RUU HIP Menuai Penolakan, Begini Masalahnya
10Berita, Jakarta: Pemerintah telah secara resmi memutuskan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kini menuai polemik mulai dari kalangan ormas islam, masyarakat, dan beberapa fraksi partai yang menarik diri.
Kenapa RUU HIP ditolak dari beberapa kalangan dan apa masalahnya? Berikut beberapa kalangan yang menolak RUU HIP:
1. PKS
Fraksi PKS mengaku keberatan dengan RUU HIP yang diusulkan oleh DPR. PKS tak ingin ada pelemahan terhadap Pancasila.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menyatakan PKS keberatan karena TAP MPRS tidak masuk sebagai landasan. Selain itu, Jazuli mengatakan PKS tidak ingin ada pemerasan terhadap Pancasila menjadi trisila maupun ekasila.
"Dari awal kan Fraksi PKS satu-satunya fraksi yang menyatakan keberatan RUU HIP ini menjadi usul inisiatif DPR dengan alasan (pertama) tidak memasukan TAP MPRS sebagai landasan, (kedua) F-PKS nggak mau ada pemerasan-pemerasan Pancasila menjadi ekasila dan trisila," kata Jazuli kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
Selain itu, ia menyebut bahwa PKS tidak mau ada pelemahan terhadap Pancasila dan pengingkaran terhadap mukadimah UU Dasar Tahun 1945.
2. Demokrat
Partai Demokrat menyatakan bahwa dirinya menarik diri dari pembahasan RUU HIP yang diusulkan oleh DPR. Dalam hal itu, Demokrat menilai tak ada urgensi untuk membahas RUU HIP.
Menurut Anggota Fraksi Demokrat DPR RI, Hinca Panjaitan saat ini seharusnya semua pihak fokus untuk menangani pandemi virus corona.
"Selain tidak ada urgensinya dan tidak tepat waktunya saat kita fokus menangani pandemi virus Corona, substansinya tidak sejalan dengan jalan pikiran politik Partai Demokrat," ujar Hinca.
Demokrat sendiri menyoroti TAP MPRS XXV/1996 yang tidak dijadikan acuan di RUU HIP. Hal itu dinilai Hinca akan menurunkan nilai-nilai Pancasila.
"TAP MPRS Nomor XXV tahun 1966 sama sekali tidak menjadi acuan. Substansinya mendegradasi makna Pancasila itu sendiri," imbuhnya.
3. PAN
Fraksi PAN DPR RI meminta RUU HIP dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) 2020. PAN memandang rencana tersebut telah memancing kritik dan protes dari kalangan publik.
Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan DPR harus mendengar masukan dari publik yang telah menyatakan penolakan terhadap RUU yang menuai polemik tersebut.
"Fraksi PAN sekarang malah justru ingin mendesak seluruh pihak di DPR kembali pertimbangkan ulang untuk melanjutkan pembahasan ini. Kalau perlu segera mencabut dari prolegnas," kata Saleh dalam jumpa pers di Kantor Fraksi PAN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/6/2020).
Saleh menyampaikan awalnya PAN mendukung RUU HIP jika mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran. Namun, PAN berubah arah setelah mendengar masukan dari publik.
Saleh mengatakan PAN tidak sepakat jika Pancasila harus dijelaskan kembali lewat aturan setingkat undang-undang. Menurutnya, Pancasila sudah luhur sejak disepakati sebagai dasar negara.
"Jadi tidak perlu ada tafsir lebih khusus lagi dalam bentuk undang-undang. Yang jelas kita sudah merasa Pancasila itu final dan selama ini sejak tahun 1966 sampai hari ini kita tenang-tenang saja, tidak ada masalah," ucapnya.
4. Front Pembela Islam (FPI)
FPI menyatakan menolak RUU HIP karena tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme.
"Saya serukan seluruh bangsa Indonesia yang masih memiliki jiwa patriotik untuk menolak RUU HIP yang berbau komunisme dan atau sosio-marxisme ini," kata Munarman seperti dikutip dari CNN Indonesia pada Rabu (17/6/2020)
Pada 2 Juni 2020, FPI bersama GNPF Ulama dan PA 212 membuat surat pernyataan bersama. Salah satu poinnya, mereka menolak RUI HIP karena berpotensi memicu kebangkitan komunisme.
5. MUI
Penolakan semakin menguat dari ormas islam karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan maklumat pada 12 Juni 2020. MUI menolak keberadaan RUU HIP karena dinilai mendegradasi Pancasila menjadi Ekasila.
Dalam pasal 6 ayat (1), RUU HIP menyebut ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Lalu pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
"Secara terselubung [seperti] ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, (...) serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," demikian Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Provinsi Se-Indonesia.
MUI juga meminta kepada Fraksi-Fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terutama peristiwa sadis dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada Tahun 1948 dan Tahun 1965.
6. Masyarakat
Juned warga di DKI Jakarta mengatakan bahwa dirinya turut menolak RUU HIP tersebut. Ia menilai bahwa RUU tersebut tak layak untuk negara Indonesia, sebab Ideologi sudah bagus saat dirumuskan oleh founding fathers yaitu ada UUD 1945 dan Pancasila.
"Secara harga mati, Pancasila itu falsafah bangsa kita. Apalagi dalam maksud dan tujuan RUU itu katanya mau dibikin turunan dari Pancasila. Pancasila enggak usah dibikin turunannya. Yang perlu itu act-nya, bukan turunan yang dijadiin Undang-undang," katanya kepada rri.co.id pada Rabu (17/6/2020).
Seperti pada sila pertama, kata Juned "Ketuhanan yang Maha Esa" merupakan butir sila yang memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memeluk agama.
"Kita sebagai warga negara, sudah dikasih kebebasan memeluk Agama keyakinan kita masing-masing, yang juga telah diakui negara kita. Sebagai negara yang beradab, kita tentu dituntut untuk punya keyakinan (agama) dalam menjalankan hidup di negara ini," pungkasnya.
Sumber: KBRN