Resmi! Keputusan Pemerintah: Tahun Ajaran Baru Dimulai Juli 2020
10Berita, Pemerintah memutuskan tahun ajaran baru 2020/2021 tetap dimulai pada 13 Juli 2020 meski dalam situasi pandemi virus corona Covid-19. Aktivitas sekolah pun siap dimulai.
Kebijakan itu berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang ditandatangi bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, serta Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Panduan yang disusun dari hasil kerja sama dan sinergi antarkementerian ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan seperti sekolah dan madrasah saat menjalani masa kebiasaan baru atau new normal.
Sekretaris Jenderal Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Na'im memastikan, pemerintah telah memberikan syarat yang ketat bagi sekolah di zona hijau yang akan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
Hal itu untuk menjamin keamanan dan kesehatan para peserta didik saat melaksanakan pembelajaran di tengah situasi pandemi corona Covid-19. Ainun juga memastikan, bahwa pemerintah akan terus mengawasi sekolah-sekolah tersebut.
"Pemerintah menerapkan kebijakan tersebut dengan sangat hati-hati untuk menjaga kesehatan. (Pengawasan) tentu ada. Daerah tentu mengawasi, sekolah adalah kewenangan Pemda. Pemerintah pusat juga mensupervisi melalui gugus tugas Kemenkes dan lain-lain," ujar Ainun kepada Liputan6.com, Selasa (16/6/2020).
Pemerintah tak main-main mengawal kegiatan pembelajaran di masa transisi menuju kehidupan normal baru atau new normal ini. Pemerintah akan memberikan sanksi kepada sekolah yang kedapatan melanggar protokol kesehatan selama pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
"Pemda bisa menutup atau tidak melakukan tatap muka, dan disiplin sesuai peraturan perundangan," kata Ainun.
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema A menuturkan, bahwa masyarakat harus bisa membedakan tahun ajaran baru atau tahun akademik 2020-2021 yang dimulai Juli mendatang dengan pembukaan sekolah secara tatap muka.
"Itu beda. Tahun akademik dimulai 13 Juli 2020 sebagai permulaan tahun ajaran. Tetapi, masalah pembukaan sekolah itu sudah diputuskan hanya di daerah hijau saja yang bisa masuk dengan berbagai macam ketentuan dan protokol kesehatan," ujar Doni kepada Liputan6.com, Selasa (16/6/2020).
Menurut Doni, apa yang telah disepakati dalam SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran Baru di Masa Pandemi Covid-19 telah sesuai dengan prosedur yang diberikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan juga kehati-hatian di masyarakat.
"Karena keputusan paling akhir anak datang atau tidak ke sekolah masih di orangtua. Orangtua diberi kewenangan untuk menentukan apakah boleh anaknya ke sekolah atau tidak. Jadi meskipun pemerintah daerah menyatakan hijau, gugus tugas menyatakan hijau, sekolah dinyatakan terbuka, komite sekolah menyetujui, tapi kalau orangtua merasa belum yakin anaknya tetap bisa belajar dari rumah," tuturnya.
Jaminan keselamatan warga satuan pendidikan selama pembelajaran tatap muka juga telah diatur secara rinci, antara lain kapasitas peserta didik di kelas, kewajiban memakai masker, mencuci tangan, jaga jarak, hingga penyemprotan disinfektan di tempat belajar.
"Jadi saya rasa safety sudah diatur cukup detail. Cuma yang kemarin tidak diatur masalah transportasi umum, sejauh mana bisa dipastikan anak dari sekolah sampai ke rumah aman. Kan tidak semua keluarga punya mobil. Belum dibahas bagaimana memastikan di transportasi umum aman, tapi secara umum sudah cukup memagari," kata Doni.
Lebih lanjut, Doni menyoroti pembelajaran jarak jauh yang akan dilakukan oleh mayoritas peserta didik di Indonesia selama pandemi corona Covid-19. Menurut dia, pemerintah belum mengatur detail pelaksanaannya.
"Karena di beberapa sekolah mereka bikin acuan sendiri, dan acuan itu seolah-olah masih (pembelajaran) dalam keadaan normal (lalu) dipindahkan ke dalam digital lewat virtual. Dan ini sangat berbeda," katanya.
Pemerintah diminta membuat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pembelajaran jarak jauh, sebab tidak semua sekolah dan peserta didiknya memiliki akses internet untuk belajar secara online atau dalam jaringan (daring). Porsi pembelajaran jarak jauh juga harus dibedakan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas saat normal.
"Karena kemampuan anak bisa belajar dengan online juga terbatas dan itu bisa merusak mata. Kemudian bagaiman kriteria pembelajaranya, bagaimana sistem kurikulumnya, bagaimana guru mengajar, dan lain-lain, itu masih belum jelas," ucap Doni.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengapresiasi keputusan bersama 4 menteri terkait pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, keputusan tersebut tepat dan paling hati-hati diterapkan pada situasi pandemi.
Ke depan, pemerintah diminta fokus pada kebijakan peningkatan kualitas pendidikan jarak jauh. Apalagi mayoritas peserta didik di Indonesia atau sebesar 94 persen akan melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena berada di daerah yang masih berisiko terjadi penularan.
“Mengingat mayoritas akan tetap melakukan pembelajaran dari rumah, maka kita harus berfokus pada peningkatan kualitas BDR (belajar dari rumah), antara lain dengan terus mendorong percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, peningkatan kapasitas guru secara digital, pengarusutamaan pendidikan parenting, serta peningkatan kualitas platform pendidikan daring,” kata Hetifah dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Selasa (16/6/2020).
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesejahteraan Rakyat ini menyampaikan bahwa pemenuhan syarat pembukaan sekolah di daerah zona hijau juga akan menjadi tantangan tersendiri.
"Zona hijau yang 6 persen itu asumsi saya banyak yang merupakan daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), yang minim terpapar Covid karena aksesnya terbatas dan jauh dari perkotaan. Sementara, sarana prasarana termasuk fasilitas sanitasi mungkin justru paling buruk di daerah-daerah tersebut," kata Hetifah.
"Di sisi lain, untuk melaksanakan PJJ (pembelajaran jarak jauh) juga sulit karena akses internet terbatas. Oleh karena itu kabupaten/kota tersebut harus mendapatkan pemantauan khusus dari Kemendikbud agar tidak kesulitan memenuhi checklist-nya," pungkasnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, kegiatan belajar mengajar di wilayahnya masih dilakukan dari rumah, bukan di sekolah. Apalagi DKI Jakarta merupakan wilayah yang masih berisiko tinggi terjadi penularan virus corona Covid-19.
"Kami di DKI baru akan membuka sekolah setelah benar-benar aman, dan saat ini belum aman untuk anak-anak. Karena itu, kami belum berencana membuka sekolah di Jakarta untuk kegiatan belajar mengajar. Jadi kami masih berencana untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar dari rumah," kata Anies di Jakarta, Selasa (16/6/2020).
Anies menyebut, pihaknya akan melakukan evaluasi pada Juli mendatang apakah sekolah dapat kembali dibuka atau belum. "Nanti setelah bulan Juli, kita lihat situasinya seperti apa," ucapnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu meminta para orangtua percaya bahwa Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan keselamatan warganya, terutama anak-anak sekolah.
"Karena itulah, kami selalu mengatakan bahwa lebih baik aman, lebih baik berhati-hati daripada menyesal di kemudian hari. Dan saya ingin para orangtua tenang bahwa pemerintahnya bekerja untuk melindungi anak-anaknya," ucap Anies.
Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ellies Rachmayani mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan pembelajaran jarak jauh, termasuk menggodok kurikulumnya.
"Disdik saat ini sedang melakukan persiapan-persiapan pembelajaran jarak jauh yang lebih efektif jika memang masih belum aman (pembelajaran tatap muka)," kata Ellies kepada Liputan6.com, Selasa (16/6/2020).
Paralel dengan itu, Dinas Pendidikan DKI juga mempersiapkan pembukaan sekolah jika sewaktu-waktu pihak berwenang mengizinkan pembelajaran tatap muka dilaksanakan di Jakarta.
"Harus siap juga skema pembelajaran (tatap muka) jika dinyatakan aman," ucap Ellies singkat.
Aturan Pembelajaran Tatap Muka
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 adalah memprioritaskan kesehatan serta keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Nadiem menyatakan, pembelajaran dengan metode tatap muka hanya bisa dilakukan di zona hijau yang aman dari penyebaran Covid-19. Sementara daerah zona kuning, oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka.
"Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan belajar dari rumah," ujar Nadiem dalam video conference, Senin 15 Juni 2020.
Zona hijau adalah wilayah yang kasus penyebaran virus corona Covid-19 sudah menurun. Sementara, zona merah, oranye, dan kuning merupakan wilayah yang masih berisiko terjadi penularan corona.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, per 15 Juni 2020 terdapat 94 persen peserta didik di seluruh Indonesia yang berada di zona merah, oranye, dan kuning. Sementara 6 persen sisanya berada di zona hijau terdiri dari 85 kabupaten/kota.
Meski begitu, pemerintah tetap memberikan syarat yang ketat bagi sekolah atau satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka kendati berada di zona hijau. Pelaksanaan pembelajaran tatap muka harus seizin pemerintah daerah (pemda) setempat.
"Pemda harus memberikan izin. Pemda harus setuju. Yang ketiga satuan pendidikan yaitu sekolahnya, harus memenuhi semua check list (daftar periksa dan kesiapan) dari pembelajaran tatap muka,” kata Nadiem.
Adapun daftar periksa kesiapan satuan pendidikan atau sekolah atau madrasah sesuai protokol kesehatan adalah:
1. Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, seperti toilet bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan pembersih tangan (handsanitizer), dan disinfektan;
2. Mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan, seperti puskesmas, klinik, rumah sakit, dan lainnya;
3. Kesiapan menerapkan area wajib masker kain atau masker tembus pandang bagi yang memiliki peserta didik disabilitas rungu;
4. Memiliki thermogun (pengukur suhu tubuh tembak);
5. Pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di satuan pendidikan, antara lain: memiliki kondisi medis penyerta (comorbidity) yang tidak terkontrol; tidak memiliki akses transportasi yang memungkinkan penerapan jaga jarak; memiliki riwayat perjalanan dari zona kuning, oranye, dan merah atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri selama 14 hari;
6. Membuat kesepakatan bersama komite satuan pendidikan terkait kesiapan melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Proses pembuatan kesepakatan tetap perlu menerapkan protokol kesehatan.
Syarat terakhir, pelaksanaan pembelajaran tatap muka harus mendapat persetujuan dari orangtua peserta didik atau wali murid. Sekolah tidak bisa memaksa anak didiknya mengikuti pembelajaran tatap muka jika orangtua merasa belum aman anaknya pergi ke sekolah.
“Masing-masing orangtua punya hak untuk menentukan apakah anaknya diperkenankan untuk pergi ke sekolah. Kalau orangtua tidak nyaman, anak diperbolehkan belajar dari rumah,” kata Nadiem.
Pembelajaran tatap muka di daerah zona hijau juga diterapkan secara bertahap. Tahap pertama yakni tingkat SMA, SMK, MA, MAK sederajat, Paket C serta SMP, MTs sederajat, dan Paket B yang dilaksanakan paling cepat Juli 2020.
Tahap kedua yakni tingkat SD, MI sederajat, SLB, dan Paket A yang dilaksanakan paling cepat September 2020 atau dua bulan setelah tahap I. Tahap ketiga yakni PAUD formal (TK, RA. TKLB) dan nonformal yang dilaksanakan paling cepat November 2020 atau dua bulan setelah tahap II.
"PAUD adalah yang paling terakhir dan boleh (dibuka) di bulan kelima kalau zona itu masih hijau. Bulan kelima barulah PAUD boleh memulai belajar dengan tatap muka," tutur Nadiem.
Sementara sekolah atau madrasah berasrama belum diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka meski berada di daerah zona hijau. Menurut Nadiem, satuan pendidikan berasrama masih berisiko menjadi tempat penularan selama masa transisi menuju new normal.
"Selama masa transisi dua bulan pertama ini, masih dilarang karena risikonya lebih rentan karena ada asramanya," ucapnya.
Nadiem menyebut sekolah dan madrasah berasrama nantinya akan dibuka secara bertahap saat masa new normal atau tatanan kehidupan baru. Sehingga, saat ini siswa sekolah berasrama masih harus mengikuti proses pembelajaran jarak jauh dari rumah.
Mendikbud menerangkan, pembelajaran tatap muka di zona hijau dilaksanakan secara bertahap melalui dua fase, yakni diawali masa transisi selama dua bulan. Jika aman, maka dilanjutkan dengan masa kebiasaan baru atau new normal.
Pada masa transisi, kondisi di dalam kelas untuk sekolah tingkat dasar dan menengah harus menjaga jarak minimal 1,5 meter dengan maksimal 18 peserta didik per kelas. Kemudian tingkat SLB harus menjaga jarak minimal 1,5 meter dengan maksimal 5 peserta didik per kelas. Sedangkan tingkat PAUD harus menjaga jarak minimal 3 meter dengan maksimal 5 peserta didik per kelas.
Adapun jumlah hari dan jam belajar dengan sistem pergiliran rombongan belajar (shift) ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Warga satuan pendidikan wajib menggunakan masker kain tiga lapis yang diganti setelah digunakan selama 4 jam atau jika lembab, wajib cuci tangan pakai sabun atau handsanitizer, serta jaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak kontak fisik.
Warga satuan pendidikan yang terlibat dalam pembelajaran tatap muka juga harus dipastikan dalam kondisi sehat, jika mengidap comorbid harus dalam kondisi terkontrol, tidak memiliki gejala Covid-19 termasuk pada orang yang serumah dengan warga satuan pendidikan.
Menteri Nadiem mengingatkan, bahwa selama masa transisi sekolah atau madrasah di zona hijau hanya diizinkan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas. Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan interaksi siswa antarkelas harus ditiadakan.
Karena itu, aktivitas kantin, olahraga, ekstrakurikuler, orangtua menunggu siswa, istirahat di luar kelas, pertemuan orangtua-murid, pengenalan lingkungan sekolah, dan lainnya tidak boleh dilakukan.
"Jadi selama masa transisi ini hanya boleh masuk ke kelas, langsung pulang," kata Nadiem.
Bagaimana Jika Ditemukan Kasus Positif di Sekolah?
Namun begitu, kegiatan pembelajaran tatap muka akan langsung dihentikan jika daerah zona hijau berubah menjadi zona kuning, oranye, atau merah. Proses pembukaan sekolah akan diulang lagi dari nol, yakni pembelajaran jarak jauh dari rumah.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, proses pembelajaran tatap muka di sekolah langsung dihentikan apabila ditemukan siswa yang positif terinfeksi virus corona Covid-19. Pemerintah akan langsung melakukan tracing atau penelusuruan agar penyebaran virus tak meluas.
"Aktivitas sekolah akan dihentikan sementara dan terus juga lakukan tracing," kata Terawan dalam video conference, Senin 15 Juni 2020.
Menurut Terawan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat akan berkoordinasi dengan sekolah untuk mencegah penyebaran virus corona. Dia menjelaskan, pembukaan kembali sekolah setelah ditemukan kasus positif nantinya mengikuti kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Terawan mengatakan, pihaknya akan terus memantau sekolah-sekolah di zona hijau yang dapat dibuka kembali. Hal ini untuk memastikan agar proses pembelajaran tatap muka di sekolah berjalan aman di masa pandemi corona.
"Kami akan terus memantau ke sekolah itu. Betul-betul menjadi hijau, tidak ada kasus lagi, dan bisa dibuka. Sehingga berjalannya pendidikan bisa lancar," jelasnya.
Dia menuturkan bahwa keselamatan dan kesehatan para murid menjadi prioritas utama pemerintah. Untuk itu, Kementerian Kesehatan akan melakukan pendampingan bagi sekolah-sekolah yang kembali dibuka di zona hijau.
"Juga di dalam konsultatif memonitor kegiatan sekolah itu akan kami lakukan terus-menerus. Mudah-mudahan prioritas untuk keselamatan dan kesehatan dari para murid bisa berjalan dengan baik, kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan lancar," tutur Terawan.
(Sumber: Liputan6)