OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 27 Juni 2020

Pembakaran Bendera Ada Di Jakarta Tapi PDIP Berlomba Lapor Polres, Pakar Hukum: Bukti Hukum Diatur Politik

Pembakaran Bendera Ada Di Jakarta Tapi PDIP Berlomba Lapor Polres, Pakar Hukum: Bukti Hukum Diatur Politik





10Berita, Upaya Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP yang berlomba-lomba melaporkan insiden pembakaran bendera PDIP ke Polres terdekat sejak Kamis lalu (25/6) dinilai sebagai tindakan yang berlebihan.
Sebab, menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, laporan terhadap tindak pidana harus dilakukan di tempat kejadian perkara (locus delicti) karena berkaitan dengan yuridiksi atau kewenangan pengadilan yang akan mengadilinya.

"Jadi jika ada laporan perkara dilakukan di luar wilayah hukum kejadian, maka kepolisian yang menerimanya harus menyalurkan ke kepolisian wilayah hukum yang berwenang. Ini jika terjadi kekeliruan secara tidak sengaja," ucap Abdul Fickar Hadjar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (26/6).

Namun, kata Fickar, jika laporan dilakukan atas perintah, padahal sudah jelas diketahui di mana locus delicti-nya, yakni di depan Gedung DPR/MPR RI yang berada di Jakarta Pusat, maka hal tersebut dianggap berlebihan.

"Ini adalah hal yan berlebihan alias lebay. Demikian juga dengan kepolisian yang menerimanya, sebaiknya menjelaskan sesuai dengan proporsi hukumnya. Jika kepolisian juga mengeluarkan tanda terima laporan, padahal mengetahui di mana locus delicti-nya, maka sikap kesengajaan ini perlu untuk dipertanyakan," tegas Fickar.
Beberapa Polres yang didatangi oleh DPC PDIP beberapa daerah diketahui menerima laporan dan mengeluarkan surat laporan polisi. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar.

"Ya ini yang saya bilang berlebihan, seharusnya laporan disalurkan ke Polres Jakarta Pusat (lokasi Gedung DPR RI) atau Polda Metro Jaya. Jika ini terjadi sebagai kesengajaan, maka inilah indikator bahwa hukum (penegakan hukum) memang sering diintervensi, bahkan diatur oleh politik (kepentingan politik penguasa)," pungkas Fickar. (Rmol)