OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 21 Maret 2022

Kukuh Mengajar Menggunakan Bahasa Uyghur, Seorang Guru Dihukum Tujuh Tahun Penjara

Kukuh Mengajar Menggunakan Bahasa Uyghur, Seorang Guru Dihukum Tujuh Tahun Penjara



Siswa menanggapi pertanyaan dari seorang guru di ruang kelas di sekolah menengah bilingual untuk etnis Muslim Uyghur dan siswa Han Cina di Hotan, Xinjiang, wilayah barat laut Cina. (AFP)

XINJIANG (RFA) – Seorang guru Uyghur dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh rezim komunis Cina karena mengajar murid-muridnya menggunakan bahasa Uyghur, lapor Radio Free Asia (RFA), Jum’at (11/3/2022).

Adil Tursun, seorang guru kimia yang juga direktur fakultas di sekolah menengah atas nomor 1 se-Kona Sheher (dalam bahasa Mandarin, Shufu) di Kashgar, ditangkap pada tahun 2016. Ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada tahun 2018 di Penjara Xinshou, Shanghai.

Hal tersebut disampaikan Abduweli Ayup, mantan siswa di sana yang kini menjadi aktivis dan ahli bahasa Uyghur yang berbasis di Norwegia.

Ayup telah mendokumentasikan warga Uyghur yang hilang dan dipenjarakan di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.

Ayup mengatakan bahwa dia mengetahui pemenjaraan Tursun melalui data rezim komunis Cina yang bocor. Daftar itu berisikan daftar nama sekira 10.000 “terduga teroris” yang diterbitkan oleh Australian Broadcasting Corporation pada April 2021.

Lebih dari 7.600 orang dalam daftar tersebut merupakan etnis Uyghur, sedangkan sisanya sebagian besar adalah etnis Kazakh maupun Kirgistan, sesama Muslim bangsa Turki.

Meskipun Tursun – yang sekarang berusia 50-an – telah diakui sebagai salah satu “guru berprestasi nasional” oleh rezim komunis Cina, ia tetap ditangkap pihak berwenang karena “kejahatannya”; yakni berbicara dalam bahasa Uyghur kepada murid-muridnya, sebut Ayup.

“Adil Tursun adalah guru yang sangat profesional dan bertanggung jawab,” jelas Ayup. “Dia adalah seorang guru yang sangat terampil dan terkenal. Dia merupakan anggota kelompok penulis buku paket,” tambahnya.

Tursun, yang berasal dari Desa Bulaqsu, Kecamatan Toqquzaq, Kota Kona Sheher itu tidak bisa menyembunyikan penolakannya atas kebijakan rezim Cina yang menghapus bahasa Uyghur di sekolah-sekolah di Xinjiang.

Pada awal tahun 2000-an, rezim komunis Cina memperkenalkan pendidikan bilingual dengan mengharuskan bahasa Mandarin digunakan sebagai bahasa pengantar utama di sekolah-sekolah, sementara bahasa dan sastra Uyghur hanya diajarkan sebagai mata pelajaran.

Pihak berwenang mengatakan kebijakan itu untuk meningkatkan kemampuan bahasa Mandarin di antara siswa etnis minoritas sehingga mereka akan lebih kompetitif di tempat kerja. Akan tetapi, warga Uyghur melihatnya sebagai asimilasi budaya yang dipaksakan dengan tujuan untuk melemahkan identitas asli mereka.

Dua dekade berikutnya, tidak hanya pengajaran dalam bahasa Uyghur yang dilarang, tetapi juga penggunaan buku paket berbahasa Uyghur.

Situasi ini berlaku di hampir semua sekolah, termasuk di taman kanak-kanak dan di sekolah-sekolah pedesaan, meskipun sebagian siswa tidak dapat memahami instruksi atau materi dalam bahasa Mandarin.

Ketika RFA menelepon polisi Kona Sheher untuk mencari tahu tentang vonis hukuman Tursun, mereka menolak menjawab pertanyaan, tetapi tidak menyangkal bahwa guru tersebut memang telah dipenjara.

Sementara seorang petugas polisi di Kashgar mengatakan bahwa Tursun ditangkap karena berbicara dalam bahasa Uyghur kepada murid-muridnya. Bahkan ia telah menjalani kurungan selama dua tahun sebelum akhirnya divonis tujuh tahun penjara pada tahun 2018.

“Setelah kesalahannya diselidiki, dia ditangkap. (Penangkapan) itu terkait kesalahannya sebelumnya — berbicara dalam bahasa Uyghur kepada murid-muridnya ketika pendidikan bilingual sedang dilaksanakan,” kata petugas tersebut.

Rezim komunis Cina menahan jutaan warga Uyghur, dengan fokus kepada para cendekiawan dan tokoh-tokohnya, serta mereka yang menampakkan simbol-simbol Islam dalam kesehariannya.

Mereka kemudian dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi yang telah banyak dibangun secara masif, lalu dicuci otaknya agar mau sejalan dengan ideologis Partai Komunis Cina.

Bagi tawanan Uyghur yang tak mau menurut, akan mendapat hukuman yang lebih berat. Sementara mereka yang di luar kamp konsentrasi, mendapat pengawasan ekstra ketat dan dipaksa menggugurkan identitas-identitasnya sebagai Muslim Uyghur. (RFA)

Sumber: Sahabat Al-Aqsha.