OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 23 November 2022

Rezim Komunis Cina Penjarakan Muslimah Uyghur yang Berkomunikasi dengan Anaknya di Belanda

Rezim Komunis Cina Penjarakan Muslimah Uyghur yang Berkomunikasi dengan Anaknya di Belanda



Kapten Munirdin Jadikar bergabung dengan Angkatan Udara Belanda pada 2016 dan naik pangkat menjadi kapten empat tahun kemudian. Dia kehilangan kontak dengan ibunya, Imanem Nesrulla, dan adik iparnya, Ayhan Memet, sejak tahun 2016. Foto: Munirdin Jadikar

10Berita, BELANDA (RFA) – Rezim komunis Cina telah menghukum ibu dan saudara ipar seorang anggota Angkatan Udara Belanda dari etnis Uyghur selama 15 tahun penjara; atas tuduhan mendukung terorisme dan membocorkan rahasia negara, lapor Radio Free Asia (RFA), Kamis (17/11/2022).

Hal ini menjadi bukti nyata lagi dari Beijing yang menghukum keras warga etnis minoritas tersebut hanya karena mengunjungi maupun menghubungi keluarganya yang berada di luar negeri.

Kapten Munirdin Jadikar, sekarang warga negara Belanda, telah tinggal di Belanda sejak tahun 2006. Ibunya datang mengunjunginya pada tahun 2014 untuk menghadiri pernikahannya, jelas Jadikar kepada RFA.

Pada tahun 2016, tahun yang sama ketika ia berhasil diterima di Angkatan Udara Kerajaan Belanda, ia kehilangan kontak dengan ibunya, Imanem Nesrulla, dan saudara iparnya, Ayhan Memet.

Pada tahun 2018, saat Jadikar ditempatkan di Amerika Serikat, saudari iparnya bisa melakukan kontak untuk pertama kali dengannya dalam kurun dua tahun, menggunakan aplikasi WeChat.

Dia mengatakan kepada Jadikar bahwa rezim Cina telah menangkap ibunya dan mengirimnya ke kamp konsentrasi.

Kemudian pada tahun 2019, Jadikar mendengar bahwa saudara iparnya juga ditangkap karena memberi tahu dia tentang penangkapan ibunya.

Jadikar mengajukan beberapa permohonan kepada pemerintah Belanda untuk mencari tahu lebih banyak informasi mengenai kedua kasus tersebut. Namun, baru setelah dia kembali ke Belanda pada tahun 2020, penyelidikannya mendapat kemajuan.

Kementerian Luar Negeri Belanda menghubungi Kedutaan Besar Cina. Pada Juli 2021, Jadikar menerima kabar bahwa ibu dan saudara iparnya telah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

“[Ayhan] telah memberi tahu saya tentang situasi ibu saya, berharap ibu saya dibebaskan karena saya tinggal di Eropa dan bekerja di militer,” kata Munirdin, “hanya karena memberitahu hal ini, pihak berwenang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.”

“Pasukan Musuh” 

Imanem dihukum dengan dakwaan telah mendukung kegiatan terorisme dan menghasut  kebencian, serta diskriminasi etnis. Sementara Ayhan dianggap secara ilegal membocorkan rahasia nasional kepada pihak asing.

Dalam pandangan rezim komunis Cina, kata Munirdin, dia dianggap sebagai bagian dari “pasukan musuh”.

Munirdin mengatakan dia sangat kecewa karena Kementerian Luar Negeri Belanda tidak dapat berbuat apa-apa untuk membantunya setelah mereka mengungkapkan nasib anggota keluarganya.

“Tampaknya ini akan merugikan kepentingan besar mereka,” ujarnya, “saya menulis surat kepada perdana menteri dua kali, tetapi tidak mendapat tanggapan apa pun.”

Munirdin mengatakan bahwa ibu dan saudara iparnya tinggal dan bekerja di Qumul, sekira 370 mil sebelah timur Urumqi, ibu kota Turkistan Timur (sebutan Xinjiang bagi warga Uyghur).

Dalam upaya menemukan informasi lebih lanjut tentang kedua kasus tersebut, RFA menghubungi tempat kerja terakhir Imanem yang diketahui, yakni sebuah rumah sakit hewan di kota Gherbitagh, Qumul.

Staf di sana membenarkan bahwa dia telah ditangkap, tetapi tidak mengetahui apa bentuk hukuman atau di mana dia dipenjara.

RFA juga menghubungi kantor polisi di Gherbitagh, dan seorang petugas polisi mengatakan dia tidak mengetahui detail pasti kasus Imanem.

“Saya mendengar dari rekan-rekan saya bahwa dia ditangkap karena bepergian ke luar negeri,” sebutnya. “Saya bahkan tidak tahu negara mana yang dia kunjungi.”

Petugas lain membenarkan bahwa Ayhan dijatuhi hukuman penjara yang lama bersama dengan ibu mertuanya, tetapi membantah mengetahui secara pasti karena kasus tersebut ditangani oleh biro polisi tingkat kota.

“Saya tidak terlibat dalam hal ini. Saya mendengar alasan penangkapannya adalah karena dia telah menulis kepada seseorang di luar negeri,” ujar petugas kedua.

Karena kode etik profesionalnya, Munirdin telah menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang bernuansa politik. Namun, dia menyatakan bahwa dia tidak dapat berdiam diri lagi, dan dia harus melakukan apa pun yang dia bisa untuk membebaskan ibu dan saudari iparnya.

“[Sebelumnya] saya tidak mau berbicara kepada media… karena posisi saya,” ujarnya. Akan tetapi, sekarang, “Saya harus melakukan ini untuk ibu dan adik ipar saya, yang dipenjara karena saya.” (RFA)

 

 

Sumber:  Sahabat Al-Aqsha.