OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 10 Maret 2020

Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Duit Talangan Ditarik Lagi, Kekacauan Fiskal Pemerintah Diungkap

Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Duit Talangan Ditarik Lagi, Kekacauan Fiskal Pemerintah Diungkap



Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Jokowi
10Berita, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia membatalkan Perpres yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Keputusan itu berlaku setelah adanya judicial review yang dilakukan atas kebijakan pemerintah tersebut.

Pada pasal 34 ayat 1 Perpres yang mengatur menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).

Pasal itu menaikkan iuran kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per bulan dan kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan.

MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dengan keputusan itu maka otomatis iuran BPJS Kesehatan mau tidak mau mesti kembali kepada skema awal, yakni iuaran kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan, iuran kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku ragu BPJS Kesehatan bisa sustain dengan kondisi keungan yang negatif.

“Ya nanti kita lihat bagaimana BPJS (Kesehatan) bisa sustain dari sisi keinginan memberikan jasa kesehatan masyarakat secara luas namun dari sisi keuangan mereka, sampai dengan akhir Desember 2019, meski sudah saya tambahkan Rp 15 triliun, kondisi keuangan BPJS masih negatif hampir sekitar Rp 13 triliun,” ujarnya, Senin (9/3/2020).

Oleh karenanya jika Perpres dibatalkan pascaputusan MA tersebut, maka Kemenkeu perlu menarik kembali tambahan talangan Penerima Bantuan Iuran (PBI).


Itu dilakukan agar tidak menjadi catatan saat audit laporan keuangan pemerintah oleh BPK.

Bukan itu saja, Sri Mulyani mengungkapkan risika lain dari pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini berbahaya bagi APBN dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pasalnya implikasi dari itu semua adalah terbatasnya ruang fiskal pemerintah.

Sementara itu anggota Komisi IX dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay tetap meminta pemerintah tetap memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ada meski iuran BPJS batal dinaikkan.

“Terutama BPJS sebagai operator harus tetap memberikan pelayanan yang secukupnya, yang memadai sesuai standar kepada masyarakat. Meskipun ini kenaikan tidak jadi diberlakukan,” ucapnya.

Lebih jauh, sembari mengambil keputusan itu, pemerintah bersama DPR perlu merumuskan kembali solusi terbaik mengatasi dampak dari pembatalan tersebut.

“Sembari dengan itu tentu kita juga barangkali perlu lakukan evaluasi terhadap peraturan perundangan terkait sistem jaminan sosial kita,” katanya.

(sta/pojoksatu)