Instruksi Megawati Disambut Instruksi Jihad Qital, AS Hikam: Aparat Saatnya Turun
10Berita, Dr. Muhammad Atho'illah Shohibul Hikam, M.A., menegaskan bahwa aksi demo menolak RUU HIP, yang digelar Aliansi Nasional Antikomunis (Anak) NKRI yang diwarnai insiden pembakaran bendera PDIP, berpotensi menjadi "casus belli" (insiden perang-Red). Menurut AS Hikam - panggilan Muhammad Athoillah Shohibul Hikam -, konflik itu bisa berdampak serius terhadap stabilitas politik dan keamanan nasional. Karena itu mantan Menteri Riset dan Teknologi para era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu minta aparat hukum turun tangan untuk meredam.
“Karena upaya mencari solusi melalui jalan hukum, sebagaimana yang ditempuh oleh PDIP, melalui instruksi Ketum DPP partai tersebut, Megawati Sukarnoputri (MS), malah ditanggapi oleh pihak ANAK-NKRI dengan mengeluarkan instruksi Siaga I,” tegas pria asal Tuban Jawa Timur itu - dalam Hikam Reader.com.
Hikam lalu mengungkap isi instruksi siaga l dari pihak ANAK-NKRI yang berisi lima poin, yaitu:
1. Mengadakan apel siaga bagi seluruh rakyat untuk ganyang komunis.
2. Anggota aliansi diminta waspada dan siaga I untuk sewaktu-waktu MENGHADAPI SERANGAN kelompok Trisila. (huruf kapital dari saya, Hikam)
3. Seruan tentang kumandangkan JIHAD QITAL apabila serangan dilakukan oleh kaum komunis Trisila. (Huruf kapital dari saya, Hikam)
4. Menyosialisasikan terus (kepada anggotanya agar) mencari komunis hingga ke seluruh daerah; dan
5. Meminta anggota aliansi tidak pernah gentar dan ragu.
Menurut Hikam, respon ANAK-NKRI memang tak secara langsung menyebut instruksi-instruksi tersebut ditujukan kepada PDIP. “Tetapi orang tak perlu menjadi ahli roket ntuk tahu kemana dan siapa targetnya, karena ia dikeluarkan pasca-insiden pembakaran bendera PDIP dan respon dari elite partai tersebut yang juga diteruskan kepada seluruh kadernya mulai dari pusat sampai di lapisan akar rumput,” tegas Hikam.
AS Hikam memprediksi, dari manuver PDIP dan ANAK-NKRI itu ada beberapa kemungkinan skenario:
1. Tidak akan terjadi apapun, karena baik respon PDIP dan ANAK-NKRI adalah sekedar manuver wacana dan kontra-wacana tentang insiden pembakaran bendera.
2. Manuver wacana dan kontra-wacana ini akan menggelinding dan tak berhenti pada pertarungan kata-kata, namun berimbas pada aksi-aksi yang bernuansa politik. Hal ini disebabkan karena kedua pihak yg berseteru menganggap insiden pembakaran bendera adalah sebuah pintu masuk bagi perjuangan politik yang sangat substansial.
3. Aksi dan manuver ini kendati berlangsung pada level wacana, namun bisa diredam, syukur-syukur terjadi resolusi konflik, karena keterlibatan aparat hukum yang aktif mengambil inisiatif.
Menurut dia, skenario kedua tampaknya lebih tinggi probabilitasnya, apalagi jika media dan media sosial serta netizen serta publik terlibat mendukung kedua pihak yang berseteru. “Dampaknya sudah jelas; Bukan saja kegaduhan di ranah wacana publik, tetapi bisa juga mewujud dalam konflik politik dan sosial serta ideologi. Jika hal ini terjadi secara intens, maka Pemerintah PJ juga langsung atau tak langsung akan menjadi pihak yang terseret ke dalamnya,” katanya.
Bahkan secara politik, tegas Hikam, jika isu komunis yang dikumandangkan oleh ANAK-RI yang didalamnya berisi komponen ormas seperti PA-212, FPI, GNPF, dan mungkin masih ada yg lain bergulir dan terlembaga menjadi gerakan politik, maka implikasinya bisa lebih luas.
“Ia menjadi bagian dari gerakan oposisi terhadap Pemerintah PJ yang bisa saja menarik kelompok-kelompok di luar kalangan Islam politik tsb. Pihak-pihak yang akan bergabung bisa saja dari organisasi masyarakat politik maupun organisasi masyarakat sipil di negeri ini!,” tulisnya.
Karenanya, kata Hikam, agar skenario kedua ini tak terjadi, lebih baik ada isisiatif dari aparat hukum dan keamanan untuk mencari solusi dan didukung oleh organisasi masyarakat sipil yang memiliki kemampuan dan pengalaman serta diakui perannya dalam penyelesaian masalah.
“Usulan PDIP membawa ke ranah hokum, walauppn sangat rasional dan perlu diapresiasi sebagai pengejawantahan semangat dan komitmen demokrasi, mungkin perlu juga ditunda apabila ada kemungkinan solusi yang lebih efektif,” katanya.
Namun, tegas Hikam, solusi ANAK-RI yg cenderung memakai cara "keras", termasuk seruan "jihad qital" dan "mencari komunis" di seluruh daerah, hanya akan makin memanaskan suasana dan memicu konflik yang lebih dari sekedar wacana. Sebab alternatif demikian menyiratkan ketiadaan kemauan politik untuk mencari solusi yang akan mengembalikan harmoni sosial dan politik serta berpotensi dituding sebagai ujaran dan laku provokatif. “Hal ini akan memantik rasa antipati publik yang kini sedang menghadapi pandemi dengan segala dampak negatifnya bagi kehidupan mereka,” tulisnya. [bangsaonline]