Menkumham Mengail Di Air Keruh?
Oleh:Dr. Andi Desfiandi, MA
10 Berita- BEBERAPA hari lalu, Menteri Hukum dan HAM menyampaikan wacana untuk membebaskan 30.000 narapidana dengan mempercepat proses asilimilasi dan integrasi yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai undang-undang.
Dengan alasan, mencegah penularan Covid-19 dan juga over capacity Lapas di seluruh Indonesia.
Yang paling membingungkan adalah wacana beliau untuk juga membebaskan napi tindak pidana korupsi dan narkotika dengan alasan pencegahan covid-19, over capacity dan juga alasan kemanusiaan untuk koruptor yang berusia diatas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 hukuman juga terpidana narkotika yang telah menjalani 2/3 masa hukuman.
Namun wacana asimilasi dan integrasi napi korupsi dan narkottika tersebut terganjal dengan PP 99/ 2012 yang tidak memungkinkan untuk dibebaskan.
Kemudian beliau kembali mewacanakan untuk mengajukan revisi PP tersebut agar wacana itu bisa dilaksanakan. Pengajuan revisi tersebut sudah beberapa kali dilakukan sejak 2015 dan selalu ditolak. Kali ini akan diajukan kembali dengan alasan-alasan di atas.
Alangkah naifnya apabila alasan menghindari penyebaran covid-19 sebagai pembenaran karena kalau itu alasannya maka solusinya sangat mudah tinggal melarang saja para napi dibesuk oleh siapapun untuk sementara. Besuk bisa digantikan dengan teknologi misalnya, diberikan waktu tertentu agar para napi bisa melalui skype atau teknologi lainnya. Atau pembesuk hanya boleh melihat dari batas kaca berjeruji dengan jarak aman.
Alasan kemanusiaan juga adalah alasan yang mengada-ada. Sudah jelas bahwa tindak pidana korupsi dan narkotika adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan.
Sehingga seharusnya juga diperlakukan dengan luar biasa termasuk juga hukumannya sehingga alasan apapun tidak bisa menjadi pembenaran untuk pembebasan hukuman badan.
Begitu pula dengan alasan over capacity adalah alasan klasik sejak dahulu, kalau memang penjara sudah penuh kenapa tidak ditambah kapasitasnya atau sekalian saja hapus proses hukum dan peradilan untuk kasus-kasus tertentu.
Bisa juga menggunakan gedung-gedung yang sudah terbengkalai untuk direnovasi atau diperbesar kapasitas Nusa Kambangan dll.
Wacana tersebut seolah berupaya 'mengail di air keruh' sementara seluruh perhatian pemerintah dan masyarakat digunakan melawan covid-19.
Wallahualam.
(Penulis adalah Ketua Bidang Ekonomi DPP Pejuang Bravo Lima)
Sumber: