OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 14 Februari 2023

PBB Akui Telah Mengecewakan Keluarga Terdampak Gempa di Barat Laut Suriah

PBB Akui Telah Mengecewakan Keluarga Terdampak Gempa di Barat Laut Suriah 



Seorang pria berdiri di dekat bangunan yang rusak akibat gempa bumi mematikan di Aleppo, Suriah, 12 Februari 2023. Foto: Firas Makdesi/Reuters

10Berita, SURIAH – Setelah perang bertahun-tahun, penduduk Suriah barat laut yang dilanda gempa bumi besar terus bergulat dengan realitas baru yang semakin memburuk.

Hampir satu minggu setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,8 SR melanda Suriah utara dan Turkiye, PBB telah mengakui kegagalan dunia internasional dalam membantu korban gempa di Suriah. 

Di Atareb, sebuah kota yang masih dikuasai kelompok oposisi, para korban gempa menggali sendiri puing-puing rumah mereka yang hancur pada Ahad (12/2/2023). Mereka mencari cara untuk memulihkan kehidupan setelah serangkaian bencana kemanusiaan melanda mereka. 

Orang-orang Suriah melakukan apa yang telah mereka asah selama bertahun-tahun mengalami krisis: mengandalkan diri mereka sendiri untuk melanjutkan kehidupan. 

“Kami menjilat luka kami sendiri,” kata Hekmat Hamoud, yang telah mengungsi dua kali akibat peperangan yang terus berlangsung di Suriah, sebelum terjebak selama berjam-jam di bawah reruntuhan. 

Gempa bumi besar pada hari Senin (6/2/2023) melanda daerah Suriah barat laut; wilayah yang dihuni lebih dari empat juta Muhajirin–yang selama bertahun-tahun telah berjuang untuk bertahan dari serangan udara yang kejam dan krisis ekonomi yang tak pandang bulu. 

Gempa dahsyat itu menewaskan lebih dari 2.000 orang di daerah tersebut, dan lebih banyak lagi yang terpaksa mengungsi untuk kesekian kalinya, hingga sebagian tidur tanpa atap dalam cuaca yang sangat dingin. 

“Saya kehilangan segalanya,” kata ayah dua anak, Fares Ahmed Abdo, 25 tahun, yang selamat dari gempa, tetapi rumah dan bengkel barunya untuk mencari nafkah hancur.  

Sekarang, Fares, istri, dua anak laki-laki, dan ibu yang sedang sakit, berdesakan di sebuah tenda kecil, mengungsi sekali lagi tanpa memiliki listrik maupun toilet. 

“Saya menunggu bantuan, apa pun itu.” 

Abdel-Haseeb Abdel-Raheem, 34 tahun, menggali puing-puing bangunan empat lantai tempat bibinya tinggal di Kota Atareb, Aleppo utara, yang dikuasai oposisi.

Dia telah menarik tubuh bibinya dan pamannya dari bawah reruntuhan beberapa jam setelah gempa. Sekarang dia kembali untuk mencari barang-barang yang bisa diselamatkan, hanya menggunakan tangannya. Dia keluar membawa kembali selimut dan bantal, serta beberapa pakaian. 

Pria berusia 34 tahun itu mengatakan dia tidak mau berharap banyak bahwa bantuan kemanusiaan akan menyelesaikan masalahnya. 

Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, Martin Griffiths, yang mengunjungi perbatasan Turki-Suriah, Ahad (12/2/2023), mengakui dalam sebuah pernyataan bahwa warga Suriah telah menunggu bantuan internasional yang belum juga tiba. 

“Sejauh ini kami telah mengecewakan orang-orang di Suriah barat laut. Mereka benar-benar merasa ditinggalkan,” ucapnya. 

“Tugas saya dan kewajiban kami adalah memperbaiki kegagalan ini secepat mungkin.” 

Warga di Suriah barat laut hampir seluruhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup, tetapi bantuan internasional pascagempa terlambat mencapai daerah tersebut. Konvoi bantuan PBB pertama yang mencapai daerah itu baru tiba pada Kamis (9/2/2023), tiga hari setelah gempa. 

Sebelum itu, satu-satunya truk kargo yang melintasi Bab al-Hawa di perbatasan Turki-Suriah adalah konvoi pengantar jenazah Muhajirin Suriah yang menetap di Turki, tetapi tewas dalam gempa. 

Bantuan PBB yang dikirim dari Turki ke Suriah hanya diizinkan masuk melalui penyeberangan Bab al-Hawa, namun terhadang oleh rusaknya jalan yang hancur akibat gempa. 

Sementara secara teknis, bantuan internasional juga dapat dikirim dari daerah yang dikuasai pemerintah Suriah untuk disalurkan ke daerah yang dikuasai oposisi di barat laut, namun dikhawatirkan pihak berwenang akan menyalahgunakan atau mengalihkan bantuan tersebut kepentingan mereka. 

Kepala White Helmets, kelompok pertahanan sipil yang beroperasi di wilayah oposisi, Raed al-Saleh, mengatakan bahwa seruan untuk pengiriman bantuan internasional oleh tim penyelamat lokal tidak dihiraukan selama berhari-hari dan selama itu pula, banyak nyawa yang telah hilang. (PBS)

Sumber: Sahabat Al-Aqsha.