Pabrik Tetap Buka, Wabup: Makan Buah Simalakama
10Berita – Di saat pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan di sektor pendidikan hingga PNS demi memutus rantai penyebaran virus corona (Covid-19), banyak perusahaan justru tetap beroperasi seperti biasa atau dengan skema jam kerja terhadap karyawannya. Padahal, risiko terpapar virus di tempat kerja pun cukup tinggi.
Wakil Bupati (Wabup) Bogor, Iwan Setiawan, mengaku sudah mendapatkan keluhan dari beberapa perusahaan terkait hal itu. Bahkan, ia menyebut kebijakan pemerintah menerapkan pembatasan di perusahaan bagaikan buah simalakama. Sebab, jika melakukan penutupan dan berhenti beroperasi, maka pendapatannya akan berkurang. Namun jika tidak segera dilakukan kebijakan terhadap operasional perusahaan, sangat mungkin berdampak secara kesehatan bahkan bisa terjadi penularan secara masif.
”Seperti buah simalakama. Kalau berhenti kan mereka bilang ’mau makan apa? Malah mereka minta order ke kita saking nggak bergeraknya. Untuk perusahaan bidang Alat Pelindung Diri (APD), bisa lah survive. Nah yang gerak di non-APD, pasti down ya selama masa darurat corona ini,” katanya kepada pewarta, Senin (6/4).
Jika harus menerapkan kebijakan menutup semua perusahaan, sambung dia, tentu akan memperparah risiko dampak perekonomian. Namun dampak kesehatan secara masif bisa saja terjadi jika tidak ditutup. ”Makanya saya bilang buah simalakama. Buat saya secara pribadi, ya tetap operasi tapi harus ada pemeriksaan sesuai SOP kesehatan. Itu paling bijak. Termasuk misalnya pengawasan dalam ruangan, itu kami serahkan dan jadi tanggung jawab mereka,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Burhanudin, mengakui pihaknya sulit menerapkan kebijakan penutupan perusahaan karena akan berdampak secara ekonomi bagi pengusaha dan karyawan. Baginya, tidak meliburkan karyawan dan melakukan skema protokol kesehatan di perusahaan lebih masuk akal ketimbang penutupan. ”Ya, ini memang tidak bisa, karena ada istilah perusahaan kejar target, karyawan juga bilang ’mau makan apa’. Jadi yang penting ada social distancing lah, karena penting supaya nggak tertular,” imbuh mantan camat Cariu itu.
Alasan ekonomi memang jadi salah satu tameng kebijakan penutupan perusahaan demi memutus rantai Covid-19. Pemkab Bogor seperti ’sayang’ jika harus menghentikan segala kegiatan, dengan alasan memikirkan ekonomi masyarakat. Padahal, kebijakan penutupan justru bisa menyelamatkan ekonomi masyarakat di tengah penyebaran wabah yang belum bisa terkontrol.
”Sudut pandang pemerintah salah dengan penyelamatan ekonomi dulu. Harusnya karantina wilayah lebih utama untuk penyelamatan rakyat, dengan melokalisir penyebaran virus. Sehingga ekonomi tidak terpuruk seperti ini,” kata Pengamat Ekonomi STIE Kesatuan, Syaifudin Zuhdi.
Ia pun berkaca pada kejadian di China yang mengkarantina wilayah Kota Wuhan dan negaranya, sampai Wuhan seperti kota mati. ”Ini harusnya jadi contoh pemerintah. Dengan mengutamakan penyelamatan ekonomi tidak akan bisa menyelamatkan rakyat. Tapi sebaliknya, penyelamatan rakyat bisa berdampak pada penyelamatan ekonomi,” tukasnya. (ryn/c/yok/py
Sumber: METROPOLITAN
10Berita – Di saat pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan di sektor pendidikan hingga PNS demi memutus rantai penyebaran virus corona (Covid-19), banyak perusahaan justru tetap beroperasi seperti biasa atau dengan skema jam kerja terhadap karyawannya. Padahal, risiko terpapar virus di tempat kerja pun cukup tinggi.
Wakil Bupati (Wabup) Bogor, Iwan Setiawan, mengaku sudah mendapatkan keluhan dari beberapa perusahaan terkait hal itu. Bahkan, ia menyebut kebijakan pemerintah menerapkan pembatasan di perusahaan bagaikan buah simalakama. Sebab, jika melakukan penutupan dan berhenti beroperasi, maka pendapatannya akan berkurang. Namun jika tidak segera dilakukan kebijakan terhadap operasional perusahaan, sangat mungkin berdampak secara kesehatan bahkan bisa terjadi penularan secara masif.
”Seperti buah simalakama. Kalau berhenti kan mereka bilang ’mau makan apa? Malah mereka minta order ke kita saking nggak bergeraknya. Untuk perusahaan bidang Alat Pelindung Diri (APD), bisa lah survive. Nah yang gerak di non-APD, pasti down ya selama masa darurat corona ini,” katanya kepada pewarta, Senin (6/4).
Jika harus menerapkan kebijakan menutup semua perusahaan, sambung dia, tentu akan memperparah risiko dampak perekonomian. Namun dampak kesehatan secara masif bisa saja terjadi jika tidak ditutup. ”Makanya saya bilang buah simalakama. Buat saya secara pribadi, ya tetap operasi tapi harus ada pemeriksaan sesuai SOP kesehatan. Itu paling bijak. Termasuk misalnya pengawasan dalam ruangan, itu kami serahkan dan jadi tanggung jawab mereka,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Burhanudin, mengakui pihaknya sulit menerapkan kebijakan penutupan perusahaan karena akan berdampak secara ekonomi bagi pengusaha dan karyawan. Baginya, tidak meliburkan karyawan dan melakukan skema protokol kesehatan di perusahaan lebih masuk akal ketimbang penutupan. ”Ya, ini memang tidak bisa, karena ada istilah perusahaan kejar target, karyawan juga bilang ’mau makan apa’. Jadi yang penting ada social distancing lah, karena penting supaya nggak tertular,” imbuh mantan camat Cariu itu.
Alasan ekonomi memang jadi salah satu tameng kebijakan penutupan perusahaan demi memutus rantai Covid-19. Pemkab Bogor seperti ’sayang’ jika harus menghentikan segala kegiatan, dengan alasan memikirkan ekonomi masyarakat. Padahal, kebijakan penutupan justru bisa menyelamatkan ekonomi masyarakat di tengah penyebaran wabah yang belum bisa terkontrol.
”Sudut pandang pemerintah salah dengan penyelamatan ekonomi dulu. Harusnya karantina wilayah lebih utama untuk penyelamatan rakyat, dengan melokalisir penyebaran virus. Sehingga ekonomi tidak terpuruk seperti ini,” kata Pengamat Ekonomi STIE Kesatuan, Syaifudin Zuhdi.
Ia pun berkaca pada kejadian di China yang mengkarantina wilayah Kota Wuhan dan negaranya, sampai Wuhan seperti kota mati. ”Ini harusnya jadi contoh pemerintah. Dengan mengutamakan penyelamatan ekonomi tidak akan bisa menyelamatkan rakyat. Tapi sebaliknya, penyelamatan rakyat bisa berdampak pada penyelamatan ekonomi,” tukasnya. (ryn/c/yok/py
Sumber: METROPOLITAN