SEBENARNYA SIAPA YANG INTOLERAN...?!
SEBENARNYA SIAPA YANG INTOLERAN...?!
Saya benar-benar merasa terluka. Membaca ribuan komentar di akun FP TVRI.
Hanya karena slide ucapan Selamat Hari Anak Nasional bergambar sepasang anak kecil yang berjilbab dan bertopi haji, ratusan komentar datang membully dan mencaci-maki.
Menyebut:
Kadrun sejak dini, bangsa hanya milik satu kaum (Islam), Indonesia tidak memiliki budaya sendiri (berjilbab dianggap budaya arab) dan menuduh Negeri ini sudah menuju Indonestan (merujuk ke Negara-negara yang menerapkan syariah Islam seperti Pakistan dan Afganistan).
Dari nama-nama yang komentar, saya paham para Islamphobia itu berasal dari saudara sebangsa yang non muslim.
Betapa kurang-ajar dan sempitnya pemahaman segelintir (bisa jadi sebenarnya cukup banyak) manusia-manusia biadab itu.
Dan tentu saja ini menjadi anomali. Di negara-negara lain, umat minoritas yang dizalimi. Di negeri kita, malah umat mayoritas yang ditindas.
Sebut saja di Thailand dan Myanmar, tidak akan ada umat minoritas yang berani membully umat Budha dan simbol-simbol Buddhism. Di India juga tidak mungkin Umat Muslim dan Kristen India berani kurang ajar membully simbol Hinduism. Tapi di Indonesi! yang umat Islam-nya mayoritas (88 persen), setiap hari ajaran Islam dan simbol Islam jadi bahan bully-an. Termasuk kasus yang sekarang saya sebutkan.
Saya mau bertanya:
Apa salahnya anak-anak kecil menunjukkan identitas ke Islamannya?
Saya melihat, kebencian terhadap Islam sepertinya tertanam cukup dalam dipikiran sebagian saudara-saudara sebangsa yang non muslim. Apakah sebenarnya hal ini diam-diam diajarkan di Rumah Ibadah mereka?
Jujur saya sangat kecewa....!
Sebaliknya Umat Islam diajarkan untuk selalu bersikap toleran. Buktinya, di FP yang sama (TVRI) ada acara keagamaan khusus untuk saudara-saudara yang Kristiani, tidak ada umat Islam yang protes. Acara anak-anak menggambar dengan topi yang menyiratkan simbol agama dan budaya tertentu (eropa), ngga ada umat Islam yang usil.
Padahal sekali lagi, umat Islam di Indonesia mayoritas mutlak (88 persen). Tapi ngga pernah protes libur pekan Nasional di Hari Minggu. Ngga pernah protes umat Budha dan Konghuchu yang ngga sampai satu persen tapi punya Libur Keagamaan Nasional sendiri.
Kalau Umat Islam mau, Indonesia bahkan bisa saja jadi Negara Islam. Bahkan lewat jalan Demokrasi, karena Demokrasi berdasarkan suara terbanyak bukan...?
Tapi Umat Islam sejak lama sudah mengalah. Tujuh kata keramat di Piagam Jakarta : "Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi Pemeluknya", dihapus. Umat Islam ikhlas, padahal sebenarnya kewajiban itu buat umat Islam sendiri. Tapi karena saudara sebangsa yang non muslim keberatan, umat Islam ikhlas menghilangkan hak mereka itu.
Atas nama Kesatuan, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, umat Islam yang 88 persen siap disamakan hak-nya dengan umat Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu yang cuma 12 persen !!!
Sebutkan satu saja Negara-negara Eropa yang katanya pusat Demokrasi dan Toleransi Dunia yang umat mayoritas di Negara itu mampu bersikap seperti mayoritas muslim di Indonesia !
Tidak ada !!!
Jadi tolong saudara sebangsa yang non muslim. Berhenti memecah-belah kesatuan bangsa. Jangan terlalu ikut campur apalagi sampai membully dan mencaci-maki ajaran Islam. Perempuan berjilbab dan berhijab adalah aturan Islam. Kalau sejak dini kami mengajari anak-anak kami ajaran Islam, itu hak kami, apa urusan kalian?
Silahkan kalian ajari anak-anak kalian semau kalian, tapi tolong jangan ajari mereka membenci Islam. Cukup sudah Islamphobia terpotong di generasi kalian. Semoga kalian cepat sadar (atau sekalian cepat mati) agar Indonesia bisa kembali damai ....
Maafkan kemarahan dan kekesalan saya ini 🙏🙏🙏
(By Azwar Siregar)
Sumber: