Revolusi Mental Gagal, Sanak Famili Pejabat Jadi Komisaris BUMN
Presiden RI, Joko Widodo. (Foto : Instagram @jokowi)
10Berita, Jakarta – Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (Baranusa) Adi Kurniawan menyebut Pemerintahan Jokowi semakin bertambah usia semakin jauh dari agenda ‘Revolusi Mental’ yang pernah digaungkan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu. Bahkan revolusi mental tersebut terbilang gagal total karena Pemerintahan Jokowi di periode kali ini masih diwarnai KKN, rangkap jabatan serta oligarki kekuasaan.
“Revolusi mental gagal total, justru yang hadir malah terjadinya KKN, rangkap jabatan di sejumlah perusahaan BUMN serta oligarki yang menguasai,” ujar Adi Kurniawan di Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Adi mencontohkan, KKN dan rangkap jabatan tersebut seperti yang dilakukan oleh adik ipar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Ahmad Perwira Mulia Tarigan yang baru diangkat Kementerian BUMN sebagai Komisaris Independen Pelindo 1 pada 21 April 2020, kemudian Perwira TNI-Polri aktif yang mengisi jabatan di sejumlah perusahaan BUMN dan rangkap jabatan yang dilakukan oleh Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Fajroel Rahman yang juga merangkap sebagai komisaris di PT Waskita Karya serta Graha Yudha yang memegang tiga jabatan Komisaris di Grup BUMN sekaligus.
Adi menjelaskan, baik KKN dan rangkap jabatan di tubuh pejabat negara sangat melanggar undang-undang (UU) dan jelas dilarang. Apalagi KKN berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Merajalela
Sementara itu, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie juga mengakui, roh KKN cukup merajalela di pemerintahan Jokowi periode II. Buktinya ada berapa petinggi partai ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Ketua PPP Romahurmuzy, mantan Ketua DPP Golkar Setya Novanto serta masih banyak lagi petinggi partai yang ditangkap.
“Kolusi dan Nepotisme juga marak misalkan Gubenur Riau Syamsuar yang mengangkat istri, menantu, kakak dan adik. Ini perilaku buruk pejabat publik,” jelasnya.
Jerry memaparkan, KKN di era pemerintahan Jokowi periode II yakni ada indikasi korupsi Kartu Prakerja dan dana desa serta program pemerintah lainnya. Selain itu anggaran penanganan Covid-19 juga rentan diselewengkan.
Pengamat kebijakan publik dari Institute for Strategic and Development (ISDS) Aminudin mengatakan, KKN di periode II pemerintahan Jokowi sangat meluas, terstruktur dan massif. KKN yang semakin meluas sudah terbaca ketika Jokowi mati-matian memutilasi kewenangan KPK dalam penyidikan dan intervensi pengawas yang terdiri orang Jokowi semua. Semua KKN yang terjadi berskalala besar yakni triliunan rupiah. Seperti kasus Jiwasraya, dan banyak laporan BUMM simpang siur jelang Pilpres 2019.
“Yang menyolok adalah temuan KPK terkait program Kartu Prakerja yang melibatkan langsung Stafsus Presiden. Program Kartu Prakerja adalah proyek fiktif alias korupsi,” tandasnya.
Reformasi
Aktivis Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA), Sya’roni mengatakan, perlu diingat bahwa tuntutan gerakan reformasi 1998, di antaranya yaitu berantas KKN dan cabut dwi fungsi ABRI. Namun saat ini di periode II pemerintahan Jokowi justru banyak kasus korupsi yang belum tuntas, misalnya korupsi impor pangan, Jiwasraya, dan lainnya. Selain itu nepotisme di periode II pemerintahan Jokowi juga semakin menguat.
“Sanak famili pejabat diangkat menjadi komisaris BUMN. Misalnya, adik ipar Sri Mulyani diangkat sebagai Komisaris Pelindo I. TNI dan Polri aktif diangkat menjadi komisaris BUMN. Hal tersebut tidak sesuai dengan semangat reformasi,” jelasnya, seperti dikutip Harianterbit.com (*/har)
Sumber: harian terbit