Di Balik Maraknya Islamofobia
Islamophobia atau ketakutan terhadap Islam yang dialami minoritas Muslim di berbagai
negara dalam pidatonya pada sidang Majlis Umum PBB ke-75. Beliau menyampaikan bahwa
minoritas muslim di berbagai, seperti India, Myanmar, Eropa, dan negara-negara Barat lain
termasuk New Zealand dan Amerika masih sering menerima perilaku yang menunjukkan
islamophobia (RMOL.id 2/10/20).
Namun yang menjadi sebuah pertanyaan besar adalah
mengapa masalah ini bisa muncul di banyak tempat yang berbeda baik dari aspek sejarah,
budaya, etnis, maupun agamanya? Apabila ditelusuri, Islamophobia ini dapat bermula dari
masifnya penggunaan media sosial sejak 20 tahun terakhir. Hal serupa disampaikan oleh
Fahmi Salim yang menyebutkan bahwa terjadinya islamofobia menjadi arus besar di ruang
publik diakibatkan arus informasi serampangan yang ditampilkan oleh media. Banyaknya
akun anonim yang memproduksi konten informasi bagi publik yang mendiskreditkan Agama
Islam (kabardamai.id 9/4/22).
Di Indonesia, tindakan Islamophobia dapat menyerupai tindakan yang mengandung
SARA. Letupan sosial yang memandang Islam sebagai agama berbahaya ini diluapkan dalam
berbagai bentuknya seperti pembakaran Al Qur'an, penghancuran masjid, sampai pada
pembunuhan orang-orang yang sedang melakukan ibadah di masjid, karena dieksploitasi
oleh para politisi.
Hal yang dapat disoroti saat ini adalah ketakutan terhadap Islam atau
Islamofobia tak hanya marak di kalangan masyarakat Barat di Amerika dan Eropa, melainkan
pula di negara-negara Muslim seperti Turki dan beberapa kasus terjadi di Indonesia.
Terjadinya islamophobia di negara-negara Barat Sekuler memang bukanlah hal yang
mengangetkan untuk saat ini.
Akan tetapi islamophobia di Negara dengan penduduk
mayoritas Islam lebih mengkhawatirkan (kabardamai.id 9/4/22). Bila masalah ini terus
berkembang, maka semua pihak tentu akan ikut menanggung rugi, karena hilangnya rasa
aman dan menurunnya sikap toleran masyarakat.
Jika diperhatikan dengan seksama, penyebab langsung terjadinya Islamophobia
adalah masifnya perkembangan media sosial, juga dorongan eksistensi suatu golongan di
tengah masyarakat.
Namun, jika diuraikan lebih rinci tentu terdapat penyebab lain yang
secara tidak langsung lebih berpengaruh pada maraknya Islamophobia di tengah masyarakat.
Perlu kita ketahui bahwa yang menjadi penyebab tidak langsung dalam hal ini adalah
lemahnya dunia Islam dalam banyak bidang kehidupan. Penerapan sistem global pada saat
ini pun lebih cenderung memihak pada kapitalis-sekuler Barat. Yang mana dalam asas
sistemnya pun menjungjung pemisahan agama dalam kehidupan.
Penerapan sistem
Kapitalis-sekuler Barat pun memicu terkikisnya pribadi manusia yang berpedoman pada
kehidupan beragama. Sehingga tidak mengherankan jika hembusan isu terorisme yang
mereka sebarkan di tengah-tengah masyarakat dapat mudah mereka hirup. Sebab pengaruh
tsaqafah salah mereka juga tekanan dari penguasa bayaran ini memicu banyak pihak untuk
menyebar opini buruk tentang Islam beserta ajarannya.
Terlihat dari solusi penetapan PBB
Hari anti Islamofobia pada tanggal 15 Maret yang belum cukup untuk meminimalisir sikap
intoleransi dan diskriminasi terhadap Muslim dan minoritas lain di berbagai negara. Islam
yang sejatinya merupakan sebuah sistem pun memicu perbedaan dalam pemikiran dan
kehidupan. Sehingga pertarungan pemikiran dan benturan peradaban menjadikan maraknya
Islamofobia saat ini. Kondisi umat Islam yang tidak memiliki pelindung yang menjadi perisai
atas beragam serangan menjadi alasan berbagai pihak memanfaatkan untuk melampiaskan
kebencian, memenangkan kepentingan politik dan ekonomi dan mengekalkan kebusukan
peradaban batilnya.
Realita tersebut seharusnya menjadi sebuah dorongan untuk menyadari bahwa
solusi apapun tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan Islamophobia selagi semua
solusi tersebut muncul dari penyelesaian penyebab cabang bukan penyebab akarnya. Para
pemimpin muslim hendaknya tidak hanya mengecam Islamophobia tapi bertindak nyata
mewujudkan kepemimpinan Islam agar umat memiliki Kembali kepemimpinan Islam
yang terbukti mampu menjadi perisai Islam dan kaum muslim. Dalam naungan Islam,
setiap rakyat tentu akan memperoleh jaminan keamanan dari negara.
Berbagai pemikiran
akibat pengaruh tsaqafah kapitalisme akan dilenyapkan melalui pembinaan dengan
penyadaraan umat terhadap Islam dan penyebaran opini umum mengenai Islam yang benar.
Islam akan membebaskan berbagai bentuk diskriminasi dan intoleransi pada berbagai
perbedaan di tengah masyarakat.
Bahkan jika ada minoritas umat non Muslim di dalam
Islam, tentu tidak akan ada diskriminasi pada mereka. Sebab, Islam adalah agama yang
sempurna yang mana tidak akan ada pemaksaan dan kekerasan pada umat lain untuk
memeluk Islam. Adapun mereka yang pada akhirnya memeluk Islam adalah bentuk
keberhasilan dakwah Islam pada mereka. Apabila pada saat ini semua pihak terutama kaum
Muslim memahami bahwa dengan penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan, bukan
tidak mungkin Islamophibobia atau bentuk intoleransi lain akan terselesaikan. Bahkan tidak
hanya itu, semua permasalahan umat tentu akan terselesaikan dengan penerapan Islam secara
kaffah. Oleh sebab itu, jelas yang hanya dapat diharapkan minoritas Muslim di berbagai
negara bahkan seluruh umat Islam di dunia adalah penerapan aturan Islam secara kaffah. Wallahu’alam.
Penulis: Syalika Rusma
[news.beritaislam.org]