Santri Rapid Test Harus Bayar, Ulama Madura: Itu Duit Nyaris Rp1.000 Triliun untuk Apa ya?
10Berita, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) Achsanul Qosasi mengomentari anggaran Covid-19 yang berubah-ubah dalam tiga bulan terakhir. Awalnya Rp405 triliun, kini terbaru Menteri Keuangan di instagramnya menyebutkan proyeksi kebutuhan dana untuk penanganan Covid-19 hingga Rp905,1 triliun, atau nyaris Rp1.000 triliun.
“Dalam 3 bulan, sdh 3 kali naik..,” postingnya di akun resminya, @AchsanulQosasi, Selasa(23/6).
“Awalnya, pemerintah hanya mengalokasikan Rp405,1 triliun, lalu naik menjadi Rp677 triliun, dan skrg ini (akhir Juni) dinaikkan lagi menjadi Rp 905 triliun,” tambahnya.
Postingan tokoh kelahiran Sumenep, Jawa Timur, ini mendapat tanggapan dari pengguna Twitter lainnya. Mereka mengaku kaget dengan banyaknya dana yang dibutuhkan sementara untuk rapid test masih juga bayar.
“Untuk apa uang sebanyak itu pak ? jikalau kita rapid tes corona di rs masih bayar !,” posting @khoirulamien24.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga ulama asal Madura, KH Muhammad Cholil Nafis pun turut mempertanyakan dana sebesar itu untuk apa saja.
Hal ini karena rapid test juga masih harus membayar, dicontohkannya santri yang akan ke pesantren. Mereka harus membayar sendiri rapid test yang dilakukan.
“Ini anak2 santri mau balik ke pesantren harus rapit tes masih bayar. Lah anak saya minggu lalu mau ke malang utk lulusan sekolahnya di Airport Halim harus rapid tes Bayar 400 rb. Bener nihh serius nanya kemana uang kita sebanyak itu ya?,” katanya.
“Pemberantasan covid-19 pasti diawali dari deteksi dini, apalagi utk santri yg mau berkerumun sehingga mudah penularannya. Prioritas duit yg hampir 1000 T itu utk apa? Klo yg mendasar saja rakyat tak kebagian. Rakyat di sektor informal sdh 2 bulan tak bekerja,” tegasnya. [indonesiainside]