OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 20 Agustus 2020

MPR Sebut UUD 45 Bisa Diubah, Tengku: Coba yang Bicara itu Kelompok Bersorban, Langsung Dituduh Makar

 MPR Sebut UUD 45 Bisa Diubah, Tengku: Coba yang Bicara itu Kelompok Bersorban, Langsung Dituduh Makar




Pidato Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo yang menyebut MPR diberi kewenangan oleh konstitusi untuk melakukan evaluasi dan perubahan terhadap UUD 1945 jika tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat menjadi sorotan publik.

Salah satu tokoh yang menyoroti pernyataan itu Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Tengku Zulkarnain. Tengku yakin seandainya yang mengatakan demikian kelompok yang disebutnya "berjubah sorban" sudah pasti dituduh makar.

"Bambang Soesatyo Ketua MPR mengatakan UUD 1945 bisa diubah bila tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Hemm... Coba kalau yang bicara itu kelompok berjubah sorban, langsung deh dituduh MAKAR atau HTI. Ya, kan...? Begitulah saat ini semua yang berbau Islam dibully," kata Tengku melalui akun Twitternya.

Pidato Bambang yang berasal dari Partai Golkar itu disampaikan dalam Peringatan Hari Konstitusi yang disiarkan secara virtual,  Selasa (18/8/2020).

Bambang mengatakan peringatan hari konstitusi harus menjadi momentum bersama bagi seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap sistem ketatanegaraan, konstitusi maupun pelaksanaannya.

"Apakah telah mampu memandu secara konstitusional seluruh kehidupan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Untuk menjawab pertanyaan sebagaimana yang telah tadi saya sampaikan, maka sedikitnya terdapat tiga hal mendasar yang dapat menjadi batu uji evaluasi, atas kehadiran konstitusi dalam negara," kata dia.

Pertama, konstitusi hadir sebagai instrumen hukum yang membatasi pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara, agar tidak menyimpang dari kaidah konstitusional yang telah ditetapkan dalam UUD NRI Tahun 1945.

Hal kedua, kata Bambang, konstitusi hadir untuk mengatur wewenang lembaga-lembaga negara dan hubungan di antaranya dalam melaksanakan wewenang dan tugas konstitusionalnya dalam sistem ketatanegaraan.

"Lalu yang ketiga, konstitusi hadir untuk mengatur hubungan negara dan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, terkait dengan jaminan dan pelaksanaan hak-hak konstitusional warga negara," katanya.

Bambang menjelaskan atas dasar itu, maka untuk menjamin bahwa UUD adalah konstitusi yang hidup dan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat, maka UUD 1945 memberikan wewenang kepada MPR.

Menurut dia kewenangan itu untuk mengevaluasi dengan kewenangan mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, apabila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dia menilai amanat untuk melakukan perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945 bukan merupakan hal yang mudah.

"Ini adalah tugas mulia yang harus diemban dengan sebaik-baiknya, penuh kesaksamaan, kecermatan, dan kehati-hatian, karena menyangkut hukum dasar negara, hukum tertinggi yang mengatur berbagai dimensi strategis kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan negara," katanya.

Bambang mengatakan MPR diberikan wewenang oleh konstitusi untuk melaksanakan sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, serta Ketetapan MPR RI; mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD 1945 dan pelaksanaannya; serta menyerap aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan UUD.

Hal itu, kata Bambang, sesuai dengan mandat yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, maka MPR diberi tugas oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2019.

"MPR telah melaksanakan kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan berbagai metode yang terus dikembangkan, kepada berbagai kelompok sasaran di masyarakat," katanya.

Bambang mengatakan untuk menunjang kinerja pelaksanaan wewenang tersebut, MPR juga telah membentuk Alat Kelengkapan MPR yang terdiri dari Badan Pengkajian, Badan Sosialisasi, dan Badan Penganggaran. Selain itu, dia menjelaskan untuk mendukung kinerja Badan Pengkajian MPR dalam membahas isu-isu aktual dan strategis, MPR juga telah membentuk Komisi Kajian Ketatanegaraan.

"Terkait dengan penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah, MPR dan alat kelengkapannya telah melaksanakan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat daerah di daerah pemilihan sebagai tindak lanjut rekomendasi MPR masa jabatan 2014-2019, khususnya terkait dengan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia," kata Bambang yang dilansir Antara.

Selain itu, Bamsoet mengatakan Setjen MPR telah membangun sistem informasi pengelolaan penyerapan aspirasi masyarakat berbasis pada teknologi informasi atau e-Aspirasi konstitusi untuk memudahkan masyarakat, daerah dan lembaga negara dalam menyampaikan aspirasi tentang pelaksanaan UUD 1945 kepada MPR. Sekretariat Jenderal MPR telah membangun sistem informasi pengelolaan penyerapan aspirasi masyarakat berbasis pada teknologi informasi (e-Aspirasi konstitusi).[suara]