Hakim Oyong Pernah Vonis 5 Bulan Kasus Pembunuhan Berencana, Selain Tunda Pemilu 2024 dan Nyi Roro Kidul
10Berita - Putusan Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat baru-baru ini membuat polemik. Pada Kamis, 2 Maret 2023 lalu, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Oyong atau Tengku Oyong memutuskan Komisi Pemilihan Umum menunda Pemilu. Vonis itu buntut dari gugatan Partai Prima yang tak terima gagal jadi peserta Pemilu 2024.
Majelis Hakim menyebut KPU telah melakukan tindakan melawan hukum. Pasalnya, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik. Karena itu, PN Jakarta Pusat menghukum KPU untuk tak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Jeda itu berlangsung selama dua tahun, empat bulan atau hingga 2025. Arinya, bisa mengakibatkan Pemilu 2024 ditunda.
Hakim Oyong merupakan hakim madya utama dengan pangkat pembina utama muda (IV/C) di PN Jakarta Pusat. Dia dimutasi ke PN Jakarta Pusat setelah sebelumnya bertugas di PN Medan. Dirangkum dari berbagai sumber, T Oyong tercatat pernah menangani sejumlah perkara. Berikut kasus-kasus yang pernah ditangani T Oyong.
1. Kasus Gugatan Fadel Muhammad kepada La Nyalla dan Mahyudin
Saat bertugas di PN Jakpus, T Oyong pernah menangani gugatan yang dilayangkan anggota DPD RI Fadel Muhammad. Gugatan tersebut ditujukan kepada tergugat I Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, dan tergugat II Ketua DPD RI Mahyudin. Fadel menggugat keduanya lantaran dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Ketika itu, gugatan Fadel ditolak. PN Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang mengadili Surat Keputusan DPD RI atas hasil Sidang Paripurna Lembaga Negara tersebut.
2. Kasus penipuan Eks Calon Dirut Bank Sumut Freddy Hutabarat
T Oyong juga pernah menangani perkara kasus mantan calon Direktur Utama atau Dirut PT Bank Sumut Freddy Hutabarat. Freddy terbukti melakukan penipuan sebesar Rp 275 juta terhadap seorang pengusaha bernama Ali Sutomo. T Oyong memvonis Freddy pidana penjara selama 2 bulan dengan masa percobaan 4 bulan. Namun sidang putusan dinilai ganjal. Pasalnya, T Oyong terkesan buru-buru dalam membacakan vonis mantan Manager klub bola, PSMS Medan itu. Bahkan bacaan putusan tersebut hanya berlangsung 3 menit.
“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Freddy Hutabarat selama 2 bulan penjara dengan masa percobaan 4 bulan,” kata Tengku Oyong dengan nada pelan.
3. Kasus pembunuhan oleh Edy Suwanto
Pada 2021 lalu, T Oyong tercatat sebagai hakim yang menangani kasus pembunuhan dan penculikan oleh Edy Suwanto Sukandi atau Ko Ahwat Tango. Edy menjadi terdakwa atas penculikan dan pembunuhan terhadap pengusaha rental mobil Jefri Wijaya alias Asiong. Namun, T Oyong hanya menghukum Edy dengan pidana 5 bulan dan 3 hari penjara. Padahal, kasus tersebut merupakan kasus yang sangat berat dan berlapis, yakni pasal pembunuhan berencana sekaligus pasal perampasan kemerdekaan.
4. Kasus Nyi Roro Kidul
Hakim Oyong juga pernah menangani kasus seorang perempuan bernama Siska Sari W Maulidhina alias Siska yang mengaku keturunan Nyi Roro Kidul. Siska dituding melakukan penipuan terhadap anggota DPR RI Rudi Hartono Bangun berkedok titisan makhluk mitologis itu. Akibatnya, Rudi yang juga mantan kekasih Siska, merugi hingga Rp 4 miliar. Namun T Oyong memvonis lepas Nyi Roro Kidul palsu itu dari segala tuntutan.
Padahal Jaksa menganggap Siska terbukti melakukan hal sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010. Jaksa menuntut Siska dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 2 miliar subsider enam bulan kurungan. Tapi Hakim Oyong menyebut tindakan Siska tidak termasuk ke dalam perbuatan pidana.
5. Kasus perobek dan pembuang Al-Quran Doni Irawan Malay
Hakim Oyong pernah pula menangani kasus perobek dan pembuang Al-Quran Masjid Raya Al-Mashun Kota Medan, Doni Irawan Malay. Dalam kasus tersebut, T Oyong menjatuhkan vonis hukuman pidana selama tiga tahun penjara kepada Doni. Terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Namun, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yang menginginkan agar Doni dihukum empat tahun penjara.
Sumber: tempo