OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 28 Agustus 2020

Keutamaan Hari dan Puasa Asyura

 Keutamaan Hari dan Puasa Asyura



Puasa pada hari Asyura (10 Muharram) memiliki beberapa keutamaan sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits shahih.

Keutamaan Hari ‘Asyura

‘Asyura atau 10 Muharram merupakan hari agung pada bulan suci Muharram. Keagungan hari ini di samping karena merupakan salah satu hari dari bulan Muharram yang merupakan asyhurul hurum, juga  kerna merupakan hari bersejarah.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhumasebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim menuturkan bahwa ketika tiba di Madinah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi berpuasa.

“Puasa apa ini?”, tanya sang Nabi. Mereka menjawab, “Ini adalah hari baik dan agung, hari dimana Allah menyelamatkan nabi dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Maka nabi Musa berpusa pada hari ini sebagai tanda syukurnya kepada Allah. Sehingga kamipun berpuasa sebagai pengagungan kepada hari ini dan nabi Musa”. Nabi bekata, “Kami lebih berhak atas Musa dari kalian”.

Oleh karena itu nabi berpuasa pada hari ‘Asyura tersebut dan menyuruh para sahabat untuk turut berpuasa. Beliau mengatakan kepada para sahabat, “Kalian lebih berhak atas Musa dari mereka”.

4 Fase Puasa ‘Asyura dalam Kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi Wa sallam

Ada empat fase atau tahapan puasa ‘Asyura dalam kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu fase di Makkah dan tiga fase berkutnya di Madinah setelah hijrah. Penjelasan singkatnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

Pertama, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  melakukan puasa Asyura bersama orang Musyrikin Mekah, tanpa memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.

Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anhamenuturkan:

“Dahulu orang Quraisy berpuasa A’syura pada masa jahiliyyah. Dan Nabi-pun berpuasa ‘Asyura pada masa jahiliyyah. Ketika hijrah ke Madinah, beliau tetap puasa ‘Asyura dan memerintahkan kaum Musilimin untuk berpuasa juga. Ketika puasa Ramadhan telah diwajibkan, beliau berkata: “Bagi yang hendak puasa silakan, bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa”. (HR.Bukhari dan Muslim).

Kedua, Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa  pada hari Asyura.  Beliaupun  berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas di atas.

Saat itu puasa ‘Asyura menjadi kewajiban dimana Rasulullah menguatkan perintahnya dan sangat menganjurkan sampai-sampai para sahabat melatih anak-anak mereka untuk puasa ‘Asyura. Imam Bukhari meriwayatkan tentang hal tersebut dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha. Beliau mengatakan: Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia melanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Bukhari).

Ketiga, Ketika puasa Ramadhan diwajibkan, hukum puasa Asyura menjadi anjuran dan tidak wajib, sebagaimana dikatakan oleh A’isyah radhiyallahu ‘anha di atas.

Keempat, Pada akhir hayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ingin puasa tasu’a (9 muharram) serta memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharam, sebagai bentuk sikap menyelisihi orang yahudi. Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata: “Ketika Nabi puasa A’syura dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara!! Maka Rasulullah berkata: “Kalau begitu, tahun depan Insya Allah kita puasa bersama tanggal sembelilannya juga”. Ibnu Abbas berkata: “Belum sampai tahun depan, beliau sudah wafat terlebih dahulu”. (HR. Muslim).

Keutamaan Puasa ‘Asyura

Puasa ‘Asyura memiliki beberapa keutamaan, yaitu.

PertamaPuasa paling Afdhal Setelah Ramadhan.

Puasa ‘Asyura merupakan puasa paling utama atau paling afdhal setelah puasa Ramadhan.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

Puasa yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yakni buan) Muharram. (HR. Muslim).

Menurut sebagian Ulama bahwa yang dimaksud dengan puasa pada bulan Muharram dalam hadits tersebut adalah puasa ‘Asyura. Karena Rasulullah tidak pernah berpuasa sebulan penuh pada bulan Muharram.

Kedua, Puasa yang Diwajibkan Sebelum Puasa Ramadhan

Sebelum turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa yang diwajibkan kepada Rasululah dan kaum Muslimin adalah puasa Ramadhan.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi dahulu puasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia agar berpuasa pula. Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura ditinggalkan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, Nabi Bersemangat Melakukannya

Puasa ‘Asyura merupakan puasa Sunnah yang sangat dijaga dan diperhatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana dituturkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma;

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar perhatian untuk berpuasa pada suatu hari yang beliau utamakan dari hari lain melebihi puasa ‘Asyura ini dan bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari).

Keempat, Menghapus Dosa Selama Setahun

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengabarkan, puasa ‘Asyura dapat menghapuskan dosa selama setahun, beliau bersabda;

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ ” رواه مسلم

“, . . dan puasa ‘Asyura saya memohon kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang sebelumnya”. (HR. Muslim).

Wallahu a’lam (sym)

 

Sumber:  Wahdah Islamiyah.