Bagi Orang Miskin, Omnibus Law Lebih Menakutkan Ketimbang Corona
“Kami membahas Omnibus Law. Kami menyatakan sikap menolak,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Jawa Tengah, Edy Riyanto kepada detikcom di Semarang, Selasa (17/3/2020).
Edy lalu memaparkan kerugian jika RUU Cipta Kerja disahkan, di antaranya berpotensi menghilangkan pesangon, outsourcing makin bebas, tenaga kerja asing tanpa keterampilan mudah masuk.
“PHK juga dipermudah, proses PHK tidak harus mekanisme lewat mediasi dinas tenaga kerja, asal ada kesepakatan, sepakati dengan pekerja, serikat tidak dilibatkan,” jelasnya.
FSPRTMM Jawa Tengah ini juga menggelar rapat untuk menyusun pernyataan sikap penolakan Omnibus Law, sejak 16-17 Maret 2020. Hasil rapat ini akan diserahkan ke DPRD Provinsi Jateng dan Gubernur Jateng. Mereka berharap tuntutan bisa segera disampaikan ke pusat dan tetap berpedoman pada UU nomor 13 tahun 2003.
“Harapannya kembalikan ke UU 13 tidak usah RUU Cipta Kerja,” tegasnya.
Selain itu Edy menegaskan agar pemerintah tidak melupakan polemik Omnibus Law di tengah penanganan COVID-19 atau Corona. Sebab, menurutnya Omnibus Law berdampaknya lebih luas ke masyarakat Indonesia.
“Corona itu memang mengkhawatirkan, semua takut. Lebih khawatirkan manakala RUU Cipta Kerja disahkan, lebih berat, dampak lebih besar bagi pekerja, melebihi isu Corona. Jangan lupakan masalah Omnibus Law, harus dapat perhatian serius kalau tidak diperhatikan bahaya lebih besar,” jelas Edy.
Edy juga berpendapat jangan sampai terjadi lockdown untuk penanganan virus COVID-19 ini. Dia menyebut kerugian yang dialami masyarakat akan jauh lebih besar dan berpotensi menjadi runyam.
“Kalau lockdown semua rugi, pekerja merasa rugi. Kita harap jangan sampai lockdown. Kita kan butuh kerjaan, jangan sampai ada kendala,” katanya.(dtk)