Lebih parah lagi, de-radikalisasi zaman ini dimaknai, kamu nge-teh, aku ngopi, maka kamu radikal kalau kopimu enggak dicampur sama teh-ku.

Toleransi yang maksa, toleransi yang enggak toleran.

Sementara kaum anti-agama itu ribut dengan isu yang mereka gaduhkan sendiri, saya dan keluarga, Papi-Mami, keponakan, menikmati hidangan pilihan masing-masing.

Kita saling hargai, saling terima, tanpa mencampur makanan satu sama lain.

Tanpa harus merasa pilihan hidangan yang lain radikal, dan merasa hebat dengan menuduh orang lain.

Jadi siapa yang intoleran? 😁😁😁

Oleh: Ustaz Felix Siauw

Sumber: KONTENISLAM.COM

Related Posts:

  • Makna SalamMakna Salam 10Berita , Oleh: Dikdik Dahlan Lukman *) Menyapa adalah salah satu bentuk kepedulian, penghargaan, bahkan mungkin penghormatan seseorang yang dilakukan untuk saudara, teman, sahabat, atau hanya sekadar … Read More
  • Jangan Pernah Berpikir bahwa dengan Kriminalisasi Ulama Ghirah Umat Islam KendurJangan Pernah Berpikir bahwa dengan Kriminalisasi Ulama Ghirah Umat Islam Kendur 10Berita, JAKARTA - Jangan pernah berpikir bahwa jika mengkriminalisasi ulama atau tokoh agama Islam akan mengendurkan semangat umatnya. J… Read More
  • 3 Macam Hidayah dalam Al Qur’an3 Macam Hidayah dalam Al Qur’an     10Berita, HIDAYAH bisa terjadi pada setiap orang, tanpa kita duga atau kita tebak sebelumnya. Berbicara hidayah, ternyata al qur’an sudah menjelaskannya terlebih dahu… Read More
  • Ide Radikal LGBT: Alat Politik Penjajah Ide Radikal LGBT: Alat Politik Penjajah Oleh: Nurul Firdaus (Mahasiswa UNAIR) 10Berita, Putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan perkait perluasan aturan soal perzinahan, perkosaan dan juga pencabulan pada kamis (14/… Read More
  • Apakah Nazar Harus Ditunaikan?  Apakah Nazar Harus Ditunaikan? 10Berita, Dalam bahasa Arab, Nazar berarti mewajibkan sesuatu yang pada mulanya tidak wajib atas diri sendiri sehubungan terjadinya suatu peristiwa. Banyak orang yang sering melakukan naz… Read More