Mengapa Pasien Covid-19 Bisa Sembuh Walaupun Belum Ada Obat?
10Berita, Jakarta - Dokter spesialis paru dari Ikatan Dokter Indonesia menjelaskan banyak pasien COVID-19 yang sudah sembuh dari penyakit tersebut walau hingga saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya. "Angka case fatality rate (CFR) antara 2-3 persen, 97 persen kemungkinan bisa sembuh," kata dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan Erlina Burhan yang tergabung sebagai Satgas COVID-19 di kantor PB IDI Jakarta, Kamis 5 Maret 2020.
CFR atau persentase terjadinya kematian dari keseluruhan kasus akibat virus COVID-19 menunjukkan angka yang rendah. Jika merujuk data terakhir kasus COVID-19 secara total di seluruh dunia yaitu lebih dari 90 ribu kasus, lebih dari 50 ribu di antaranya sudah berhasil sembuh kembali atau lebih dari 50 persen dari total kasus.
Dia menerangkan gejala klinis orang yang terinfeksi COVID-19 umumnya gejala ringan. Kasus kematian lebih banyak dialami oleh orang tua dan juga orang yang telah memiliki penyakit kronis sebelumnya.
Selama virus COVID-19 hanya menginfeksi saluran pernapasan atas, gejala yang ditimbulkan biasanya seperti gejala influenza. Namun yang dikhawatirkan apabila infeksi virus COVID-19 telah mencapai paru-paru yang bisa menyebabkan pneumonia, membuat organ tersebut mengeras dan menyulitkan pasien untuk bernapas.
Meski para ilmuwan belum berhasil menemukan vaksin dan obat-obatan sebagai terapi untuk COVID-19, sudah lebih dari 50 persen kasus sembuh. Erlina menjelaskan pada dasarnya sifat virus adalah self limiting disease yaitu bisa sembuh dengan sendirinya. Artinya, penyakit tersebut bisa disembuhkan hanya dengan daya tahan tubuh pasien yang meningkat.
Selain itu, Erlina menjelaskan bahwa para dokter merawat pasien COVID-19 dengan terapi simptomatik, atau mengobati gejala yang muncul dari penyakit COVID-19. "Mengobati gejalanya, melakukan terapi untuk memberikan dukungan terhadap kelainan yang ditimbulkan, karena belum ada obat spesifik virus ini," kata dia.
Jika pasien mengalami sakit kepala maka akan diberikan obat parasetamol, sementara jika pasien mengalami sesak napas akan diberikan respirator oksigen untuk membantunya bernapas. Erlina menyebut lebih dari 80 persen gejala COVID-19 adalah gejala yang ringan.
Sementara orang dinyatakan benar-benar sembuh dari penyakit COVID-19 apabila dalam dua kali pemeriksaan laboratorium pasien dinyatakan negatif terjangkit virus yang bernama resmi SARS-CoV.
Sumber: Tempo.co
10Berita, Jakarta - Dokter spesialis paru dari Ikatan Dokter Indonesia menjelaskan banyak pasien COVID-19 yang sudah sembuh dari penyakit tersebut walau hingga saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya. "Angka case fatality rate (CFR) antara 2-3 persen, 97 persen kemungkinan bisa sembuh," kata dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan Erlina Burhan yang tergabung sebagai Satgas COVID-19 di kantor PB IDI Jakarta, Kamis 5 Maret 2020.
CFR atau persentase terjadinya kematian dari keseluruhan kasus akibat virus COVID-19 menunjukkan angka yang rendah. Jika merujuk data terakhir kasus COVID-19 secara total di seluruh dunia yaitu lebih dari 90 ribu kasus, lebih dari 50 ribu di antaranya sudah berhasil sembuh kembali atau lebih dari 50 persen dari total kasus.
Dia menerangkan gejala klinis orang yang terinfeksi COVID-19 umumnya gejala ringan. Kasus kematian lebih banyak dialami oleh orang tua dan juga orang yang telah memiliki penyakit kronis sebelumnya.
Selama virus COVID-19 hanya menginfeksi saluran pernapasan atas, gejala yang ditimbulkan biasanya seperti gejala influenza. Namun yang dikhawatirkan apabila infeksi virus COVID-19 telah mencapai paru-paru yang bisa menyebabkan pneumonia, membuat organ tersebut mengeras dan menyulitkan pasien untuk bernapas.
Meski para ilmuwan belum berhasil menemukan vaksin dan obat-obatan sebagai terapi untuk COVID-19, sudah lebih dari 50 persen kasus sembuh. Erlina menjelaskan pada dasarnya sifat virus adalah self limiting disease yaitu bisa sembuh dengan sendirinya. Artinya, penyakit tersebut bisa disembuhkan hanya dengan daya tahan tubuh pasien yang meningkat.
Selain itu, Erlina menjelaskan bahwa para dokter merawat pasien COVID-19 dengan terapi simptomatik, atau mengobati gejala yang muncul dari penyakit COVID-19. "Mengobati gejalanya, melakukan terapi untuk memberikan dukungan terhadap kelainan yang ditimbulkan, karena belum ada obat spesifik virus ini," kata dia.
Jika pasien mengalami sakit kepala maka akan diberikan obat parasetamol, sementara jika pasien mengalami sesak napas akan diberikan respirator oksigen untuk membantunya bernapas. Erlina menyebut lebih dari 80 persen gejala COVID-19 adalah gejala yang ringan.
Sementara orang dinyatakan benar-benar sembuh dari penyakit COVID-19 apabila dalam dua kali pemeriksaan laboratorium pasien dinyatakan negatif terjangkit virus yang bernama resmi SARS-CoV.
Sumber: Tempo.co