10Berita – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan dana sedikitnya Rp 20 milIar untuk sejumlah lembaga. Dua di antaranya Sampoerna dan Tanoto Foundation untuk dapat melaksanakan Program Organisasi Penggerak (POP).
Pakar ekonomi senior Dradjad H. Wibowo mengendus adanya keanehan atau kejanggalan mengenai langkah yang diambil Kemendikbud dengan menggaet dua yayasan dari korporasi elit itu.
“Langkah Mendikbud dan jajarannya menggaet yayasan yang dimiliki korporasi besar ikut POP itu memang aneh sekali. Tidak masuk nalar,” ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (27/7).
Dradjad menyampaikan dua yayasan besar dan yayasan elit lainnya yang masuk dalam POP Kemendikbud tidak memiliki rekam jejak yang tinggi di dunia pendidikan.
“Seberapa tebal rekam jejak yayasan-yayasan itu, dalam menggerakan pendidikan di seluruh pelosok Indonesia? Dibanding NU dan Muhammadiyah, mereka seperti bayi baru belajar berjalan,” ucapnya.
Ketua Dewan Pakar PAN ini mengenal dua yayasan tersebut kerap memberikan bantuan sosial pendidikan kepada sejumlah perguruan tinggi, namun tidak pernah masuk ke pesantren maupun lembaga agama Islam lainnya.
Saya tahu yayasan tersebut ada yang memberi sumbangan ke perguruan tinggi. Ada juga yang memberi bantuan sosial kepada masyarakat, terutama sekitar pabrik atau lokasi usaha mereka. Tapi mendidik anak bangsa dengan puluhan ribu pesantren dan sekolah? Mereka tidak pernah,” bebernya
“Jadi dari sisi rekam jejak, mereka relatif rendah,” demikian Dradjad Wibowo. (Rmol)
Sumber: Eramuslim