OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 15 April 2020

Anggaran Kartu Prakerja Naik Jadi 20 T, Pengamat: Jangan Sampai Jadi Bancakan Pejabat

Anggaran Kartu Prakerja Naik Jadi 20 T, Pengamat: Jangan Sampai Jadi Bancakan Pejabat




10Berita - Anggaran tambahan untuk Kartu Prakerja yang digelontorkan pemerintah dalam rangka mengantisipasi dampak ekonomi dari pandemik virus corona (Covid-19) harus dikelola dengan baik dan tepat sasaran.

Sebab, dana puluhan triliun yang digelontorkan oleh pemerintah itu merupakan uang rakyat, dan sejatinya harus kembali kepada rakyat dengan efektif. 

Begitu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Rabu (15/4).

"Jangan sampai anggaran untuk kartu prakerja jadi bancakan. Itu uang rakyat, jadi buat rakyat," kata Ujang Komarudin.

Seperti diketahui, pemerintah menggelontorkan anggaran tambahan untuk penggunaan kartu Prakerja dari semula Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Anggaran ini termasuk paket kebijakan Kartu Prakerja seperti pendampingan pelatihan hingga uang bulanan yang akan didapatkan masyarakat.

"Anggaran Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun jadi Rp 20 triliun. Jumlah penerima manfaat menjadi 5,6 juta orang," kata Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers secara virtual, Selasa lalu (31/3).

Pernyataan Jokowi itu langsung dikritisi Ketua DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Dia meminta masyarakat turut mengawal dan memastikan puluhan triliun duit rakyat itu bisa tepat sasaran. Pasalnya, berdasarkan asumsi sementara dia, tanpa harus mengeluarkan Rp 20 triliun dirasa cukup.

"Biaya pelatihan online (kartou) prakerja Rp 1 juta. Kalikan Rp 100 ribu peserta pelatihan = Rp 100 Miliar. Target peserta: 5 juta orang = Rp 5 triliun," urainya dalam cuitan akun Twitter pribadinya pada Senin kemarin (13/4).

"Berapa didapat setiap rakyat peserta pelatihan? Rp 600 ribu/bulan selama 4 bulan. Tanya: penyelenggara dapat berapa?" sindirnya.

Terkait hal itu, Ujang Komarudin yang juga pengamat politik lulusan Universitas Al-Azhar Indonesia menilai asumsi Rachland Nashidik itu cukup masuk akal. Meskipun, harus didukung dengan data yang valid lagi sebagai pelengkap.

"Jangan dikorupsi. Uang rakyat bukan untuk bancakan pejabat," tegasnya. (Rmol)